NovelToon NovelToon
Pria Pilihan Sang Perawat

Pria Pilihan Sang Perawat

Status: tamat
Genre:Romantis / Komedi / Tamat / Nikahkontrak / Cintamanis
Popularitas:474.7k
Nilai: 4.9
Nama Author: SHIRLI

Cantik, cerdas dan mandiri. Itulah gambaran seorang Amara, gadis yang telah menjadi yatim piatu sejak kecil. Amara yang seorang perawat harus dihadapkan pada seorang pria tempramental dan gangguan kejiwaan akibat kecelakaan yang menimpanya.

Sanggupkah Amara menghadapi pria itu? Bagaimanakah cara Amara merawatnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SHIRLI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Balikin pisang gue!

Astagfirullah ...! geram Amara dalam hati sambil menggelengkan kepalanya, melihat kelakuan Dimas yang lagi-lagi membuatnya mendadak naik darah. Ia mendesah kasar sambil menggemertakkan giginya. Jengkel. Amara benar-benar jengkel.

"Kok diganti lagi sih, Mas? Ini sudah yang ke tujuh kalinya Mas Dimas mengganti halaman. Lima kali merobek kanvas dan mematahkan empat biji kuas. Kalau ganti-ganti terus kapan kelarnya! Aku capek. Badan aku sudah pegal. Ketiak aku sudah basah! Sekarang mau apa lagi, coba!" protes Amara sambil memasang wajah sangar. Bahkan kedua tangannya berani berkacak di pinggang.

"Eit, nggak ada protes! Lo yang mau gue melukis, kan? Jadi, terima konsekuensinya." Dimas terseyum puas sebab berhasil membuat Amara kesal.

Merasa dikerjai habis-habisan membuat Amara ingin menimpuk wajah lelaki itu dengan pisang. Mungkin saja dengan begitu rasa lelahnya akan terbayar dengan melihat wajah Dimas yang kotor dipenuhi bercak pisang.

Namun apalah daya, ia tak memiliki cukup nyali untuk melakukan itu, jadi tak ada pilihan selain mengikuti keinginan Dimas. Mengatas namakan kesembuhan dan martabatnya sebagai perawat, Amara bersedia melakukan apapun. Bahkan diperlakukan tidak manusiawi sekalipun. Menyebabkan!

"Kenapa berubah lagi, sih?" protes Dimas sambil berkacak pinggang dengan mata menyorot tajam ke arah Amara yang sedang manyun. Seolah tak ingin kalah dengan Amara, ia pun memasang mimik lebih garang dari perawatnya. Rasain lo! Emang enak kena omel mulu. Siapa suruh galak-galak sama majikan. Yang ada tetep gue dong yang menang, haha!

"Cepet! Balik lagi ke posisi awal!" bentak Dimas dengan nada penuh tuntutan.

Meski dengan raut kesal dan menyebik, tapi Amara tetap patuh pada Dimas. Gadis itu kembali berpose persis seperti yang Dimas minta.

"Woy! Monyongin lagi dong itu bibir! Nggak kelihatan dari sini."

Amara sontak menoleh pada Dimas dengan tatapan tidak suka. Monyongin bibir? Nggak salah! Ya Allah, beneran pengen nampol nih orang deh, ngeselin banget. batin Amara kesal.

Menyesal rasanya telah memaksa Dimas untuk melukis. Semula Amara berpikir, dengan cara ini bisa berpengaruh baik terhadap kondisi kesehatan psikis Dimas. Namun siapa sangka, lelaki itu malah memanfaatkan hal ini untuk mengerjainya. Seenaknya saja pria itu menjadikannya patung dadakan untuk memenuhi hasrat gilanya.

Sambil memainkan kuasnya, rupanya diam-diam Dimas memperhatikan seperti apa kesalnya gadis itu. Sesungguhnya ia sadar jika ini adalah salah. Ia mempermainkan perasaan Amara dengan mengerjainya berulang kali. Menyuruhnya melakukan hal-hal menggelikan. Dan bahkan memaksanya melakukan hal yang tidak Amara suka.

Namun anehnya Dimas begitu menikmati itu semua. Hari ini terasa berbeda dari biasanya. Ia merasa terhibur seolah tanpa beban. Ia bisa menangis, terseyum, bahkan tertawa lepas. Tentunya semua ini tak luput dari peranan besar perawat itu dalam berusaha.

Dimas terseyum melihat Amara yang tampaknya tengah melamun. Sebenarnya ia belum puas bermain-main dengan gadis itu. Namun melihat wajah lelah Amara entah mengapa membuatnya merasa iba.

Detik dan menit pun berlalu. Amara tetap menjalaninya dengan berusaha sabar. Sambil berdzikir dan tak lupa memanjatkan doa yang ia bisa di dalam hati, agar penyiksaan ini segera berakhir.

"Selesai ...."

Suara Dimas yang memecah keheningan membuat Amara terperanjat. Gadis itu mengerjap tak percaya, lantas menatap Dimas dengan ekspresi penuh tanya.

"Ini beneran sudah selesai? Sudah boleh bergerak?"

"Lo nggak dengar gue bilang apa? Kalau selesai, ya selesai. Kalau lo masih pengen mematung di situ ya terserah!"

Ish nggak berperasaan banget sih! Sudah dibantuin sedemikian rupa, bukannya bilang terima kasih. Meski menggerutu dalam hati, namun Amara juga merasa lega, akhirnya kegiatan membosankan ini terlewatkan juga.

Amara menggeliat untuk meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Melihat pisang di tangan, entah mengapa ia tiba-tiba ingin memakannya. Sehingga tanpa berpikir panjang, ia pun mengupas dan memakannya hingga tandas.

"Hey, ke sini lo!" panggil Dimas pada Amara yang tengah duduk pada kursi di samping kolam. "Lo nggak pengen lihat maha karya terindah di seluruh jagat raya?" tanyanya penuh percaya diri.

Dengan rasa penasaran Amara pun segera bangkit dan mendekati Dimas setengah berlari. Ia terlihat begitu antusias saat akan melihat hasil sapuan kuas tangan Dimas. Ia bahkan sudah sangat penasaran ingin melihat seperti apa gambar dirinya.

Senyuman Amara terkembang senang saat beradu tatap dengan Dimas. Melihat ekspresi pria itu yang begitu percaya diri, sudah bisa dipastikan jika hasil kreativitasnya itu memuaskan.

Namun saat Amara telah melihat hasilnya, senyum di wajah gadis itu pun memudar berganti ekspresi tegang penuh kekesalan.

"Jadi ini yang Mas Dimas bilang maha karya!" Dengan wajah merah padam, Amara menunjuk gambar itu sambil menatap Dimas dengan geram.

"Iya." Dimas menjawab tegas dengan mimik wajah lugu. Sesaat kemudian ia tersenyum sambil mendekatkan hasil lukisannya pada Amara. "Bagus kan? Gue tau, lo kagum dengan hasil karya gue. Ya kan ya kan ,,,?" godanya dengan nada riang sambil mengedipkan mata.

Amara mengepalkan tangan sambil menggemertakkan gigi. Lantas menatap Dimas dengan sorot mata tajam. "Tiga jam, Mas!" geramnya sambil menunjukkan tiga jarinya. "Selama tiga jam Mas Dimas melukis, dan hasilnya cuma ini? Lalu untuk apa saya capek-capek berdiri mematung sampe pegal, gerah, keringatan, kalau nggak masuk ke dalam lukisan!"

"Hey, siapa juga yang mau melukis lo?" protes Dimas tak kalah geram. Ia bahkan memutar tubuh dan berhadapan tepat dengan Amara. "Gue cuma minta lo jadi model doang, kan? Siapa yang bilang mau masukin lo ke dalam lukisan? Nggak ada, kan? Terus salahnya di mana?" terangnya tanpa rasa bersalah. Bahkan melipat kedua tangan sambil membusungkan dada begitu bangganya.

Amara hanya bisa menahan kesal sambil mengepalkan tangan dengan gigi menggemertak jengkel. Percuma juga berdebat dengan lelaki gila! Meski sampai mulutnya berbusa, ia takkan bisa menang melawannya. Justru hanya akan membuang waktu dan tenaga.

"Tuh mirip banget sama aslinya, kan? Lo bandingin aja dengan aslinya." Dimas menaruh lukisannya kembali ke tempat semula. Ia lantas menoleh pada Amara dan menatap tangan kosong gadis itu dengan wajah heran. "Sekarang pisangnya mana? Gue mau bandingin hasil lukisan sama yang aslinya." Dimas menadahkan tangan, siap menerima pisang itu dari Amara.

Hal itu sontak saja membuat Amara membeliak, mengingat jika pisang itu telah berpindah ke perutnya. Ia tergagap dengan bola mata membulat sempurna. "Pp-pisang, Mas?" tanyanya dengan terbata.

"Iya, pisang yang tadi. Mana?" tanya Dimas dengan nada tegas. Tangannya yang masih menggantung di udara itu bergerak-gerak jemarinya, seolah-olah sudah tak sabar menerima pisang dari Amara.

Melihat ekspresi Dimas membuat wajah Amara seketika memucat. Tak berani menjawab, gadis itu hanya meringis sambil mengepalkan kedua tangannya.

Ekspresi aneh Amara itu rupanya tak luput dari pengawasan Dimas. Lelaki itu kemudian menyipitkan mata, menatap Amara dengan penuh curiga.

"Mana pisangnya?" tanya Dimas tak sabaran.

Amara mengatupkan bibir lalu menundukkan kepala.

"Hey!" bentak Dimas yang sontak membuat Amara mendongak.

"He-he. Sudah saya makan," lirih Amara, kemudian tertunduk dan menggigit bibir bawahnya.

"Hah! Dimakan?" teriak Dimas tak percaya. Pria itu lantas memeriksa tubuh Amara dengan seksama, bahkan membuka dua kantong pada pakaian dinas itu namun tak menemukan pisangnya di sana. Dimas terlihat sangat kesal sampai-sampai mendorong tubuh Amara meskipun tidak dengan gerakan kuat. "Kok dimakan, sih! Memangnya nggak ada pisang lain!"

"Kan sudah nggak kepakai, jadi saya makan ...." Amara menjawab takut-takut. Ia memberanikan diri mengangkat pandangan dan menatap Dimas di depannya.

Dimas menggeram kesal. Tangannya pun bergerak meremas lengan Amara hingga gadis itu meringis menahan sakit. "Dari begitu banyak pisang, kenapa juga pisang lukisan gue yang lo makan!"

Mendesah kasar, Dimas lalu mengusap kepalanya yang telah ditumbuhi bulu-bulu halus. "Balikin enggak!" tanyanya dengan mata membelalak dan nada mengancam.

Amara menarik tangannya berusaha melepaskan diri meskipun sia-sia saja. Tatapan Dimas yang tajam penuh ancaman itu membuat nyalinya menciut.

"Maaf Mas, saya nggak sengaja. Kalau pun mau dibalikin, dibalikinnya kayak gimana? Dimuntahin?"

Mendengar ucapan Amara, Dimas sontak melepaskan gadis itu sambil meringis jijik. "Jorok lo!" makinya sambil menatap Amara kesal.

Amara memberengut sambil menundukkan kepala. Lalu mendongak menatap Dimas yang sedang membuang muka. "Ma-af," ucapnya kemudian dengan mimik wajah penuh sesal.

Dimas menghela napas kasar, lalu menoleh menatap Amara. "Maaf buat apa?" tanyanya ketus.

"Buat pisang tadi, hehe," balas Amara sambil nyengir.

"Heleh ..." desah Dimas sambil memutar bola mata malas. Sesaat kemudian kembali menatap Amara sambil tersenyum. "Udah gue maafin," ucapnya kemudian dengan nada santai.

"Hah? Beneran?"

"Iya."

Terperangah, Anara langsung menutup mulutnya yang ternganga. Ia seperti tak percaya, ternyata Dimas yang gila begitu mudah memaafkan. Saking senangnya, Amara bahkan tertawa senang sambil menepuk bahu Dimas agak kencang. "Terima kasih ya, Mas. Terima kasih ... he he."

"Apaan sih, woy!" Dimas mendorong pundak Amara pelan agar gadis itu sedikit menjauh, lantas menatapnya penuh peringatan. "Jangan ngelunjak lo, ya. Mentang-mentang udah gue maafin, pakai berani mukul-mukul," tuturnya sambil menunjuk wajah gadis itu.

"Hahaha, lupa."

"Lupa, lupa. Entar kebiasaan jadi pelupa. Belum juga tua, udah pikun aja."

Meski kata-kata Dimas selalu tajam dan menyakitkan, entah mengapa Amara suka. Gadis itu malah tersenyum menanggapi omelannya. Jujur, sifat Dimas yang ceplas-ceplos mengingatkan Amara pada Juan yang begitu ia rindukan. Setidaknya ia merasa Juan selalu ada bersamanya.

Amara membelalakkan mata saat melihat Dimas yang tengah bersiul sambil melipat tangannya. Ada yang berbeda di sana. Dan itu membuat matanya berbinar senang. "Mas Dimas. Tangan kamu--"

Dimas langsung menoleh pada Amara, lantas mengikuti arah pandangan gadis itu yang ternyata tertuju pada tangannya. Seolah baru tersadar, Dimas pun segera membuka telapak tangannya dan memandanginya bergantian. Mulut pria itu ternganga tak percaya dengan bola mata membulat sempurna. Ia menatap takjub pada perkembangan dua tangannya.

Pria itu sontak menatap Amara dengan bibir tersenyum lebar. Lantas tanpa sadar menangkup bahu gadis itu lalu mengguncangnya dengan ekspresi senang.

"Tangan gue udah sembuh, Mara. Tangan gue udah nggak gemetaran lagi! Gue seneng, Amara! Gue seneng!"

"Iya Mas. Aku juga ikut seneng." Amara menjawab mantap sambil menyunggingkan senyuman. Keduanya lantas tertawa bersama larut dalam euforia kebahagiaan.

Dimas masih seperti tak percaya. Ia kembali memandangi kedua tangannya dengan raut wajah bahagia.

"Kok gue baru nyadar kalau tangan ini udah nggak gemetaran lagi, loh. Sumpah." Dimas tersenyum senang sambil menoleh pada Amara. Ia menghela napas lega lalu menunjukkan senyum termanisnya pada gadis itu. "Makasih ya, lo sudah bikin kesehatan gue banyak kemajuan sampai detik ini," ucapnya kemudian dengan nada pelan. Namun tersirat dari sorot matanya, Dimas benar-benar tulus mengucapkannya.

"Hahaha," Amara justru tertawa pongah menanggapi ucapan Dimas. Sulit ia percaya, Dimas bahkan mengucapkan terima kasih kepadanya. Manis sekali, bukan? Apa ini tanda-tanda kesembuhannya secara total? Semoga saja. Terima kasih ya Allah, engkau telah mengabulkan doa-doa hamba.

"Sama-sama, Mas," balas Amara dengan tulus pula. "Aku seneng kalau Mas sembuh. Intinya, kesembuhan itu datangnya dari niat kita juga. Harus tetap semangat untuk menyongsong masa depan. Jangan terlalu larut dalam kesedihan. Apa lagi meratapi yang telah berlalu." Amara berucap setengah memberikan wejangan. Namun Dimas justru menyebik, lantas membuang muka dengan angkuhnya.

"Kalau gitu saya masuk dulu ya Mas," pamit Amara, lantas memutar tumit dan berbalik badan.

"Eh, mau kemana lo?" tanya Dimas sambil menarik ujung jilbab Amara hingga membuat gadis itu menahan langkahnya.

Amara menoleh dan menatap pria bercelana pendek di belakangnya itu dengan wajah memelas. "Mau mandi sebentar Mas, badan sudah gerah ...!"

"Entar aja mandinya, bikinkan gue camilan dulu. Gue pengen ngemil."

"Camilan? Tapi saya nggak bisa bikin kue Mas,"

"Yang nyuruh lo bikin kue, siapa?! Gue cuma minta lo bikinkan gue pop corn!

Bersambung

1
Sumarni Tina
akhirnya Dimas ketahuan
Sumarni Tina
Luar biasa
Enjelika h
Lumayan
Sulistiawati Kimnyo
semangat lg kakak....
Via
kebanyakan dram jd bosen bacanya
Via
huhhh TOLOL si Amara goblok anjing gitu aj mau ngalah setan😤😤😤😏😏😏
Firda Fami
dah tinggalin aja tuh si Dimas biar mati sekalian 👿
beybi T.Halim
gak asek .., karakter wanitanya seharusnya keren.,barbar dan gak gampang ditindas.,biasanya anak yatim-piatu itu punya sifat yg keren😊
Fa Rel
amara bodoh mending minta cerai biarin dimas nyesel seumur idup
Fa Rel
rasain lu dimas emang enak di.bhongin biar amara ma juan aja lah dripada.ma.dimas g tau trima kasih
Zahra Cantik
masa udah tamat thor 😔😔
kasih bonus dong 😘😘😘
Nina Latief
Lanjut thooorrr...nanggung nih
Bagus X
tamat ?
😨😨
Bagus X
wah wah wah,,tanda tanda wereng coklat ini😌
Bagus X
💖💞👄
Bagus X
eeelahdalah,,,
Bagus X
wadaw,,dalem bngeeeet
Bagus X
😁😁😁😁😁😁😁😁 sa ae mu Thor idenyaaa
Bagus X
ooohhhh,,,so swiiiitttt 😜
Bagus X
ya'ampun othooor,,,benar benar tega dehhh🤦
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!