Pria Pilihan Sang Perawat
Seorang pemuda dengan postur tinggi dan tubuh proporsional tengah berdiri di depan sebuah cermin besar sebuah walk in closed di kamarnya. Tangannya bergerak perlahan memasang kancing jas berwarna navy yang sedang ia kenakan. Senyum yang terkembang di bibir, kian membuat wajah tampan itu semakin terlihat menawan.
Sambil bersiul, pria bernama Dimas itu menata surai hitamnya sebagai bagian terakhir merias diri. Ia terlihat begitu senang hari ini. Wajahnya tampak berseri-seri sejak bangun tadi.
Dimas meraih sebuah kotak cincin berwarna merah yang terletak di atas nakas. "Tunggu aku Naura sayang. Aku akan melamarmu hari ini," ucapnya pelan usai mengecup kotak cincin itu disertai senyuman.
Dimas pun lantas bergegas keluar dari kamar setelah memastikan penampilannya hari ini sudah sempurna. Ia berlari menuruni tangga dengan ekspresi penuh bahagia. Tak lupa pula sebuah senyuman yang sangat manis ia persembahkan pada Bi Eli yang berdiri di bawah tangga.
Wanita paruh baya dengan celemek polos menempel di badan itu tersenyum kecut dengan kening yang berkerut melihat tingkah polah majikannya yang tak terlihat seperti biasa. Pandangannya mengikuti Dimas yang menuruni tangga hingga berhenti di depannya.
"Sepagi ini Mas Dimas sudah rapi aja, mau kemana sih Mas?" wanita yang mencepol rambutnya asal itu akhirnya bertanya dengan wajah penasaran. Tak biasanya anak majikannya itu sudah terlihat rapi di pagi buta seperti ini.
Tersenyum, Dimas lantas merogoh sesuatu di balik jasnya dan mengeluarkan sesuatu dari sana. "Aku mau lamar Naura hari ini, Bi," jawabnya sambil menunjukkan kotak cincin di tangannya. "Cantik nggak?" tanyanya kemudian meminta pendapat usai membuka penutupnya.
Eli mendekatkan wajahnya ke arah kotak cincin itu. Sesaat kemudian wanita berbadan ramping itu tersenyum sangat manis sambil mengangkat pandangannya menatap Dimas. "Cantik Mas. Cantik banget," balasnya begitu riang.
"So pasti dong Bi, ini pilihan aku sendiri ...." Dimas tersenyum bangga sambil mengedipkan sebelah matanya. Tangannya lantas bergerak menutup kotak cincin itu sebelum kemudian menyimpannya kembali.
"Tapi Mas, kok sepagi ini? Apa Mbak Naura sudah bangun?" Eli pada akhirnya memberanikan diri untuk bertanya setelah berpikir beberapa saat. Dan guratan yang tercetak di wajah nyaris keriput itu menunjukkan sejejak keraguan.
Mengerutkan kening, sesaat kemudian tawa Dimas meledak. "Bibi ,,, Bibi. Masa iya jam segini Naura belum bangun sih. Dia itu wanita yang disiplin. Dia selalu rutin bangun pagi. Lagi pula aku mampir ke toko bunga dulu sebelum ke rumah dia. Aku pikir milih bunga itu cukup menyita waktu. Jadi kuputuskan untuk berangkat lebih awal."
"Pakai bawa bunga segala Mas? Ih romantis banget."
"Iya dong. Malah aku berencana menemaninya sepanjang hari ini," balas Dimas sambil bersedekap dada dengan gaya keren sambil memainkan alisnya naik turun. "Udah ah, Bi. Aku mau cepet berangkat karena takut telat." Dimas mencondongkan tubuhnya ke arah Eli kemudian berucap setengah berbisik. "Doakan aku, ya."
Eli menyunggingkan senyum sambil mengacungkan jempolnya. "Beres, Mas. Bibi selalu mendoakan yang terbaik untuk Mas Dimas."
"Makasih Bi. Bi Eli memang daebak, deh," ucap Dimas sambil mengacungkan dua jempol tangannya, lalu berlalu pergi meninggalkan sang asisten rumah tangga dengan penuh semangat.
Sementara Eli masih berdiri di tempatnya. Mengekori langkah sang majikan melalui pandangan sambil tersenyum senang. Karena baginya, kebahagiaan Dimas adalah kebahagiaannya juga. Sebab, setelah sekian lama merawat Dimas dari ia kecil hingga dewasa kini, membuatnya merasa Dimas itu seakan putranya sendiri.
***
Sebuah mobil sport berwarna biru tampak melaju membelah keramaian jalan ibu kota dengan kecepatan sedang. Setelah beberapa lama menempuh perjalanan akhirnya berbelok dan berhenti di pelataran sebuah rumah mewah yang terletak di pinggiran kota.
Pintu di bagian depan yang terbuka menampakkan Dimas yang tengah keluar dari sana. Tangannya memegangi sebuah buket cantik dari bunga mawar merah yang masih segar dan dihias begitu cantik.
"Tunggu aku, Sayang. Kau pasti terkejut melihat kedatanganku. Aku sengaja berbohong kepadamu pergi ke Singapura demi untuk memberikan kejutan ini," gumam Dimas selagi melangkah mendekati rumah.
"Eh tunggu." Dimas menghentikan tangannya yang sudah akan menekan tombol bel. Sambil mengepalkan tangannya ia pun berpikir. "Bukankah ini kejutan? Seharusnya di hari spesial ini, caraku datang harus spesial juga dong." Dimas tersenyum sambil menjentikkan jarinya. "Baik. Aku akan masuk dengan cara yang berbeda," gumamnya sambil tertawa geli saat membayangkan hal yang akan dia lakukan.
Tanpa pikir panjang Dimas langsung melangkah ke samping rumah. Dengan mengendap-ngendap ia melewati samping rumah menuju area belakang. Sebagai kekasih dari pemilik rumah, ia tentu hapal setiap setiap jengkal bangunannya sebab tak terhitung lagi berapa kali ia datang ke sana.
Area belakang rumah adalah tempat inti sang pemilik rumah melakukan aktivitas di pagi hari. Jadi ia bisa pastikan jika pintu belakang tidak dalam keadaan terkunci.
Dimas tersenyum saat mendapati sang pujaan hati tengah berdiri di sisi pantry dengan pakaian tidur yang mini hingga memperlihatkan dengan jelas sepasang kaki jenjangnya yang indah. Rambut pirang sebahunya yang disisir rapi dibiarkan tergerai bebas, jatuh dan membingkai wajah cantiknya saat sedang menunduk. Sementara jemari lentiknya tampak menari indah kala sedang mengaduk kopi panas dalam cangkir.
Ruangan yang didominasi kaca tebal transparan membuat Dimas bisa melihat dengan jelas seluruh aktifitas kekasihnya yang berada di dalam.
Eh tunggu. Kok cangkirnya dua? Bukankah Papa Mamanya sedang pergi ke luar kota? Lalu untuk siapa satu cangkir kopi yang lainnya? Dimas yang sudah hampir memutar pegangan pintu mendadak mengurungkan niatnya.
Alisnya tampak menukik tajam tatkala mengawasi gadisnya dari tempat ia berdiri. Terlebih saat sesosok pria yang bertelanjang dada tampak muncul dengan rambut setengah basah. Lantas dengan begitu agresifnya memeluk sang gadis dari belakang. Bahkan Naura tampak tersenyum senang, lantas mendongak dan menghadiahi satu kecupan lembut di pipi sang pria.
Terang saja hal itu membuat Dimas murka bukan kepalang. Melihat bahasa tubuh keduanya yang tampak begitu mesra sudah bisa dipastikan jika itu bukanlah hubungan yang biasa. Lantas selama ini hubungan mereka dia anggap apa!
Seketika wajah Dimas tampak merah padam dengan rahang mengetat penuh kemarahan. Tangannya meremas buket bunga yang ia genggam. Ia menghentakkan pintu kaca itu dengan keras hingga menimbulkan suara, sebelum kemudian berbalik badan dan meninggalkan tempat itu dengan tergesa.
Tak ia hiraukan lagi suara Naura yang berteriak memanggil namanya dan memberikan penjelasan. Sudah cukup ia tahu kebusukan wanita cantik yang selama ini dicintainya.
Dimas membawa mobilnya pergi dengan kecepatan tinggi. Tanpa arah tujuan dan pikiran yang tenang, ia mengendarainya tanpa mengenakan sabuk pengaman.
Tak ada lagi kebahagiaan. Semua telah berubah menjadi luka dan ribuan rasa kecewa. Niat untuk melamar kini telah sirna, berganti dengan keinginan kuat untuk lenyap dari dunia selamanya.
Bersamaan dengan itu, Dimas yang sedang tidak fokus berkendara tak menyangka jika mendadak ada seorang penyeberang jalan tiba-tiba melintas begitu saja di depannya.
Kepanikan pun tak terelakkan. Tak ingin sesuatu yang buruk terjadi, ia segera membanting setir tanpa pikir panjang lagi. Meski dalam keadaan marah, tapi naluri kewarasannya masih bekerja dengan baik hingga membuatnya tetap sadar. Ia memang ingin mati, tapi tak sedikitpun berniat untuk mencelakai seseorang untuk mengantarkan nyawanya.
Karena tingginya kecepatan mobil yang dikendarainya membuat Dimas tak mampu mengendalikan. Mobil itu tampak oleng sebelum kemudian menabrak pembatas jalan.
Tak berhenti sampai di situ, sport car berwarna biru itu tetap meluncur bebas dan bahkan melayang ke udara. Posisi yang tak sempurna membuat pendaratannya pun terjadi dengan tidak baik. Mobil itu terjun bebas dengan posisi yang menukik, hingga bagian depan yang terlebih dulu membentur jalan.
Suara raungan mesin terdengar semakin nyaring saat mobil itu berputar-putar di jalan. Gesekan antara body mobil dengan jalan aspal pun menjadi pelengkap kejadian mengerikan yang dialami pria nahas itu, hingga pada akhirnya mobil yang sudah tak berbentuk itu berhenti dengan posisi yang terbalik.
Besambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
Lee Yuta
yuhuuu..... aku mampir akak...
2021-12-29
0
👑🐒SIN💣
Yuhuuu, semangat kak. Ceritanya keren. Maaf telat mampir.
2021-12-29
0
Deyenis
Mulai baca seru nih kayaknya.
2021-12-29
0