Kehidupan memang penuh lika-liku. Itulah yang terjadi pada kisah kehidupan seorang gadis cantik yang merupakan putri seorang pengusaha kaya raya. Namun hidupnya tidak berjalan semulus apa yang dibayangkan.
Jika orang berpandangan bahwa orang kaya pasti bahagia? Tapi tidak berlaku untuk gadis ini. Kehidupannya jauh dari kata bahagia. Ia selalu gagal dalam hal apapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
...𝙸𝚝𝚞 𝚋𝚞𝚔𝚊𝚗 𝚌𝚒𝚗𝚝𝚊 𝚝𝚊𝚙𝚒 𝚘𝚋𝚜𝚎𝚜𝚒...
...𝓚𝓮𝓱𝓲𝓭𝓾𝓹𝓪𝓷 𝓟𝓮𝓷𝓾𝓱 𝓛𝓾𝓴𝓪...
"Bagaimana dok? Apa terjadi sesuatu sama dia? Dia sakit apa?" tanya Devan dengan cemas.
"Mas, diem dulu. Biarin dokternya kerja" ucap Arlla memperingati.
Sedari tadi pria itu mondar-mandir dengan menggigit bibirnya. Berulang kali pun ia bertanya pada dokter yang ia panggil itu untuk memastikan apa yang terjadi pada wanita pujaannya.
"Udah telat berapa lama?" tanya dokter itu pada Arlla.
"Apanya yang telat? Dia selalu aku beri makan gak pernah telat sedikit pun" oceh Devan
Arlla mengingat kapan terakhir kali ia datang bulan. "Sekitar satu bulan yang lalu dok" jawab Arlla.
"Sayang kamu jangan fitnah. Setiap hari aku kasih kamu makan loh gak pernah telat malahan" ucap Devan dengan mengernyitkan dahinya.
"Konteks yang kamu dan dokter maksud itu berbeda. Diamlah dan tunggu saja hasil analisanya" ucap Arlla kesal karena sedari tadi Devan tidak pernah berhenti berbicara.
"Gimana hasilnya dok?" pinta Devan kesal karena sudah menunggu terlalu lama.
"Raen, lo bisa kerja gak sih" ketus Devan dan meragukan gelar dokter pria itu.
"Lo nya aja yang gak sabaran" Raen mendengus kesal dan telinganya panas mendengar semua ocehan Devan.
"Permisi" Raen menyingkap sedikit baju Arlla membuat kedua bola mata Devan langsung melotot. "Eh pikiran lo jangan kotor ya. Main sentuh-sentuh istri gue" Kini Arlla pun ikut pening mendengar Devan yang tidak bisa diam sama sekali.
"Gue mau cek perutnya" ucap Raen kesal
"Mending lo diem atau gue balik ke London aja kalau gitu" ancam Raen.
"Eits" Devan menahan tangan Raen dengan satu jarinya sembari memberikan tatapan penuh peringatan. Ia begitu posesif apapun itu mengenai Arlla.
"Diem!!" Raen menepis dengan kasar jari pria itu dengan kesal. Untung temannya sendiri jika tidak sudah ia ajak baku hantam orang seperti itu.
Mata Devan mendelik mengikuti setiap pergerakan tangan Raen yang memeriksa perut Arlla. "Gimana?" tanya Devan dengan rasa penasaran yang sangat tinggi.
"Istri kamu lagi hamil" ucap Raen membuat bola mata Devan berbinar seketika.
"Demi apapun lo gak lagi bohong kan?" Senyuman lebar terukir begitu saja secara spontan usai mendengar kabar bahagia itu.
"Buat apa gue bohong. Gak guna juga buat gue" Raen memasukkan alat-alat nya dan melepas jas putih yang melekat di tubuhnya.
Devan menatap Arlla dengan binar yang sangat bahagia. Arlla tersenyum simpul membalas tatapan dari suaminya itu. Entah dia harus bahagia atau....
Kini sebentar lagi dirinya akan menjadi seorang ibu. Sebuah impian besar yang dimiliki setiap wanita di dunia. Namun, ini sedikit berbeda dari harapannya. Jika dulu dia membayangkan akan memiliki anak bersama Gerald, tapi sekarang dia mendapatkan itu namun bersama pria lain yang kini masih belum bisa ia cintai.
"Gerald, maaf" Arlla mengusap perutnya yang masih datar. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Sekarang ia harus mengubur dalam-dalam cintanya untuk pria itu.
"Aku harap dengan pengorbanan aku ini, kamu bisa bahagia walaupun tidak denganku" ucap Arlla pelan.
"Sayang, kamu nangis?" tanya Devan dan menyentuh air mata yang jatuh dari pipi putih Arlla.
Wanita itu menggelengkan kepalanya dan mendongak menatap Devan. "Aku lagi nangis bahagia karena sebentar lagi aku akan menjadi seorang ibu" ucap Arlla memberi alasan.
Devan membawa wanita itu masuk ke dalam pelukannya dan mendekap dengan erat. "Ekhem" Raen berdehem untuk menyadarkan dua manusia yang sedang berpelukan itu jika masih ada dirinya disini.
"Ini masih ada orang loh" Raen melirik keduanya kemudian kembali menatap langit-langit kamar.
"Jauh-jauh dari London masa langsung disuruh pulang" sindir Raen namun tidak mendapatkan tanggapan apapun membuat pria itu mendengus kesal.
"Disuruh makan dulu atau gimana gitu"
Arlla mengurai pelukan mereka dan mengusap air matanya dengan kasar. "Maaf" Arlla turun dari ranjang namun langsung di tahan oleh Devan.
"Kamu gausah kemana-mana. Di kamar aja biar aku yang ngasih makan nih orang" ucap Devan.
"Mulai sekarang kamu harus banyak istirahat dan gak boleh capek-capek" sambung pria itu.
"Bagus tuh. Harus sigap jadi suami apalagi habis ini pasti ada ngidam yang aneh-aneh" ucap Raen dan tertawa cekikikan.
Devan menyelimuti tubuh Arlla sebelum akhirnya ia merangkul pundak temannya itu dan membawanya keluar dari kamar. "Berisik lo" ketus Devan membuat Raen mendelik sebal.
"Waktu gue periksa istri lo tadi siapa yang berisik?" balas Raen tak mau kalah dibilang berisik.
Keduanya berjalan menuruni anak tangga dan duduk di meja makan. "Kenapa lo nikah gak undang-undang" tanya Raen penasaran dengan tangannya yang mencomot buah apel dari atas meja makan.
"Gue ngedapetin dia gak segampang itu"
"Maksud lo?"
"Nikah aja sebelumnya harus pake ancaman dulu baru dia setuju" ucap Devan dan tangannya sibuk memasak sesuatu untuk mengisi perut temannya itu.
"Jadi dia nikah sama lo karena sebuah paksaan?"
"Kenapa harus pake acara maksa segala?"
"Gue gamau kehilangan dia. Beberapa kali dia berusaha kabur dan itu ngebuat gue takut kalau nanti dia berhasil kabur dan pergi gitu aja dari kehidupan gue" ucap Devan jujur.
"Lo culik dia dan bawa kesini?" tanya Raen heran dengan kelakuan temannya itu.
"Rada gila ya" cibir Raen
"Aku jatuh cinta sama dia. Aku culik dia dan bawa dia kesini menjauh dari keluarga dan pacarnya"
"Punya pacar?"
"Jangan bilang lo nyentuh dia juga karena memaksa" ucap Raen dan tidak mendapatkan balasan apapun dari Devan.
"Itu bukan cinta bego. Itu obsesi" ucap Raen
"Apapun sebutannya yang penting aku mendapatkan apa yang aku mau bukan?"
"Gue punya Arlla dan sekarang akan ada anak yang akan memperkuat hubungan gue sama dia" ucap Devan
"Dia bahagia?" Satu pertanyaan yang membuat Devan terdiam seketika. Bahkan jika ditanya seperti itu Devan tidak bisa menjawab dengan sebuah jawaban apapun.
"Demi kebahagiaan lo sendiri, lo tega korbanin kebahagiaannya?"
"Gimana hubungan lo sekarang sama cewek lo itu?" tanya Devan mengalihkan topik pembicaraan.
"Gak penting"
"Kapan mau di nikahin?" tanya Devan
"Entah, gue juga bingung. Setiap kali aku bahas soal pernikahan, dia pasti selalu males dan ngalihin topik pembicaraan seolah hal yang gue omongin itu gak penting" ucap Raen dan melempar sisa apel ke dalam tong sampah yang tidak jauh dari tempatnya duduk.
"Miris"
"Lebih miris lagi lo yang gak dapetin hati istri sendiri" ucap Raen dan tertawa
Sebuah pisau melayang tepat di sampingnya membuat pria itu terkejut dan melanjutkan tawanya. "Santai men" Raen mengambil sebilah pisau itu dan mengembalikan ke Devan.
"Lo masak apaan? Yang enak ya. Karena perut gue ini anti sama makanan gak enak" ucap Raen.
Devan terus melanjutkan aktivitas memasaknya sedangkan Raen terus berceloteh memberikan hal-hal apa saja yang harus dilakukan Devan mulai sekarang sebagai suami untuk menghadapi orang hamil.