Ina meninggalkan keluarganya demi bisa bersama Ranu, dengan cinta dan kesabarannya, Ina menemani Ranu meski masalah hidup datang silih berganti.
Setelah mengarungi bahtera selama bertahun-tahun, Ranu yang merasa lelah dengan kondisi ekonomi, memutuskan menyerah melanjutkan rumah tangganya bersama Ina.
Kilau pelangi melambai memanggil, membuat Ranu pun mantap melangkah pergi meninggalkan Ina dan anak mereka.
Dalam kesendirian, Ina mencoba bertahan, terus memikirkan cara untuk bangkit, serta tetap tegar menghadapi kerasnya dunia.
Mampukah Ina?
Adakah masa depan cerah untuknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
“Dasar perempuan gila, dasar setan, menantu kurang ajar. “Bu Rahayu terus berteriak dan mengumpat, wanita tua itu sangat marah melihat pagar rumah anaknya yang hancur.
Siska dan Ratna masih terbelalak tidak percaya, berdiri di tempatnya seraya mengusap dada. Mereka benar-benar syok dengan apa yang baru saja mereka lihat.
Di dalam rumah, di atas kursi usangnya, Ranu duduk terdiam dengan wajah pias. Suara teriakan ibunya melengking terdengar di telinganya.
Dia juga melihatnya tadi. Ranu sempat keluar dari rumah, saat mendengar Ina mem-bleyer sepeda motornya. Terbelalak ketika melihat Ina melaju kencang kemudian menabrak pagar tanpa ragu dan tanpa takut. Selama ini dia hanya melihat sebagai seorang istri yang pendiam dan penurut. Tapi Hari ini dan beberapa hari kemarin dia melihat sisi lain dari Ina.
“Ranu,,,! Lihat ini apa yang baru saja dilakukan oleh istrimu. Pagarnya menjadi rusak seperti ini!”
Terdengar lagi suara teriakan ibunya. Wanita yang oleh ibunya disebut sebagai istrinya, nyatanya kini telah berubah status menjadi mantan. Entah kenapa tiba-tiba laki-laki itu merasa dadanya sesak. Tiba-tiba saja ada sisi hatinya yang tak rela.
Dia sungguh sama sekali tidak pernah bermaksud untuk menceraikan Ina. Dia hanya ingin menggertak istrinya itu saja. Dia berpikir bahwa Ina akan merengek memohon untuk tidak diceraikan. Tetapi kenapa Ina justru melenggang dengan hati riang.
“Dia pikir membuat pagar tidak memakai biaya. Kayu dibeli pakai uang, paku juga dibeli pakai uang. Membayar pekerja untuk memasangnya juga harus pakai uang. Seenaknya saja wanita gila itu menghancurkannya. Wanita bar-bar, wanita gila”
Suara teriakan ibunya masih terus bergema di telinga. Bahkan para tetangga pun mendekat untuk melihat apa yang baru saja terjadi. Tapi dia seolah tuli.
“Ayo bantu pegangin, Mas. Biar tidak roboh pas mau dipaku!”
Yang terdengar di telinganya justru suara istrinya ketika dulu memasang pagar itu. Bukan tukang. Dia ingat persis bukan tukang yang memasang pagar itu. Tetapi Ina, sedang dia hanya membantu memegangnya saja.
Tiba-tiba saja dia merasa istrinya yang kini telah menjadi mantan itu adalah wanita yang luar biasa. Ina bisa melakukan apapun.
***
“Bu, Aku gak mau sekolah lagi!”
Ina yang sedang berbaring sambil memeluk anaknya terkesiap kaget. Dia pikir anaknya sudah tidur, tapi ternyata mungkin anaknya itu sedang ada sesuatu yang mengganggu.
“Kenapa, Nak? Kan Andri mau jadi anak pintar? Kalau gak sekolah nanti Andri nggak jadi pintar? Apa ibu boleh tahu apa alasannya?” Ina berbicara sehati-hati mungkin, agar anaknya tidak ragu untuk menceritakan apa yang sedang dia rasakan.
Andri membalikkan badan yang semula memunggungi ibunya, hingga kini posisi mereka berbaring berhadapan.
“Teman-teman di sekolah mereka semua mengejekku, Bu. Mereka bilang aku punya Ibu dua. Mereka juga bilang kalau sebenarnya Ayah tidak sayang padaku. Mereka juga bilang, sebentar lagi Ayah akan diambil oleh ibu baru, dan aku tidak akan punya Ayah”
“Astagfirullah…” Ina menarik sang putra ke dalam pelukan. Ini adalah masalah para orang tua, akan tetapi anaknya juga yang menjadi korban.
“Jadi tadi Andri sudah pergi sekolah? Terus Andri pulang lagi? Tapi kenapa pulangnya ke rumah Mbah Uti?” Ina mengusap rambut putranya yang sesenggukan di dadanya.
Andri mendongak menatap ke arah wajah ibunya, lalu berkata, “sebenarnya…”
Andri bercerita kalau sebenarnya dia tadi sudah pulang ke rumah. Akan tetapi ketika dia sampai di rumah, dia melihat di sana ada nenek Rahayu dan bibi Ratna.
Andri juga mengatakan kalau dia mendengar nenek dan bibinya marah-marah. Karena tidak ingin mendengar lebih lanjut lagi, anak itu pun kembali berlari keluar pagar. Meninggalkan sepedanya, Andri minta pada tukang ojek langganan untuk diantar ke rumah Mbah Uti.
“Astagfirullah…” lagi-lagi Ina hanya bisa beristighfar. Sama sekali tidak menyangka jika pertengkaran mereka pagi tadi sempat didengar oleh anaknya. Pasti anaknya itu begitu ketakutan mendengar suara-suara teriakan mereka.
Bahkan tadi dia sempat mendengar dari bibinya kalau Andri menangis saat turun dari ojek. Tukang ojek yang memang sudah mereka kenal, bilang Andri hanya asal minta diantar, lalu ongkos ojek dibayarkan oleh bibinya.
“Bu,,,!” Andri mengangkat kepalanya lalu kembali menatap ibunya. “Andri tidak mau pulang ke rumah Ayah. Ayah dan istri baru Ayah suka marah-marah. Kita tidur di rumah Mbah Uti saja ya Bu?”
***
“Jadi, Kalian telah bercerai?” Bi Hindun bertanya dengan tatapan iba. Setengah tidak percaya mendengar penuturan Ina.
Andri tertidur, mungkin anak itu kelelahan menangis. Dan kini Ina menemui bibinya untuk menceritakan apa yang baru saja terjadi dalam rumah tangganya.
Raut sedih di wajah keponakannya itu, Dia pun merasakannya. Meskipun dia memang senang pada akhirnya Ina berpisah dengan suaminya yang tidak bertanggung jawab, tetap saja yang namanya perpisahan pasti meninggalkan rasa sakit. Yang lebih dari itu sedih dan kecewa.
Ina mengangguk. Bibi satu-satunya yang jadi tempat dia menuang keluh kesah selama ini. Hanya pada Bibi, dia merasa bebas mengekspresikan perasaannya.
“Apa kamu menyesal?” tanya Bibi. Diamatinya setiap perubahan di raut wajah Ina.
Menggeleng pelan. “Aku memang menyesal. Tapi bukan karena perpisahan kami. Aku lebih menyesali kenapa aku tidak mendengarkan nasehat Mama dan Papa. Aku menyesal telah menghabiskan 11 tahun hidupku secara sia-sia untuk membersamai laki-laki sepertinya.” Wanita itu mencoba meraba hatinya. Ina juga tidak tahu perasaan apa yang kini masih bercokol dalam hatinya.
Menghela nafas berat,mengurai sesak di dada.
“Bohong kalau aku tidak sedih, Bi. Dusta jika aku tidak merasa kecewa. Aku pernah sangat mencintai laki-laki itu. Bahkan saking cintanya, sampai aku rela meninggalkan keluarga yang menyayangiku, tetapi kini dia mengecewakanku. Dusta jika aku tidak merasa sakit.” sekali lagi setitik air lolos dari pelupuk matanya.
Bibi Hindun mendekat dan meraih keponakannya ke dalam pelukan. “Lalu apa yang akan kamu lakukan setelah ini?” tanyanya.
Lagi-lagi Ina menggelengkan kepalanya, dia juga tidak tahu mau apa? “Boleh tidak kalau untuk sementara waktu Ina dan Andri menumpang di rumah bibi?”
Bi Hindun mendengus, “Kenapa harus bertanya seperti itu? Rumah ini bisa Kamu anggap sebagai rumahmu juga. Kamu bahkan tahu kalau Bibi sudah menganggapmu seperti anak Bibi sendiri.”
***
Sore hari, Ina dan Andri menyiram tanaman bunga di halaman rumah bibi sambil bermain air. Bocah itu terlihat girang. Meskipun matanya masih terlihat sembab, tetapi kini rautnya telah berubah ceria. Mungkin karena kalau di rumah ayahnya dia tidak bisa bebas bermain air.
“Bu, itu mobil siapa?” seru Andri.
Ina menoleh ke arah pintu gerbang, terlihat sebuah mobil masuk, tetapi Ina tidak mengenali itu sebagai mobil pamannya ataupun mobil Adnan.
“Ibu juga tidak tahu Nak. Mungkin Mbah Uti punya tamu,” jawab Ina. Sambil melanjutkan menyiram tanaman Irma terus memandang ke arah mobil yang kemudian terparkir di halaman. Merasa penasaran juga dengan tamu bibinya.
Pintu bagian kemudi terbuka, tampak sepatu sandal menapak di atas rumput yang masih basah karena tadi dia siram. Entah kenapa detik-detik terasa lamban bagi Ina. Seperti slow motion, ketika pintu mobil terbuka semakin lebar, hingga akhirnya satu wajah muncul.
“Itu, Om…!” Andri melempar selang air yang dia pegang kemudian berlari ke arah pengemudi mobil, meninggalkan Ina yang terpaku di tempatnya.
ttp semngat thor/Good/
padahal belum tentu Ranu mau meresmikan pernikahannya.. pasti alasannya krn sayang duitnya.. 😅😅😅