"Sekarang tugasku sudah selesai sebagai istri tumbalmu, maka talaklah diriku, bebaskanlah saya. Dan semoga Om Edward bahagia selalu dengan mbak Kiren," begitu tenang Ghina berucap.
"Sampai kapan pun, saya tidak akan menceraikan kamu. Ghina Farahditya tetap istri saya sampai kapanpun!" teriak Edward, tubuh pria itu sudah di tahan oleh ajudan papanya, agar tidak mendekati Ghina.
Kepergian Ghina, ternyata membawa kehancuran buat Edward. Begitu terpukul dan menyesal telah menyakiti gadis yang selama ini telah di cintainya, namun tak pernah di sadari oleh hatinya sendiri.
Apa yang akan dilakukan Edward untuk mengambil hati istrinya kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sarapan Pagi
Ghina kembali masuk ke kamar, untuk ke kamar mandi, “Astaga ya Allah!” Ghina terjingkat kaget melihat Edward hanya menggunakan handuk pendek di bagian bawah pinggang.
Edward terlihat biasa saja, dengan tenangnya mengambil baju ganti dari lemari. Ghina segera memalingkan pandangannya dari Edward.
Sambil mengelus dadanya sendiri, Ghina buru-buru masuk ke kamar mandi untuk bebersih. “Di kiraiin gue sendirian ternyata ada dia di sini.”
Lupa bawa baju ganti, terpaksa Ghina keluar hanya menggunakan bathrobe, tidak ada rasa gugup dia keluar dari kamar mandi.
Edward memperhatikan Ghina yang hanya memakai bathrobe dengan rambut yang dibungkus handuk kecil.
Ingin rasanya Edward memeluk gadis itu seperti semalam, dia memang sempat keluar dari kamar semalam tapi tidak lama. Namun pria itu kembali lagi ke kamar, dengan perasaan yang tidak menentu, entah kena angin apa dia memeluk Ghina sepanjang malam, hingga pagi tadi. Dan untungnya Ghina tidak mengetahui ulahnya.
“Cepatlah pakai baju! Jangan coba merayuku dengan tubuh jelekmu!” tukas Edward dengan menatap Ghina.
“Cih ... siapa juga yang mau merayu Om, tidak ada gunanya. Lagi pula saya hanya ingin mengambil baju saja.” Di ambilnya koper kecil punya dia, lalu di seret ke kamar mandi.
“Rugi gue ngerayu loe pake tubuh gue!!” teriak Ghina dalam kamar mandi.
Edward yang mendengar teriakan Ghina, ingin rasanya ikutan masuk kamar mandi buat menyumpal mulut Ghina.
Beberapa lama kemudian gadis itu sudah menggunakan bajunya, kali ini mengenakan celana jeans dan kemeja putih yang pas di tubuhnya, 2 kancing kemeja atasnya sengaja tidak di kancing. Dia buka lebar kerah atas kemeja hingga terlihat tulang selang-ka yang putih.
“Pakai baju lama amat,” tegur Edward yang masih duduk bersandar di headboard atas ranjang.
“OH OM, nungguin saya. Perasaan gak minta di tungguin, dasar aneh!” sahut Ghina pura pura terkejut.
“Cepetan, sarapan sudah menunggu di luar. Kalau tidak, saya minta staf untuk mengambilnya kembali!” titah Edward beranjak dari ranjang lalu keluar dari kamar tidur mereka.
“EEEH jangan OM." Buru buru Ghina mengekor Edward menuju meja makan. Mata Ghina langsung berbinar-binar melihat makanan yang tersaji di meja makan, bikin ilernya keluar dari bibir sexynya.
“Kenapa tidak makan di restoran hotel aja Om, pasti menu buffetnya banyak pilihan.” Ghina reflek menyiapkan makan buat Edward.
“Saya ingin makan di kamar, tanpa banyak mata yang melihat,” jawab Edward sambil menerima makanan yang telah di siapin Ghina.
“Emangnya banyak yang ngelihatin Om makan ya," celetuk Ghina.
“Saya tidak ingin banyak orang tahu kalau saya sudah menikah dengan kamu,” jawab Edward.
DEG
Sesaat Ghina terdiam, lalu melanjutkan makannya. Dan tidak kembali bertanya.
Edward juga tidak berbicara lagi, dalam hening mereka sarapan pagi berdua dengan status suami istri.
Mungkin buat pasangan pengantin baru yang lain, bisa sarapan pagi berdua di dalam kamar, terkesan romantis.
Beda hal dengan Ghina ini tidak romantis, tapi akan dia simpan kenangan ini di hatinya. Bisa sarapan hanya berdua dengan pria yang telah mencuri hatinya.
Sesekali dia mencuri pandangan ke suaminya, ingin rasanya dia tersenyum manis bisa menikah dengan pria pujaan hatinya dengan cara yang menyakitkan.
“Hari ini kamu pulang ke mansion saya, nanti supir akan menjemput kamu. Dan mulai hari ini juga kamu tinggal di mansion saya.”
“Dan hari ini saya akan berangkat ke tempat Kiren, sesuai pembicaraan kita dulu. Setelah saya menikahi kamu, saya akan menikahi ke kasih saya.”
“Tidak butuh persetujuan kamu, besok saya akan menikah. Dan sekarang juga tanda tangan surat ini!” titah Edward dengan menyodorkan selembar kertas.
Surat izin menikah dari istri pertama!
Tanpa banyak berkata Ghina menanda tangani surat tersebut.
Hancur berkeping-keping hati Ghina, walau dia tahu kalau dirinya hanya tumbal buat Edward agar bisa menikahi kekasihnya.
Ghina tidak menggubris pembicaraan Edward “Kamu dengarkan apa yang saya ucapkan!” tegur Edward yang masih belum dapat tanggapan dari Ghina.
Dengan hati-hati di taruhnya sendok garpu di atas piring yang telah kosong isinya, lalu Ghina bangkit dari duduknya menuju ke kamar tidur.
Diraihnya koper yang berada di pojokkan, dengan cekatan dia merapikan barang dan bajunya yang berada di luar koper.
“Kenapa kamu tidak menjawab?” Edward menyusul ke kamar, lalu meraih salah satu tangan Ghina.
Ghina tampak tak bergeming, hanya menatap pria yang berada di hadapannya.
Begitu juga Edward yang terasa aneh tidak mendapat jawaban dari Ghina, yang biasanya cepat meresponnya.
Sesaat memandang Edward, Ghina melepaskan cengkraman dari tangan Edward. Namun semakin erat cengkeraman Edward.
“Apa yang ingin saya jawab, OM!” Ghina memberontak lengan yang di cekal Edward.
“Semua pertanyaan Om Edward, bukannya sudah ada jawabannya!” tatapan tajam Ghina mulai terpancar.
“Semoga pernikahan Om Edward dan mbak Kiren lancar!”
Hening sejenak, Edward mulai melepas cengkeramannya.
“Semoga bahagia selalu, dan semoga Om Edward tidak memiliki anak!” tukas Ghina yang mulai memperlihatkan sisi buruknya.
“Kenapa kamu doain saya tidak punya anak, justru harusnya doakan saya punya anak!” seru Edward.
“Ya, itu doa saya buat Om Edward, semoga malaikat yang lewat mengaminkan. Doa orang yang terdzolimin biasanya terkabul!”
Ghina kembali merapikan kopernya, dan mengabaikan Edward yang tak bergeming. Selesai semuanya dia mendorong koper tersebut.
“Kamu mau kemana?" Edward baru sadar Ghina tidak ada di kamar tidur, di tariknya kembali lengan Ghina.
“Pulang ...!"
“Iya tapi nanti, tunggu supir!” Edward mencegah Ghina yang mau keluar dari kamar.
“Saya pulang ke rumah saya sendiri, bukan ke mansion Om Edward!”
“Kamu sekarang sudah menjadi istri saya dan pulangnya ke rumah suami.”
“Apa Om, .tadi Om bilang apa? Istri, Om sudah menganggap saya istri Om. Terus kenapa Om menikah lagi, kalau saya di anggap istri!”
Edward tidak berkutik dengan perkataan Ghina.
“HAH ... gak bisa jawab kan!” Ghina melanjutkan langkah kakinya untuk keluar dari kamar hotel.
“Oma ... Opa!” Ghina terkejut di saat dia membuka pintu, sudah ada Oma Ratna dan Opa Thalib.
“Kalian sudah mau pulang?” tanya Oma Ratna melihat Ghina sudah mendorong kopernya.
“Rencana iya Mah, Edward mau ajak pulang Ghina ke mansion," ucap Edward sambil merangkul pinggang Ghina dan membawanya kembali masuk ke kamar.
Oma dan Opa turut masuk ke dalam kamar.
“Oma pengen ngajak Ghina pulang ke mansion utama bersama kamu.”
“Maaf Mah, saya ingin membawa istri Edward ke mansion saya. Nanti kapan-kapan kami akan menginap di mansion utama,” sahut Edward.
Oma Ratna mengamati wajah Ghina yang sedikit berbeda seperti sedang memikirkan sesuatu “kamu baik-baik saja'kan, Nak?” tanya Oma Ratna ke Ghina.
“Baik Oma," jawab Ghina dengan nada pelan.
Ghina tampak memalingkan wajahnya dari tatapan Edward.
“Kamu tidak di tekan Edward, kan?” selidik Opa Thalib.
Ghina hanya bisa tertunduk dan menatap lantai.
n