Sinta tidak tahan lagi dengan perlakuan tidak baik dan semena-mena oleh Ayah dan keluarganya, terlebih mereka selalu menghina Ibunya.
Sinta yang awalnya diam saja, sekarang tidak lagi. Dia akan membalas sakit hati Ibu nya kepada orang-orang yang sudah menolehkan luka di hati Ibu.
Apa yang akan Sinta lakukan untuk membalaskan luka sakit hati sang Ibu?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 8 Ayah Mencak-Mencak
"Sin, Ibu mu belanja kemana sih? belum balik juga, udah satu jam juga belum nongol-nongol, belanja ke Palestin gitu yah?." Gerutu Ayah pada ku.
"Ke grosir Yah, sekalian belanja buat dagang besok, emang suka lama belanja di sana, soalnya pasti ngantri." jawabku jujur.
"Kurang ajar, tahu gitu Ayah belanja aja sendiri di warung tau bakal lama gini." ucap Ayah ketus.
"Ya sudah sabar aja, bentar juga sampe ribet amat." celetukku dengan nada sedikit tinggi.
Nampak Ayah sangat marah mendengar ucapanku, mata nya melotot sambil berkacak pinggang menatapku tajam. Aku harus siap mendengar omelan Ayah yang pasti akan panjang seperti kereta.
"Sabar-sabar. Udah pada berani yah kalian sama Ayah! Kalian di pengaruhi apa sih sama Ibu kampung mu hah! sampai pada berani pada Ayah kandung mu sendiri?." Sentak Ayah padaku.
Aku yang sedang membaca menoleh ke arah Ayah.
"Stop yah! jangan hina-hina Ibu ku sebagai Ibu kampung lagi. Perasaan aku juga jawab nya biasa aja barusan. Kok malah Ayah tiba-tiba menghina Ibu dengan sebutan Ibu kampung segala." balas ku dengan nada cukup tinggi. Siapa suruh datang-datang mencak-mencak tak jelas sama anak sendiri, pake menghina Ibu segala.
"Kamu yang sopan yah kalau ngomong sama Ayahmu!. Nggak usah pake urat bisa kan? kamu mau Ayah tampar?." teriak Ayah yang tak terima dengan ocehan ku.
"Sedari tadi aku juga sopan, Yah. Jawab nya juga biasa aja, tapi Ayah yang mulai duluan menghina Ibu. Aku tak terima Ayah menghina Ibu lagi!. Kalau mau tampar, tampar aja nih, tampar!." tantang ku pada Ayah.
"Aargghh sudahlah mending aku kembali ke kantor saja, niat ingin bersantai di rumah malah emosi aku di sini. Gara-gara didikan si Ipah Jal*ng gak becus itu kamu sampai berani seperti ini pada Ayah." teriak Ayah membuat emosi ku naik ke ubun-ubun. Akan aku ingat hinaan Ayah pada Ibu dan akan aku balas suatu hari nanti.
"Stop Ayah! kenapa Ayah malah menghina Ibu ku lagi? Sudah cukup! Kalau Ayah mau keluar, keluar aja sana! nggak usah hina Ibu segala." teriak ku kencang sampai membuat Ayah berhenti melangkah keluar rumah lalu berjalan mendekatiku.
"Huh dasar anak gak tahu di untung." sembari menggerakkan tangan hendak menampar ku.
"Cukup! Apa yang kamu lakukan pada anakku, Bang? Cukup aku saja yang kamu perlakukan semena-mena jangan anak ku!." sergah Ibu yang tiba-tiba menahan tangan kanan Ayahku yang hendak menamparku.
"Halah anak dan Ibu sama saja bikin kesel aja. Mana sini rokok ku? Aku akan pergi pusing lama-lama di rumah." balas Ayah ketus sembari mengambil rokok dari kantong belanjaan Ibu.
"Ya udah nih! ya udah pergi aja sana!." pungkas Ibu seraya menyodorkan sebungkus rokok pada Ayah.
"Oke, nanti malam kamu kunci pintu rumah aja, Ipah. Soalnya Abang nggak akan pulang ke rumah malam ini." ucap Ayah seraya berlalu pergi meninggalkan rumah.
Ayah bersitatap dengan Bayu saat pas pas di depan pintu, namun tidak ada kata-kata yang keluar dari Ayah dan juga Bayu. Tapi aku tahu dari arti tatapan Ayah yang masih kesal dengan apa yang di lakukan Bayu tempo hari.
"Kak Sinta, Ibu tidak apa-apa kan?. Apa yang dilakukan Ayah kali ini?." tanya Bayu khawatir mendekat ke arah kami.
"Tidak apa-apa Nak." Jawab Ibu.
Ibu mengatakan itu pasti tidak ingin anak-anak nya semakin membenci Ayah.
"Tapi kenapa Ayah marah-marah, sampai kedenger loh tadi dari luar." tanya Bayu penasaran.
"Ayah saja yang nyebelin, perasaan Sinta ngomong nya biasa saja. Sinta cuman nggak suka kalau Ayah menghina Ibu. Jadi Sinta hanya bilang supaya Ayah berhenti menghina Ibu, sampai akhirnya mungkin Ayah kesal dan hendak menamparku, untung Ibu barusan keburu datang." ucapku menjelaskan.
Memang anak mana yang terima Ibu kandung nya di hina-hina seperti itu, apalagi mengingat kelakuan Ayah yang semena-mena pad Ibu.
"Ya ampun Sinta Ibu sudah bilang, biarkan Ayahmu mau berbicara apapun tentang Ibu. Kamu jangan sampai tersulut emosi seperti itu walau bagaimana pun dia tetap Ayah kandung mu Sinta. Lain kali jangan mancing emosi Ayah lagi. Nggak baik Nak. Tapi kamu ngga papa kan?." balas Ibu.
"Ih Ibu gimana sih, kok belain Ayah. Aku kan ngebelain Ibu. Ibu jangan terlalu baik deh sama Ayah. Sinta nggak kenapa-napa kok Bu, aman."
Ya Allah kenapa Ibu malah membela Ayah? Ibu nggak tahu aja kelakuan Ayah di belakang Ibu, selain sikap nya yang sentimen, Ayah juga terlihat dekat dengan Tante Adel bahkan di Restaurant mahal tadi Ayah bersikap mesra dengan Tante Adel.
"Syukurlah kakak ngga kenapa-napa, kalau sampai terjadi sesuatu pada Kakak, Bayu nggak akan tinggal diam kalau Ayah sampai melukai Kakak. Kakak jangan lupa bilang ke Bayu, Bayu akan lawan Ayah lagi." pungkas Bayu.
Aku terharu dengan tingkah laku adik laku-lakiku ini. Sebegitu sayang nya dia kepadaku sampai berani membela ku padahal dia masih kecil tapi dia sudah berani berkata seperti itu seakan dia pelindung keluarga ku.
"Aku terharu sekali Bay, tapi kamu tenang aja. Kakak ngga akan tinggal diam kok kalau sampai Ayah main tangan pada Kakak." sahutku.
"Sudah-sudah nggak usah di teruskan. Sinta kamu jangan terlalu meladeni ucapan Ayah mu, biarkan saja. Nggak usah sok jagoan. Nanti kalian kualat lagi karena melawan orang tua." tegur Ibu.
"Kami bukan nya sok jagoan Bu. Bedakan antara sok jagoan sama membela diri. Kita kan cuman membela diri, lagian kita nggak pernah cari gara-gara duluan. Semut aja kalau di injak pasti gigit, lah kita manusia masa diam saja. Iyah kan kak?."
"Alah kamu Bayu pake peribahasa segala, masih Smp juga ngomong nya udah sok jadi dewasa. Ibu cuman khawatir kepada kalian dan jangan terlalu baper menganggap perkataan Ayahmu, biarkan saja. Ayahmu juga nanti capek sendiri." pungkas Ibu.
"Hahaha Bayu emang dasar sok dewasa banget Bu. Sudah lah kamu masuk kamar belajar yang rajin. Kerjain tugas sekolah mu untuk besok. Besok kamu mau masuk sekolah kan?."
Namun apa yang di katakan Bayu ada benar nya. Aku mengakui kebenaran dari perkataan adik laki-laki ku itu.
"Ah nanti aja deh ngerjainnya malem juga bisa, aku mau main game dulu di kamar, bye." pungkasnya lagi seraya masuk ke dalam kamar.
"Dasar bocil main game aja terus yang ada dalam otaknya bukan belajar. Gimana mau berprestasi kalau kerjaan nya game mulu." ketusku dengan nada sedikit lebih tinggi.
"Bawel banget sih, bawa santai aja lah. Emang kalau anak berprestasi di masa tua nya akan menjamin sukses. Belum tentu juga sih hahahaha." Sahut Bayu menjawab pertanyaan ku dari dalam kamarnya.
"Tuh Bu lihat anak itu di bilangin yang bener sama kakak nya malah ngejawab aja." ucapku pada Ibu.
"Ya udah sih Sin biarin aja, lagian kan kamu tahu Ibu juga bukan tipe orang tua yang harus anak nya berprestasi di sekolah, yang penting adikmu sekolah dan mendapat ijazah Ibu sudah bangga kok. Walaupun tidak berprestasi dalam mata pelajaran tapi manusia di ciptakan dengan segala macam potensi dan kemampuan, Sin. Mungkin saja adikmu punya potensi atau kemampuan yang belum kita ketahui."
Aku tertegun mendengar ucapan Ibu, emang benar Ibu tidak pernah menekan kami dalam hal belajar selagi kami bisa bersekolah tidak membuat masalah dan tidak mempermalukan namanya, Ibu tetap bangga akan perkembangan anak-anaknya. Lain hal nya dengan Ayah yang selalu menekanku, bahkan sewaktu aku SMP aku di marahi Ayah karena ranking ku turun, yang tadi nya ranking 1 menjadi ranking 2. Bukan hanya itu Ayah juga pernah memarahi teman sekelasku yang mendapatkan ranking 1 karena di rasa tidak pantas mendapatkan ranking itu. Aku sampai malu mengingat kelakuan Ayahku itu.
.
.
.
Bersambung...