Celsi harus menjalankan misi yang mengharuskannya berhadapan dengan pria berhati iblis—gelap seperti malam dan dingin bak es. Namun, semakin jauh langkahnya, ia terseret dalam pusaran dilema antara sang protagonis yang menarik perhatian dan sang antagonis yang selalu bermain cantik dalam kepalsuan. Terjebak dalam permainan yang berbahaya, Celsi mulai kehilangan kendali atas pilihannya, dan kenyataan semakin buram di tengah kebohongan dan hasrat tersembunyi
#rekomendasi viral
#kamu adalah milikku!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwika Suci Tifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
cemburu ceritanya
"Em Zik, cewek seperti apa yang lo inginkan jadi istri?" tanya Celsi sambil memutari taman bermain, mencari sesuatu yang menarik di matanya.
"Mengandalkan ketenangannya, strateginya. Hanya perempuan dengan otak seperti itu yang layak menjadi istri gue," jawab Zikra yang berhenti berjalan dan menatap Celsi dengan kedua tangannya di saku.
"Perempuan itu mungkin juga tidak akan memilih lo jika lo banyak permintaan. Ditambah lagi, perempuan yang seperti itu licik, yang menandakan kehidupan lo tidak sesederhana yang dipandang orang," ucap Celsi, menatap Zikra.
Celsi baru mengetahui satu fakta yang terungkap dari perkataan Zikra tadi. Padahal, Celsi merasa Zikra hanya lelaki tanpa beban berat dalam hidupnya, karena Zikra selalu menampilkan senyum manis dan keceriaannya.
Celsi juga baru melihat tatapan kesepian sesaat, namun terlihat oleh Celsi, walaupun itu hanya sedetik. Zikra tidak membalas, hanya memberikan senyum, lalu berjalan sambil menggandeng tangan Celsi. Dengan kedua alisnya yang pekat, Zikra melangkahkan kakinya.
Setelah selesai berjalan-jalan dan menaiki beberapa wahana, Celsi pamit pulang, diantar oleh Zikra. Tiba di kediaman, Celsi menatap perempuan yang duduk di ruang tamu, bergelut manja di lengan Xaviar.
Celsi berjalan menuju Xaviar dan perempuan itu, lalu berdiri tepat di depan mereka. "Dia siapa?" tanya Celsi, melirik ke perempuan itu yang masih bergelut manja di lengan Xaviar, dan Xaviar pun tidak menyingkirkan perempuan itu. Padahal, di novel tidak ada satupun perempuan yang diperbolehkan menyentuh Xaviar, namun sekarang apa?
"Gue kekasihnya, Mutia. Dan lo siapa? Kenapa lo ada di mansion ini?" jawab Mutia. Celsi yang mendapatkan jawaban sekaligus pertanyaan dengan wajah angkuhnya merasa kesal entah kenapa.
"Tanya ke dia, gue siapanya?" ucap Celsi, menunjuk Xaviar yang masih fokus ke laptopnya.
"Sayang, beb, punya hubungan sama wanita ini?" Celsi menatap sengit Mutia yang ada di depannya, saat menunjuknya dengan wajah jijik.
"Mainan gue."
Jawaban Xaviar membuat Celsi mengepalkan tangannya, merasa kecewa. Seharusnya Celsi biasa saja saat Xaviar berkata seperti itu, tapi kenapa tubuhnya tidak sesuai dengan apa yang dipikirkannya?
"Oh, mainannya doang, toh," kata Mutia, memandang Celsi dengan senyum kemenangan.
"Sayang, boleh nggak adek mainin juga wanita ini?" tanya Mutia, bergelut manja di lengan Xaviar.
"Tidak ada yang boleh mempermainkannya selain gue," jawab Xaviar, menatap Celsi dengan tatapan datarnya.
"Ihh... sayang mah gitu," kata Mutia, cemberut lalu menatap Celsi sengit.
"Pergi lo dari hadapan gue, ganggu pemandangan saja," usir Mutia, menatap Celsi dengan jijik.
"Lo siapanya gue sampai lo berani ngusir gue?" tanya Celsi, lalu duduk di depan Mutia dengan kedua tangan yang dilipat.
"Gue atasan lo. Karena lo itu mainan dari kekasih gue, maka gue juga atasan lo, jalang," Mutia menatap Celsi dengan senyum sinis.
"Oh gitu, tapi gue nggak ada tuh nerima uang dari lo, jadi gue nggak berkewajiban nurut sama lo," ucap Celsi, lalu memajukan wajahnya ke depan menyulut emosi Mutia.
Celsi tersenyum puas saat melihat wajah Mutia memerah dengan tangan yang tergepal.
"Oh, bukannya lo yang jalang? Lihat aja tuh pakaian, kurang bahan atau kurang uangnya?"
"Prak..."
Pipi kanan Celsi tertoleng ke samping saat tidak siap menghindari tanparan dari Mutia.
"Prak..."
Xaviar menampar balik Mutia dengan keras.
"Tidak ada yang boleh nyiksa mainan gue selain gue."
Xaviar menatap tajam Mutia, lalu kembali menampar pipi bagian kanan dan kiri Mutia secara berturut-turut.
"Prak..."
"Prak..."
"Prak..."
"Prak..."
Celsi menahan tawa saat melihat kejadian langsung yang sungguh lucu. Bayangkan saja, ada orang yang ditanpar bolak-balik tanpa henti, gimana tuh gambaran lucunya, bukan?
Sampai akhirnya, Mutia terjatuh ke lantai dengan pipi yang bengkak dan memerah.
"Pergi!" usir Xaviar, sambil mengarahkan jari telunjuk di tangan kanannya ke arah pintu luar mansion.
"Maaf, sayang, hiks... hiks... adek nggak bakal ngulangin lagi, hiks... hiks..." ucap Mutia dengan air mata membasahi pipinya dan hidung yang memerah.
Jujur saja, di pandangan Celsi, Mutia sangat seksi dengan payudara yang besar, tubuh ideal bak gitar Spanyol, dan wajah yang cukup cantik dengan bibir yang sangat menggoda.
"Pengawal, usir wanita ini!" perintah Xaviar.
Segera dua orang pengawal menyeret tubuh Mutia tanpa perasaan ke luar.
Celsi menahan tawa lagi saat Mutia dihempaskan tanpa perasaan oleh dua pengawal tersebut di depan pintu masuk.
"Sudah puas senyumnya, Hem..." bisik Xaviar, yang memeluk tubuh Celsi dari belakang.
Celsi menegang sekaligus geli, bukan karena bisikan itu, tapi karena jilatan yang dilakukan Xaviar di telinganya.
"Awas..." bentak Celsi, berusaha menyingkirkan tangan Xaviar yang memeluk perutnya.
Xaviar tidak berpengaruh terhadap pergerakan Celsi. Lalu menggigit leher jenjang Celsi, sesekali menghirup aroma yang dikeluarkan oleh tubuh Celsi.
Celsi met ngeliat saking gelinya, berusaha keluar dari pelukan Xaviar, dan sampai akhirnya terdengar suara Reyhan yang berteriak heboh.
"Oh my God, lihat keadaan dong kalau mau, ehm... ehm...."
"Gue tahu, pasti kalian mau merasakan bagaimana melakukan hubungan di ruang tamu, tapi tutup pintunya dong. Kalau lo bukan sahabat gue, udah gue tonton adegan live ini dan gue bisa melihat berapa ganasnya dan besarnya punya lo dan cewek lo yang mendesah," ucap Reyhan secara blak-blakan.
Xaviar menatap tajam Reyhan, tanpa perasaan melemparkan pisau lipatnya ke lengan Reyhan.
"Aw..."
"Gue ingin menonton live tubuh lo yang terlajang dengan luka yang gue buat dan rintihan kesakitan lo," ucap Xaviar, tersenyum miring lalu mendekati Reyhan.
"Ampun... enggak lagi - lagi deh."
Reyhan bersujud di kaki Xaviar dengan wajah merasa bersalah.
Xaviar menendang wajah Reyhan yang membuat hidung Reyhan mengeluarkan darah.
"Ada laporan," ucap Xaviar tanpa memedulikan keadaan Reyhan.
"Ada," jawab Reyhan cepat.
"Ok, selesaikan di ruangan gue."
Setelah itu, Xaviar pergi dari ruang tamu yang diikuti oleh Reyhan sambil memegang lengannya yang kembali berdarah akibat ulah Xaviar. Padahal Reyhan baru saja keluar rumah sakit setelah kejadian kemarin, namun sekarang Reyhan kembali mendapatkan luka. Miris sekali, bukan hidupnya?
Celsi mengusap-usap lehernya yang sampai sekarang masih merinding. Bahkan bulu kuduk Celsi berdiri dibuatnya.
"MATILAH XAVIAR BATU, ANJING, FUKS!"
Setelah memaki Xaviar dan memberikan jari tengahnya, Celsi berlari menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dari semua hal yang disentuh Xaviar.
"Iih geli amat, tapi ada sedikit enak juga, tapi enggak lah masa enggak," domel Celsi yang telah selesai mandi dan kini duduk sambil memandangi wajahnya di kaca rias.
"Tadi juga, kenapa gue kecewa?" gumam Celsi masih menatap pantulan dirinya di kaca.
Celsi menutup matanya, berusaha melupakan kejadian tadi, sama seperti yang biasa Celsi lakukan agar hidup tidak terbayang oleh masa lalu.
Celsi juga berusaha untuk tidak drop ataupun stress agar kejadian di masa lalu tidak menghantui pikiran Celsi membuat Celsi kembali mengingat semua kejadian yang negatif walaupun sekecil apapun.
Kapan cerita ini berakhir ? Apa sampai sekarang tidak ada benih cinta dalam hati Xaviar ? Padahal Celsi menganggap perjalanan ini cukup mudah karena hanya perlu membuat Xaviar mencintainya walaupun itu kecil.
Padahal Xaviar telah menciumnya dan juga ilusi yang kemarin berhubungan badan. Jika Celsi yang berada di posisi Xaviar mungkin Celsi tidak akan melakukan hubungan ataupun mencium seseorang tanpa memiliki perasaan, yang ada hanya jijik jika tidak menyukai seseorang melakukan itu.
Sungguh Celsi tidak tau dengan pemikiran kaum laki - laki dan juga reaksi tubuh kaum laki-laki terhadap perempuan.
" Hufff..."
Celsi menghela nafas panjang setelah itu turun kebawah untuk makan malam.
" Udik Lo makin hari makin cantik aja, tapi sayang Lo deso "
Celsi hanya memberikan senyuman lebarnya lalu duduk di depan Xaviar.
Mengambil lauk pauknya tanpa bersuara dan makan dalam diam.
" Diam Baek udik " ucap Reyhan lagi memandang Celsi yang diam saja.
Celsi menatap Reyhan sekilas sebelum kembali makan tanpa melihat Xaviar ataupun Reyhan yang menyegitkan dahinya.
" Udik Lo bisu ya " tanya Reyhan lagi namun tidak ada balasan dari Celsi yang membuat Reyhan kesal.
" Au ah "
Setelah itu Reyhan kembali makan. Setelah acara makan selesai Reyhan pamit pulang.
Tinggal Celsi dan Xaviar yang berada di ruangan tengah.
" Xaviar boleh nggak gue pergi ke Padang " izin Celsi menatap Xaviar dengan tatapan memohon.
" Bulan depan " jawab Xaviar sebelum akhirnya meninggalkan Celsi sendiri di ruangan tengah.
Xaviar menuju parkiran untuk membantai seluruh keluarga Atur sampai akar-akarnya agar suatu hari tidak ada lagi yang akan membalas dendam sama seperti yang terjadi dulu
Di pagi yang cerah Celsi kembali melihat Mutia yang duduk berhadapan dengan Xaviar sambil memberikan makanan di piring Xaviar begitu juga dengan lauk pauknya.
Suasana semangat dan cerah Celsi hilang karena melihat adegan yang berada didepannya.
" Nih juga kenapa gue jadi badmood ?" Batin Celsi dengan aneh lalu berjalan menuju ruang makan.
Tanpa menyapa Celsi duduk di sebelah Xaviar.
" Nggak sopan jadi orang, nggak punya tatakrama Lo " sindir Mutia yang tidak didengar Celsi masih asik mengambil lauk pauknya.
" Oh bisu Lo "
Celsi hanya diam saja membuat Mutia tersalur emosi yang ditahannya dengan mengertakkan giginya. Mutia menatap Xaviar dengan senyum manisnya.
" Sayang ini dasinya nggak benar, biar adek benerin ya " ucap Mutia dengan suara yang di imut - imut kan.
Yang terdengar oleh Celsi adalah suara tikus kejepit.
Mutia berjalan melongok - lenggokkan badannya dan berjalan kearah Xaviar, lalu membenarkan dasi Xaviar yang saat ini berdiri sambil menempelkan dua buah payudaranya di dada bidang Xaviar dan melok - lenggokkan badannya hingga mengerakkan kejantanan Xaviar dan payudara yang bergoyang- goyang, agar menyulut gairah Xaviar.
" Ah..."
Bahkan Mutia mendesah agar Xaviar bergairah.
Mutia memegang dada bidang Xaviar dengan tangan yang menggoda, bahkan ritmik tubuhnya makin menggoyangkan bagian bawahnya yang menempel dengan Xaviar agar kejantanan berdiri namun Xaviar mendorong Mutia hingga terhempas ke lantai.
Dan Xaviar menatap Celsi yang menonton tanpa melakukan apapun. Xaviar menarik pergelangan tangan Celsi ke kamarnya.
Mutia yang melihat itu menatap kesal dan juga mengepalkan tangannya menatap penuh dendam pada Celsi.
" Dasar jalang, lihat pembalasan gue " gumam Mutia dengan marah dan memukul lantai dengan kedua tangannya sebelum kembali berdiri.
Celsi hanya diam saja saat dibawa Xaviar, sungguh tadi saat melihat itu Celsi merasa marah dan juga ingin menjambak rambut Mutia bahkan ingin menamparnya namun di tahan yang hanya bisa mengepalkan tangannya.
Tiba dikamar Xaviar menghempaskan tubuh Celsi keranjang dan menindihnya. Xaviar mencium bibir Celsi tanpa memberikan waktu luang.
Celsi membiarkan saja, sampai akhirnya ciuman itu terlepas, barulah Celsi berkata.
" Gue lagi haid " jawab Celsi dengan santai.
" Sial "
Xaviar beranjak dari ranjangnya dan akhirnya menuju kamar mandi.
" Dia kenapa ?" Tanya Celsi dengan polos.
" Tuan pemeran utama laki-lakinya terbangkit gairah, hal itu efek dari obat yang kita berikan kemarin dan efek itu akan hilang setelah seminggu "
Celsi yang mendengar perkataan system menganggukkan kepala.
" Tuan selama seminggu tuan harus berhati-hati karena sedikit saja membangkitkan gairah maka akan fatal akibatnya dengan keperawanan tuan. Setelah seminggu tuan akan aman karena pemeran utama laki-lakinya tidak lagi terkena efek "
Celsi menganggukkan kepalanya mengerti atas ucapan System segera Celsi pergi dari kamar Xaviar menuju kamarnya.
Celsi berpapasan dengan Mutia yang menatapnya sinis.
" Awas aja Lo gue akan buat Lo menderita " ucap Mutia menatap tajam Celsi sambil menunjuk dada Celsi.
Celsi menatap malas Mutia, Celsi memutar bola matanya malas.