Aulia Aisha Fahmi Merupakan sepupu Andika, mereka menjalin cinta tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Andika adalah cinta pertama Aulia dan ia begitu mencintainya. Namun, kejujuran Andika pada ayahnya untuk menikahi Aulia ditentang hingga Andika perlahan-lahan hilang tanpa kabar.
Kehilangan Andika membuat Aulia frustrasi dan mengunci hatinya untuk tidak menerima pria lain karena sakit di hatinya begitu besar pada Andika, hingga seorang pria datang memberi warna baru di kehidupan Aulia... Akankah Aulia bisa menerima pria baru itu atau masih terkurung dalam masa lalunya.
Penasaran dengan kisah selanjutnya, yuk ikuti terus setiap episode terbaru dari cerita Cinta untuk sekali lagi 😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aninda Peto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 17
"Jadilah asing dan jangan pernah kembali tuan"
Setiap hari bertemu. Namun, perempuan itu enggan menatap wajah Andika, padahal ingin sekali pria itu berduaan dan menyelesaikan kesalahpahaman di antara mereka, tetapi Aulia telah menyudahi semuanya dan tak perlu memperbaiki sesuatu yang sudah berlalu.
Tinggal di atap yang sama, di ruang yang sama tetapi kenapa rasanya ada banyak sekali tembok yang menghalangi pandangan, begitu sulit bagi Andika untuk memiliki waktu bersama Aulia, padahal ingin sekali dirinya berduaan dengan perempuan itu.
Saat itu, orang rumah semuanya pergi bekerja tinggallah Andika dan Aulia di rumah tersebut. Aulia memilih untuk tidak keluar kamar, menghabiskan sepanjang waktunya di di ruang yang membuatnya terasa nyaman. Namun, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu, Aulia menyadari bahwa sang pemilik ketukan adalah dia.
Menghela napas berat seakan banyak sekali beban yang ia pikul. Beranjak dari atas kasur dan perlahan-lahan berjalan menuju pintu kamar. Aulia menggenggam dan memutar gagang pintu hingga pintu itu pun terbuka lebar, terlihat seorang pria berdiri dan menatap intens wajah Aulia yang menatap dingin ke arahnya.
"Mau apa lagi?" Aulia bertanya dengan nada ketus.
"Keluarlah, mari bicara untuk menyelesaikan kesalahpahaman yang terjadi di antara kita" Jawab Andika sambil meraih tangan Aulia. Namun, segera ditepisnya tangan kekar itu membuat Andika terkejut hingga sorot mata itu menunjukkan kepedihan yang teramat dalam, tetapi Aulia tidak menggubris nyatanya luka yang digores Andika begitu besar sampai sulit terobati.
"Jangan menyentuhku! Kamu tidak berhak atas tubuh yang sudah kau lukai" Begitu dingin dan menusuk hingga pria itu tak lagi menemukan perempuan yang dulu yang sangat dicintainya. Perubahan yang terjadi dalam diri Aulia sungguh membuat Andika tercengang.
Aulia duduk di sofa ruang tamu diikuti oleh Andika yang duduk di sampingnya. Mata Aulia terus memandang ke depan tanpa menoleh sedikit pun ke arah Andika yang sedari tadi memandangi wajah muram itu. Tak ada lagi senyum maupun canda tawa yang biasa terlihat di raut wajah Aulia. Semuanya telah berubah sangat drastis.
"Aku minta maaf karena tidak memberimu kabar, karena gawaiku terjatuh dan rusak, nomormu ilang hingga aku tak bisa menghubungimu beberapa tahun ini. Jujur saja aku sangat merindukanmu, tapi aku tidak tahu bagaimana cara memberimu kabar... Yang bisa kulakukan hanyalah mengingat kenangan kita" Jelas Andika panjang lebar. Matanya tak pernah lepas dari wajah Aulia.
"Aku terus sakit-sakitan karena terus memikirkan mu, siang malam bayangan wajahmu selalu menari dalam pikiranku... Ais aku benar-benar merindukanmu, perasaan ini masih sama dan akan selalu seperti ini" Sambungnya lagi membuat Aulia tiba-tiba tertawa kecil. Sorot matanya melirik ke arah Andika, sangat dingin sampai-sampai Andika dibuat beku olehnya.
"Jika kau ingin, sangat mudah menghubungiku... Aku selalu berkabar dengan ibumu dan kau mengetahuinya tapi kamu enggan menyapa" Aulia berbisik lirih dalam hati mendengar kebohongan dari mulut pria itu.
"Lalu bagaimana dengan kak Iin? Apakah kamu tidak mencintainya? Sudah berapa lama kalian pacaran? aku dengar kamu akan segera melamarnya bukan? Kamu sedang berbohong dan akan selalu membohongiku!"
"Berbicara lah sampai mulutmu berbusa dan aku tidak akan pernah mempercayai setiap ucapan dari mulutmu, karena yang kutahu... kata-kata yang keluar dari mulutmu adalah kepalsuan" Ucap Aulia dengan tegas yang setiap kalimatnya mengandung sindiran menohok pada Andika. Pria itu terdiam seribu Bahasa, ia menjadi kikuk dengan tubuh mematung.
"Di antara kita sudah berakhir Andika, saat kau meninggalkanku tanpa kabar, di saat itulah kau telah menjadi orang asing di kehidupanku" Aulia pun berdiri setelah mengatakan kalimat tersebut. Namun, sebuah tangan menghalangi langkah Aulia, membuat perempuan itu berhenti dan menatap dingin ke arah Andika.
"Tidak ada pilihan lain Ais, orang tuaku terus-menerus menyuruhku untuk segera menikah... itulah sebabnya aku berpacaran dengan Iin, bukan bermaksud untuk menduakan mu tapi karena keadaan, mengertilah Ais!"
"Maka lupakan aku! Bisa kan?" Andika menggeleng, lalu menarik tubuh ramping itu ke dalam pelukannya, membuat Aulia memberontak ia sampai berani menggigit bahu Andika hingga berdarah. Ia tak tanggung-tanggung melakukannya, perbuatan Andika sungguh membuatnya jijik.
Andika yang merasa kesakitan segera melepaskan pelukannya, meringis kesakitan akibat ulah Aulia dan hanya bisa menatap kepergian Aulia yang semakin hilang dari pandangannya. Pria itu seakan tak pantang, ia berjalan menuju kamar Aulia dan berdiri di balik pintu berwarna coklat.
"Jika bukan karena adat apakah aku harus menyiksa diriku? Ais, Tidakkah kau begitu kejam padaku sampai melupakanku padahal aku begitu mencintaimu, aku tidak bisa melupakanmu... Tolong jangan kau acuhkan aku! Kumohon!" Suara Andika bergetar di balik pintu kamar milik Aulia. Perempuan itu juga menangis di dalam sana merasa kesal dengan semua ini.
"Hahaha, lalu apakah dirimu tidak kejam?" Aulia tertawa meratapi nasib cintanya.
"Tidakkah kau sadar aku pun sangat menderita. Beberapa tahun ini aku sungguh tersiksa karena mu, tersiksa karena perasaan rindu yang tak tersampaikan... Hiks, hiks, hiks bagaimana bisa aku merelakan kamu sementara kamu lah tuan yang telah merenggut sesuatu yang tak seharusnya aku berikan. Bagaimana bisa aku merelakan mu dengan perempuan lain sementara aku sangat menginginkanmu, tapi... Ah sudahlah di antara kita sudah berakhir, kamu telah menemukan pasangan hidupmu begitu pun dengan aku" Jawab Aulia sambil terisak bahkan berbicara pun begitu sulit. Ia merasa ada ribuan bahkan jutaan jarum yang menusuk-nusuk jantungnya, ia sungguh tersiksa.
"Aku pernah menjadi perempuan pemeluk duka. Dan duka, barangkali, dia telah menjadi teman pada hati yang sempat kosong. Di ribuan malam telah aku lalui, tetapi tak ada yang berubah dengan keadaan kita, tetap sama terhalang oleh adat yang dibuat oleh penatua... Dan aku tak pernah ingin merebut mu dari perempuan yang sudah kau pilih, karena aku sadar, kau bukan milikku entah di masa lalu, masa kini maupun di masa depan nanti... Jadi, mari lah untuk saling merelakan dan mari lah menjadi asing agar perasaan di antara kita tidak bersemi di kemudian hari. Aku tidak ingin rasa terluka ini dirasakan oleh orang lain karena kita yang belum usai..." Sedikit bergetar. Namun Aulia menegaskan di setiap kalimat yang teruntai dari bibirnya yang tipis itu.
Perasaannya kini benar-benar tenang dan sangat damai, tak ada lagi rasa sesal, mau pun sakit di lubuk hatinya, semuanya sirna seiring keikhlasan yang telah dia berikan, perasaan memuja kini menjadi biasa saja. Mungkin karena tak ada lagi dendam di hatinya hingga perasaan cinta, rindu, kasih, terhadap Andika perlahan-lahan memudar bahkan kini telah hirap di telan Bumi.
"Jika demikian, maka baiklah! Kita akhiri saja hubungan kita ini, tapi ada satu hal yang harus aku sampaikan dan kamu tidak boleh melarang ku untuk tidak melakukannya" Seakan sakit mengatakannya, tapi ia tidak punya kuasa.
"Apa?"
"Biarkan aku mencintaimu seumur hidupku, dan biarkan aku selalu mengenangmu agar sakit ini tidak terlalu menggerogoti jiwaku"
"Baiklah, tapi kuharap kau bisa menghargai pasanganmu kelak... Agar dia tidak berjuang sendirian di tengah peliknya kehidupan rumah tangga, karena mencintai seorang diri itu sangat menyakitkan"
.
.
.
.
Lanjut part 18