Sebuah ramalan kemunculan raja iblis berhasil membuat dunia kacau balau akibat kemunculan para monster, makhluk mistis serta fenomena alam baru.
Untungnya manusia masih memiliki secercah harapan. Mereka adalah para manusia yang berhasil membangkitkan kekuatan hebat, mereka disebut Awakening.
Akan tetapi, apakah secercah cahaya itu dapat mengalahkan kegelapan yang begitu besar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Galaxy_k1910, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cannibal Child
Di markas Federasi Awakening cabang negara Mandaraka.
Terlihat Odelia, awakening yang sempat terjebak di reruntuhan peninggalan sejarah tengah menghadapi amukan sang atasan yang merupakan ketua guild XYZ. Walau dikatakan sebagai amukan, nyatanya Odelia hanya mendapatkan ceramah dari Guildmasternya.
Yang sebenarnya terkena amukan adalah Lonan karena dengan sengaja merusak sebagian kecil reruntuhan. Ia mendapatkan sangsi berupa pemotongan gaji sebesar 50%.
Bagi Lonan sendiri dia tidak mempermasalahkan tentang pemotongan gaji. Dia sudah cukup kaya.
"Bagaimana dengan artefaknya? Reruntuhan yang diperkirakan berusia 100 tahun itu mustahil tidak meninggalkan artefak satupun," tanya Guildmaster XYZ.
"Untuk itu..." Odelia mulai gugup.
"Tidak ada satupun artefak yang tersisa, Guildmaster," jawab Lonan dengan penuh percaya diri.
"Huh?"
"Jadi begini, Guildmaster. Ketika kami berada di dalam reruntuhan, Lonan merasakan adanya energi dari awakening lain walau samar-samar dan ketika kami hendak mencari si pemilik energi itu, ruang gelap tiba-tiba sudah diselesaikan. Kami berspekulasi jika awakening itu telah mengambil seluruh artefak yang ada."
Jelas Odelia.
"Apa sudah dilakukan penyelidikan?"
Odelia mengangguk, "sudah, Guildmaster. Kami sudah menyewa beberapa detektif untuk menangani kasus ini. Mereka sedang melakukan penyelidikan, kita mungkin akan mendapatkan hasilnya paling lama nanti malam."
Guildmaster XYZ terdiam sebentar. "Bagaimana dengan kedua junior mu itu?"
"Mereka saat ini sedang dalam perawatan. Tidak ada luka serius pada mereka, hanya lecet di beberapa titik. Untungnya, mental mereka juga tidak mengalami masalah karena hal ini."
Sementara itu, Lonan yang sedari tadi diam menatap heran ke arah Odelia.
"Aku kira wanita ini hanya bisa berteriak saja, rupanya dia jadi jinak jika berhadapan dengan Guildmaster." Batinnya heran.
Sambil terus memikirkan situasi yang mereka alami di reruntuhan, Guildmaster XYZ akhirnya bersandar di kursinya dan menatap kedua anak buahnya.
“Kalian berdua sudah tahu betapa pentingnya artefak-artefak ini untuk penelitian kita, bukan? Terlebih lagi, kita sedang berlomba dengan guild lain yang mengincar reruntuhan ini. Jika sampai informasi bocor…”
Odelia mengangguk cepat, menyadari tekanan yang datang dari Guildmaster. Sementara itu, Lonan masih tampak tenang, meskipun ia mulai merasa sedikit bosan dengan pembicaraan ini.
“Jika detektif yang kalian sewa tidak menemukan petunjuk jelas malam ini, aku akan mengirimkan tim elit untuk menyelidiki ulang. Ini bukan masalah kecil. Sebelum kita tahu siapa yang mengambil artefak, anggap saja semua guild lain adalah musuh.”
Lonan mendesah pelan. “Guildmaster, artefak itu mungkin penting, tapi sejujurnya, reruntuhan tersebut bukanlah yang terbesar yang pernah kita temukan. Ada kemungkinan barang-barang yang diambil tidak terlalu hebat. Lagipula, kita punya petunjuk lain yang bisa kita kejar, kan?”
Brak!
Sebelum Guildmaster bisa menjawab, pintu ruangan terbuka dan seorang anggota staf guild masuk tergesa-gesa.
"Maaf mengganggu, Guildmaster, tapi kami baru saja menerima kabar. Salah satu detektif yang disewa telah menemukan jejak baru yang menuju ke pinggiran kota . Tampaknya ada seorang Awakening independen yang terlibat."
Guildmaster mengerutkan kening. "Awakening independen? Berarti kemungkinan dia tidak terikat dengan guild manapun. Apa ada keterangan lebih lanjut?"
"Belum banyak, tetapi detektif kami melaporkan adanya aktivitas energi tak biasa di daerah tersebut. Tim kami sedang menuju lokasi untuk investigasi lebih lanjut."
Guildmaster menghela napas panjang, lalu menatap Odelia dan Lonan dengan pandangan serius. "Baiklah, kalian sudah mendengar sendiri. Malam ini kita mungkin akan tahu lebih banyak. Pastikan kalian siap untuk bergerak jika diperlukan. Jika memang awakening independen ini yang mencuri artefak, kita harus menangkapnya sebelum artefak-artefak itu jatuh ke tangan yang salah."
Odelia mengangguk tegas. “Kami siap, Guildmaster.”
Namun, Lonan hanya tersenyum kecil. "Sebaiknya aku ambil jatah cutiku sekarang," pikirnya.
.
.
.
Sore hari, di daerah Gunung Tua, kota Ujung Batu.
Terlihat Ekilah yang sedang memakai sepatu tanpa tali di teras rumahnya. Seperti yang dikatakan oleh Rahayu tadi pagi, keluarga Rajendra akan mengadakan piknik sekaligus joging di taman kota.
"Mama gak tahu soal berita Cannibal Child itu?" Tanya Arkara yang sedang melakukan pemanasan.
Rahayu menoleh sekilas. "Mama baru denger beritanya sekarang, sudah terlanjur bikin nasi goreng."
"Nasi goreng buat piknik kayaknya kurang nyambung deh," ujar Ekilah.
"Yang penting makan," balas Rahayu.
Ekilah dan Arkara menaiki sepeda sendiri sedangkan Rahayu bersama dengan sang suami.
Sepanjang perjalanan tidak ada sesuatu yang menarik, mungkin hanya perlombaan dadakan yang diadakan oleh kakak beradik untuk mengetahui siapa yang bisa sampai paling cepat.
Setibanya di sana, tak banyak orang berada di taman, persis seperti dugaan Erkara. Entah karena mereka takut dengan berita tentang Cannibal Child atau memang malas saja.
Akan tetapi, Ekilah dan Karsa menyukai ini. Rasanya seperti menyewa taman kota untuk pribadi.
"Kalian joging dulu sana," ujar Rahayu sambil membeberkan tikar dan menaruh keranjangnya.
"Wah, gak bisa gitu dong, masa cuman aku dan anak-anak saja. Kamu juga ikut. Ini pemaksaan." Karsa menggenggam tangan Rahayu dengan lembut dan menarik wanita itu untuk berdiri.
Rahayu sendiri hanya menghela nafas pendek dan mengikuti dari dekat.
"Padahal aku sudah berolahraga setiap hari," batin Rahayu.
15 menit setelahnya, Rahayu dan Karsa duduk untuk menyiapkan makanan, sementara Ekilah sedang pamer pada sang adik tentang kemampuan fisiknya yang bisa meningkat bila menggunakan energi.
"Karsa, kamu bawa ponsel?"
"Sengaja aku tinggal di gudang," jawab Karsa dengan nada santai.
Rahayu menatap datar sang suami. Walau bukan dokter forensik yang begitu terkenal, harusnya karena berita kemunculan Cannibal Child membuat pria beristri itu dipanggil untuk tugas dadakan.
"Kamu gak boleh makan gaji buta, suamiku."
"Aku tidak makan gaji buta, apa kamu lupa kalau aku hampir tidak pulang selama 1 minggu gara-gara kasus ruang gelap di pasar malam?"
Rahayu tertawa sinis. "1 minggu apanya, baru 3 hari juga. Jangan lebay deh."
"Terserah kamu sajalah," ujar Karsa menghindari perdebatan.
Pria itu mengambil buah apel dan pisau. Dengan telaten, Karsa mulai mengupas kulit apel itu dengan mudah.
"Kenapa kamu tiba-tiba membahas tentang Cannibal Child?" tanya Karsa.
Rahayu termenung sebentar. "Aku hanya penasaran kenapa anak sekecil itu berani melakukan hal mengerikan itu."
Mata biru kehijauan Rahayu menatap kedua anaknya yang sedang bersenda gurau.
"Dia sudah diajarkan hal yang salah oleh seseorang. Kemungkinan besar seorang yang ahli dalam bidang memasak."
"??" Rahayu menoleh ke arah sang suami dengan tanda tanya besar di kepalanya. Ia penasaran kenapa Karsa menjawab seperti itu.
"Dulu, ketika aku memeriksa tkp, anak itu hanya mengambil bagian tubuh manusia yang berisi daging dan lemak, seperti seseorang yang tahu persis mana bagian terbaik untuk dikonsumsi. Cara dia memotong pun cukup terampil untuk anak seusianya. Seperti bukan pertama kalinya dia melakukannya."
Rahayu terdiam, menelan ludah dengan berat. "Jadi, maksudmu ada orang dewasa yang mengajarinya?"
Karsa mengangguk perlahan. "Seseorang sepertinya mencoba memanipulasi pikiran anak itu untuk melakukan pembunuhan."
Rahayu merasakan bulu kuduknya berdiri. Ia menatap anak-anaknya yang kini tertawa lepas tanpa beban, ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika mereka berada dalam bahaya.
"Apa polisi dan awakening sudah melakukan sesuatu?"
"Sedang dalam penyelidikan intensif. Tapi kamu tahu, kasus seperti ini biasanya sulit dipecahkan. Terlalu banyak misteri dan terlalu sedikit petunjuk yang bisa digunakan."
Rahayu mengangguk, meskipun pikirannya melayang, dipenuhi bayangan yang tidak menyenangkan. Namun, ia berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya sekarang. Ini waktu piknik dengan keluarga, dan yang paling penting adalah menjaga mereka tetap aman.
"Semoga anak kita baik-baik saja," ujarnya lembut.
Karsa menatapnya sambil tersenyum. "Yang mana?"
Urat kekesalan muncul di dahi Rahayu. " Ya dua-duanya lah!"
Karsa tertawa kecil. "Tenang saja, kita punya anak-anak yang hebat."
Pria itu kembali teringat pada malam di mana Ekilah datang membawa pedang Erasmo yang merupakan item tingkat A.
“Senjata seperti itu pasti bisa melindungi Ekilah hingga ia berhasil membuka seluruh kekuatannya,” batin Karsa.
.
.
.
Sementara itu, terlihat Ekilah dan Arkara yang sedang bermain bersama.
“Kakak payah,” ejek Arkara ketika tahu jika sang kakak hanya mampu melakukan 10 push up jika tidak menggunakan energi.
“Memangnya kau bisa lebih dari itu hah!” Ekilah berseru, memandang kesal ke arah sang adik.
Arkara tertawa kering. “Padahal aku dengar awakening lain bisa sampai 100 push up tanpa masalah,” sindirnya.
Ekilah yang sudah tidak bisa menahan emosinya pun bangkit dan menyelimuti tubuh Arkara dengan energinya. Orang biasa tidak akan bisa melihat energi itu secara langsung tapi masih bisa merasakannya.
Tubuh Arkara langsung terangkat beberapa meter di udara. Arkara pun berteriak panik.
“Hahaha rasain!” Ekilah tertawa penuh kemenangan.
Deg!
Ekspresi perempuan itu langsung berubah ketika merasakan hawa keberadaan dari seseorang yang sedang memperhatikan dirinya dengan sang adik. Mata biru kehijauan Ekilah melirik ke arah pepohonan rimbun yang agak jauh dari lokasinya.
Perempuan itu pun mendapatkan teriakan dari sang ibu karena membuat Arkara berada di udara. Jika ada anggota Federasi Awakening yang melihat maka Ekilah bisa mendapat masalah.
“Aaagh!” Arkara berteriak panik ketika tubuhnya tiba-tiba jatuh bebas di udara.
Untungnya Ekilah sudah menangkap tubuh Arkara sebelum tubuh anak laki-laki itu terbentur dengan tanah.
“Turunin, ini memalukan,” ucap Arkara.
Ekilah pun langsung menyetujui permintaan Arkara dan menjauhkannya.
“Ukh.” Anak laki-laki berambut hitam itu sedikit meringis.
“Dasar jahat.”
“Siapa suruh nyebelin.” Ekilah menyeringai.