"Aletha jangan pulang terlambat!"
"Aletha jangan berteman dengan dia, dia tidak baik!"
"ALETHA!"
"KAKAK! Tolong berhenti mengatur hidupku, hidupku ya hidupku. Tolong jangan terus mengaturnya seolah kau pemilik hidup ku. Aku lelah."
Naraya Aletha, si adik yang sudah lelah dengan sikap berlebihan kakak tiri nya.
Galang Dwi Ravindra, sang kakak yang begitu membutuhkan adiknya. Dan tidak ingin sang adik berpaling darinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asmawi97, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Galang benar-benar mematuhi janji nya dengan mengikuti berbagai terapi untuk penyembuhan nya. Namun Naraya harus tetap berada di samping nya. Galang harus mencoba untuk menghilangkan ketakutan terbesar nya. Dengan tubuh bergetar, Galang menceritakan semua tentang sang ibu yang begitu di takuti nya. Menceritakan tentang penyiksaan yang dilakukan ibunya.
Hari demi hari Galang terus melakukan pengobatan nya. Meskipun melelahkan dan terkadang membuat takut. Namun Galang tetap menjalani semuanya. Asal Naraya berada di dekat nya.
Seperti hari ini. Galang baru saja melakukan terapi dengan Naraya yang menemani nya. Galang nampak begitu lelah. Sementara Naraya ikut duduk di ranjang Galang . Naraya menepuk kaki Galang dengan jari jari mungil nya.
"Kak Galang lelah?"
Galang membuka kedua matanya. Tersenyum begitu mendapati Naraya terus bersama menemani nya. "Emm... Hari ini aku benar-benar kelelahan Raya ."
"Tenang saja. Raya pasti bakal terus nemenin kakak. Tidak apa kakak, kakak akan baik-baik saja..."
"Terima kasih Raya."
"Selamat tidur kakak ..."
.
.
.
1 bulan kemudian...
Berkat terapi dan juga pengobatan nya, akhirnya Galang bisa dinyatakan sembuh dan keluar dari rumah sakit. Pagi pagi sekali, Angga membereskan baju baju Galang . Begitu senang karena akhirnya Galang dapat dinyatakan sembuh dan bahkan dapat kembali pada kehidupan remaja nya.
Galang sendiri sedang memakai jaket nya setelah melepaskan pakaian rumah sakitnya saat seorang gadis kecil membuka pintu kamar rawat nya. Galang tersenyum begitu cerah melihat adiknya itu. Namun senyum nya langsung sirna saat melihat seorang wanita di belakang Raya. Galang tidak suka, Galang benci, Galang tidak mau dekat dekat dengan seorang wanita.
"Si-siapa yah?" tanya Galang pada wanita yang sedang tersenyum begitu cantik itu.
Naraya tersenyum dan menggandeng Mama nya. "Dia Mama ku kakak. Mama Raya, juga Mama nya Kak Galang. Iya kan Papa?"
Angga nampak gelisah dan memandang Galang . "A-ahh... Iya."
Galang menghela napasnya. Lalu memandang sang ayah dengan tatapan tajam nya.
"Papa. Kita perlu berbicara."
.
.
.
Angga begitu gelisah melihat putranya yang berjalan di depan nya. Dia lalu menghentikan langkah nya yang sejak tadi mengikuti putranya. Galang akhirnya berhenti saat berada di tangga darurat rumah sakit. Galang langsung memandang tajam ayahnya.
"Apa maksudnya semua ini Papa?" Tanya Galang dengan suara rendah nya.
Angga memegang kedua lengan Galang . "Papa sudah pernah menceritakan nya kan padamu."
Galang tetap dengan tatapan tajam nya. "Menceritakan apa?! Papa tidak pernah mengatakan jika Naraya memiliki ibu!!"
Napas Galang nampak terengah. Tidak tahu jika Naraya ternyata memiliki seorang ibu. Seorang wanita yang begitu Galang takuti. Meskipun telah melakukan berbagai terapi, namun Galang tidak benar-benar bisa menghilangkan ketakutan terbesar nya terhadap seorang wanita.
"Ku pikir Naraya seorang anak yang Papa adopsi. Ku pikir Naraya tidak punya ayah, apalagi seorang ibu!"
Angga nampak mengacak rambut nya.
"Lalu? Kau mau bagaimana Galang? Tidak mau bersama Raya? Tidak mau Naraya menjadi adik mu?"
Galang langsung menatap tajam pada sang Ayah. "Tentu saja, Naraya harus tetap menjadi adikku! Naraya harus tetap berada di samping ku...! Papa pasti mengerti akan hal itu..."
Angga menghela napasnya, lalu menangkup wajah Galang.
"Kalau begitu, bisakah kau mencoba menerima ibunya Raya? Ibunya juga akan menjadi bagian dari keluarga kita."
"Maksud Papa?"
"Papa akan menikah dengan ibunya Raya. Itupun, jika kau mengijinkan Galang . Jika kau tidak mau Papa menikahi nya, Papa akan membatalkan nya."
Galang nampak berpikir. Jika Papa nya tidak menikah dengan ibunya Raya. Mungkin Naraya tidak akan menjadi adiknya dan tidak akan berada di samping nya.
"Jika Papa menikah dengan wanita itu. Maka Naraya sepenuhnya akan menjadi adik ku kan?"
Angga menganggukkan kepalanya. "Benar. Naraya akan menjadi adik mu, serumah dengan mu. Dan bisa bermain dengan mu sepanjang waktu. Itu yang kau mau kan Galang?"
Galang melepaskan tangan sang ayah yang menangkup wajahnya, lalu kembali memandang ayah nya. "Kalau begitu, menikahlah dengan wanita itu. Agar Naraya sepenuhnya menjadi adik ku. Tapi, pastikan Papa mengatakan ini. Wanita itu, tidak boleh terlalu dekat dengan ku. Aku tidak suka Papa."
"Jadi kau mengijinkan Papa untuk menikah lagi?"
Galang mengangguk.
"Emmm. Menikah lah. Asal pastikan, wanita itu tidak mengganggu atau berusaha mendekati ku."
"Galang . Jika tidak bersedia memanggil nya Mama. Panggil Tante Hanna dengan sebutan Tante Eoh? Naraya pasti sedih jika tahu kau memanggil Mama nya dengan sebutan 'wanita itu' Hmm?"
Galang menghela napasnya, dia mengangguk samar menanggapi ucapan ayahnya itu.
.
.
.
2 minggu kemudian.
Karena persetujuan dari Galang . Akhirnya Angga dan Hana melangsungkan pernikahan nya dua minggu setelah Galang keluar dari rumah sakit. Mereka melakukan pernikahan dan pesta pada malam harinya.
Namun Galang jelas jelas tidak nyaman dengan pesta yang ayahnya selenggarakan ini. Begitu banyak tamu undangan dan begitu banyak dari mereka adalah perempuan. Galang benci, Galang tidak suka!
Maka dari itu, Galang sejak tadi terus menggenggam tangan kecil Naraya agar anak itu tetap berada di samping nya. Namun Naraya yang aktif itu jelas tidak suka karena merasa terkekang di tengah pesta meriah ini. Naraya sangat ingin, berlari kesana kemari. Mencoba berbagai kue, manisan dan banyak lagi makanan. Naraya sangat ingin mencobanya. Apalagi Naraya juga melihat Abim teman nya berada di dalam pesta. Naraya sangat ingin bertemu dengan teman nya itu. Namun sejak tadi kakak nya terus memegang tangan nya membuat nya merengut dan memandang kesal kakak baru nya itu.
"Kak Galang, lepasin tangan Raya . Raya pengen kue yang itu kakak, Raya juga pengen deketin Abim dan Melisa... Boleh yah kakak? Hmm~"
Galang memandang tajam adiknya.
"Tidak boleh! Tetap disini Raya!"
Galang menarik napas panjang. Melonggarkan ikatan dasi di pakaian nya. Melihat pesta meriah yang masih di adakan.
"Papa jahat! Papa seharusnya tahu, aku begitu membenci wanita. Tapi kenapa, Papa dengan sengaja melakukan pesta yang begitu meriah untuk pernikahan nya. Begitu banyak wanita disini. Aku tidak suka, aku takut..."
Galang semakin mempererat pegangan nya pada pergelangan tangan Raya, membuat anak itu meringis karena sekarang sang kakak malah mencengkram pergelangan tangan nya.
"Kak Galang⚊ Sakit~"
Napas Galang nampak terengah. Sudah tidak ingin berada di tempat pesta ini lagi. Dia lalu memandang tajam adiknya.
"Raya. Tolong jangan jauh-jauh dari kakak ."
Naraya mempoutkan mulut nya mendengar ucapan kakak nya itu.
"Kenapa? Tapi Raya pengen kue itu kakak~"
"NARAYA! Kau bisa mendapatkan kue nya nanti. Tidak usah sekarang!"
Naraya menggeleng. Menghentakan kakinya kesal. "Tapi kakak~"
Galang menggeram marah.
"Sebaiknya kita pulang sekarang! Ayo!"
Naraya menggeleng, bibir nya melengkung kebawah. Naraya sangat suka pesta. Dia tidak mau meninggalkan pesta nya. Apalagi ini pesta pernikahan ibunya.
"Tidak mau! Pokoknya Raya mau kue nya! Raya gak mau pulang!!"
"NARAYA!! Kita. Pulang. Sekarang." ucap Galang dengan suara rendah nya.
Naraya tetap menggeleng. Bahkan sekarang berusaha melepaskan tangan sang kakak yang memegang pergelangan tangan nya. Galang menggeram kesal dan langsung memangku tubuh gempal adiknya membuat Naraya meronta ingin lepas. Ingin tetap berada di dalam pesta.
"Huweee Raya gak mau pulaaangMamaRaya mau Mamaa! hiks"
Galang tidak mengindahkan rengekan dan tangisan Raya. Dia tetap meninggalkan tempat pesta. Membuat tangisan Naraya semakin kencang, bahkan sampai memukul mukul kan tangan kecil nya pada dada Galang. Namun Galang tetap acuh dan terus berjalan sampai keluar gedung. Galang lalu menghampiri seorang Paman yang bekerja di rumah nya.
"Paman... Antarkan kami pulang. Sekarang."
Naraya menggeleng. Semakin ingin lepas dari pangkuan kakak nya. Namun Galang tetap acuh. Membuat Naraya semakin meronta dan menggerakkan gerakkan kakinya berontak ingin kembali masuk ke dalam pesta.
"Tapi Tuan muda, pesta nya kan belum selesai."
"Aku tidak peduli!" seru Galang dengan suara rendah nya.
"Lalu bagaimana dengan Nona kecil?" Tanya si Paman sambil melihat Nona kecil nya yang sedang menangis.
"Kakak. Raya gak mau pulang~~hiks Raya mau Mama~" Naraya terus merengek. Kali ini sambil memohon. Dia ingin bersama Mama nya sekarang.
"Kita pulang Raya... Paman, suruh pelayan Mira untuk membawa semua kue dan manisan yang berada di dalam. Raya menginginkan nya."
Pak Arya akhirnya hanya bisa menganggukkan kepalanya dan menuruti kemauan Tuan muda nya. Mengantar kedua majikan nya untuk pulang. Meskipun si Nona muda kecil tetap menangis.
Galang mengusap rambut Raya mencoba untuk menenangkan adiknya yang masih menangis.
"Maaf Raya, tapi kakak benar-benar membenci pesta itu. Dan kakak tidak mau, pergi tanpa mu."