Cantik, kaya, muda, sopan, baik hati, cerdas, itulah Soraya Syifa Dewiana. Gadis berjilbab ini amat diminati banyak orang, khususnya laki-laki. Bahkan gangster pria terkenal di kota saja, The Bloodhound dan White Fangs, bersaing ketat untuk mendapatkan gadis yatim-piatu agamis ini.
Namun siapa sangka, dibalik semua itu, ia harus menikahi pemimpin gangster dari White Fangs, Justin, yang telah menggigitnya dengan ganas di malam Jum'at Kliwon bulan purnama. Satu-satunya cara agar Soraya tidak jadi manusia serigala seperti Justin adalah dengan menikahinya.
Hingga membuat Boss mafia sekaligus CEO untuk Soraya, Hugh, terkadang cemburu buta padanya. Belum lagi asistennya Hugh, Carson, yang juga menaruh hati padanya. Selain itu, ada rahasia lain dari gadis cantik yang suka warna hijau ini. Cukup psikopat pada 2 geng siluman serigala itu dan tangguh.
Lantas, siapa sesungguhnya yang akan Soraya pilih jadi suami sejatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Soraya Shifa Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35 : Salak Pondok dan Sebatang Rokok
Ketika makan malam, Justin memperhatikan istrinya yang lahap makan tidak seperti biasanya. Entah apa yang terjadi pada Soraya, Justin masih tidak begitu mengerti. Apalagi ini terjadi sang istri secara cukup bar-bar menunjukkan kemampuannya dalam bela diri menggunakan senjata. Tembakan pistol maupun panah, ampuh kena semua.
"Sejak kamu menunjukkan kemampuanmu, kamu jadi lahap makan. Tumben," ucap Justin sambil melahap sate ayamnya dengan tangan. Menarik langsung dari tusukannya dengan 4 gigi taring yang runcing di mulut.
Soraya berhenti makan. Ia membalas, "Aku sendiri juga tidak tahu. Mungkin, aku mau sesuatu. Tapi belum tahu pasti, apa yang sangat aku inginkan."
"Makanan?"
Soraya menjawab dengan anggukkan kepala. Justin mengangguk paham, dan lanjut menarik daging ayamnya. Kemudian ia lanjut berkata, "Kalau ada yang kau mau, bilang saja padaku. Aku ada di ruang kantorku. Selalu."
Sekali lagi, Soraya mengangguk. Dan makanannya habis total. Jika dihitung, waktu makannya hanya 5 menit, sementara Justin masih belum habis makannya. Tinggal sedikit lagi akan segera habis.
"Aku ke kamar dulu," ucap Soraya singkat. Kemudian meninggalkan ruang makan.
Justin makin heran dengan ulah istrinya yang sekarang jadi cepat. Tidak dingin seperti dulu. Bukan hanya semenjak dari ia dibawa ke rumah kaca kemarin. Ia menunjukkan kemampuannya yang selama ini dirahasiakan dari Justin dan Boss kerjanya.
...***...
Di ruang kerja Justin...
Justin melihat kertas-kertas laporan kerjanya. Dengan ditemani segelas anggur 🍷 dan mulai menggigit rokok batangan. Korek api elektrik ia nyalakan, dan mendekatkan apinya ke ujung rokok itu. Setelah menyala, Justin segera menghembuskan nafasnya yang bercampur dengan asap rokok yang keluar.
*CETREK-CETREK!*
*KREEEK!*
*BRUUUSH!*
Sibuk membaca laporan, tapi tetap tidak begitu lalai untuk memperhatikan Soraya. Sampai terdengar suara pintu ruang kerjanya diketuk.
*TOK-TOK-TOK!*
"Masuk!" ucapnya santai. Orang yang mengetuk pintu masuk.
*CEKLEK!*
*KRIEEET!*
Tidak lain adalah Soraya. Ia berjalan masuk dan berdiri di depan meja kerja Justin. Cukup jauh karena Justin sedang merokok di depannya.
Justin yang sudah bisa mendeteksi kalau yang datang adalah istrinya, segera bertanya dengan tatapan mata masih fokus pada laporannya.
"Kenapa?"
Soraya kembali menjawab dengan dingin dan datar, "Aku ngidam."
"Mau?"
"Salak pondok."
Justin tak merespon. Ia menghisap rokok dan menyemburkan asapnya yang mengepul tebal ke udara dan mengeluarkan aroma nikotinnya yang sangat bau.
"Kamu dengar tidak apa yang ku bilang barusan?" tanya Soraya dengan nada mulai sedikit kesal.
Dengan masih santainya, Justin menjawab, "Kalau aku tuli, aku dari awal tidak akan menikahimu."
Makin kesal, Soraya mendekati Justin dan menggebrak meja kerja Justin.
*BRAAAK!!!*
"Kalau dengar, cepat laksanakan! Jangan pentingkan batang ini terus!" lanjutnya dengan keras pada Justin.
Justin tidak terkejut. Ia malah menyeringai. Kemudian mematikan rokoknya di asbak, dan menyemburkan asapnya ke wajah Soraya. Soraya jadi menutup mata dan hidungnya sambil sedikit terbatuk-batuk.
*UHUK-UHUK!*
"Kamu gila, ya? Seenaknya buang asap rokok ke wanita hamil!" seru Soraya dengan rasa kesal yang semakin memuncak.
Justin berdiri dari tempat duduknya. Ia sedikit menyeringai geli dan membalas, "Ini rumahku! Aku yang berkuasa di sini! Biarpun aku mencintaimu, tetap saja ada pegangan dalam genggamanku!"
Makin marah, Soraya membanting pulpen Justin di meja.
*TAK!*
"Kamu tahu konsep wanita hamil?! Hah?!" Soraya membentak tak mau kalah.
*SREK!*
Justin membanting kertas laporannya. Ia bertanya balik, "Konsep apaan?! Memang ada konsepnya juga yang seperti itu?!"
"Tentu saja ada! Wanita hamil maupun tidak, tetap tidak boleh mencium aroma batang bau seperti ini!"
"Kenapa tidak bilang dari tadi?!"
"Kenapa? Kau tanya 'Kenapa'? Seharusnya kau inisiatif sendiri! Orang biasa dilarang mencium bau rokok! Apalagi untuk wanita hamil seperti aku! Paham tidak?!"
"Ya bilang saja baik-baik!"
"Kamunya malah tidak mengerti! Jadi bagaimana aku bisa bicara baik-baik."
Terulang lagi seperti dulu. Dan ini malah semakin panas. Badai dari pasutri ini datang lagi, dan lebih keras serta besar dari biasanya. Hanya karena perkara rebutan prioritas. Prioritas barang buah salak pondok dan satu batang rokok saja.
Shella dan beberapa pelayan lainnya yang mengintip atau hanya sekedar mendengar dari lantai bawah, menjadi terheran-heran dengan dua majikan mereka itu. Sudah adem-ayem mendengar dan melihat mereka yang akur akhir-akhir ini, tanpa bersuhu, sekarang malah kembali lagi jadi bersuhu lebih panas dari yang dulu.
Jauh di atas dugaan mereka. Kembali lagi pasutri ini seperti tokoh kartun kucing dan tikus, alias Tom and Jerry. Namun, mereka mencoba untuk tidak bicara di belakang.
...***...
Tapi pada akhirnya, keduanya mulai kelelahan ribut. Manusia asli dan manusia setengah jin itu berhenti juga adu mulut. Mereka segera menahan amarah masing-masing. Dan Justin mengalah untuk membeli buah salak pondok sekarang juga untuk Soraya.
"Baiklah, baik! Aku mengalah. Akan ku cari buah itu malam ini juga."
"Cari sampai dapat! Jangan pulang jika belum juga dapat buah itu!" seru Soraya memperingati.
"Iya, aku tahu!"
Justin mengambil jaketnya dan kunci mobil. Tak lupa menyiapkan senjata api untuk berjaga-jaga. Ia pun segera pergi. Tapi sebelum itu, ia menitipkan pesan pada Shella untuk menjaga Soraya. Shella mengangguk patuh.
...***...
Di sebuah mall...
Pusat perbelanjaan yang masih buka, dan sangat ramai. Wajar saja, karena sekarang baru pukul setengah 8 malam. Dan mall ini tutup pukul 9 malam. Tanpa berlama-lama lagi, Justin menuju ke supermarket di mall itu yang berada di lantai paling atas. Itu tempat untuk semua restoran atau menjual makanan bagi para pengunjung. Selain itu, tempat lantai paling atas juga untuk hiburan, seperti wahana bermain dan bioskop.
Justin segera ke area buah-buahan, setelah naik berulang kali memakai eskalator untuk menuju ke sana. Tapi sialnya, ia tak bisa memastikan atau mengetahui mana buah yang paling bagus, mana yang sudah busuk.
"Sialan! Aku tidak tahu mana buah salak yang masih bagus dan sudah berbau busuk!" serunya bergumam. Namun, ia tak kehabisan akal. Segera dipanggilnya pedagangnya untuk membantu mencari buah salak pondok yang masih bagus.
"Mau beli berapa kilo, Tuan?" tanya pedagangnya.
"Satu setengah kilo saja," jawab Justin singkat.
Pedagangnya menurut. Kemudian mencarikan beberapa buah salak pondok yang masih bagus juga. Justin menunggu sambil menggigit kembali batang rokok yang baru, dan menyalakan korek api elektriknya.
*CETREK-CETREK-CETREK!*
*KREEEK!*
*BRUUUSH!*
Asapnya ditiupkan ke udara. Mengepul cukup tebal. Sampai Justin melihat pasutri. Istrinya pria yang lewat itu tampak sedang hamil besar. Perutnya sudah membuncit. Diperkirakan, istrinya hamil sekitar 7 bulan lebih.
Nampaknya pria yang merupakan suami perempuan hamil itu perokok juga. Bahkan manusia biasa itu ada tato sebagai gaya di tangannya. Terlihat oleh Justin di punggung tangan pria itu.
"Aku yakin dia perokok juga. Kalau minum alkohol, rasanya aku ragu. Tapi..." gumam Justin.
Suami wanita itu terlihat juga sangat menyayangi istrinya. Apalagi di tengah kehamilan wanita cantik terbuka rambutnya tersebut, yang perutnya sudah besar.
Hingga terlintas sesuatu di pikiran Justin. Ia jadi teringat kemarahan Soraya saat masih di rumah barusan. Apalagi kata-katanya yang mengucapkan, Kamu tahu konsepnya wanita hamil?! Hah?!
Suami wanita itu menunggu istrinya yang sedang melihat-lihat daging ayam. Kebetulan, Justin segera mendekati pria itu.
"Maaf! Saya mau tanya. Tapi maaf juga kalau ini aneh. Apa anda perokok, sebagai pria bertato seperti ini?" tanya Justin hati-hati.
Pria itu melihat tatonya lalu tersenyum. Dan menjawab, "Iya, saya seperti Mas ini. Saya juga suka merokok. Tapi kalau di dekat istri, saya tidak akan merokok."
Justin mengangguk paham, lalu bertanya kembali, "Apa anda pecandu alkohol juga?"
"Itu dulu, sebelum saya menikah. Tapi, berkat istri saya ini, dia yang mengubah segala hidup saya jadi lebih terang."
Justin terdiam. Ia berterima kasih pada pria itu dan kembali ke area buah-buahan. Namun sebelum itu, ia mematikan rokoknya dulu dan membuangnya ke tempat sampah terdekat.
{Catatan penulis: maaf pada bab ini kepanjangan dalam ceritanya. Untuk berikutnya, kembali ke ribuan kata kembali. 1100 kata kembali seperti sebelumnya.}