800 setelah perang nuklir dahsyat yang melibatkan Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok, dunia telah berubah menjadi bayangan suram dari masa lalunya. Peradaban runtuh, teknologi menjadi mitos yang terlupakan, dan umat manusia kembali ke era primitif di mana kekerasan dan kelangkaan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Di tengah reruntuhan ini, legenda tentang The Mockingbird menyebar seperti bisikan di antara para penyintas. Simbol harapan ini diyakini menyimpan rahasia untuk membangun kembali dunia, namun tak seorang pun tahu apakah legenda itu nyata. Athena, seorang wanita muda yang keras hati dan yatim piatu, menemukan dirinya berada di tengah takdir besar ini. Membawa warisan rahasia dari dunia lama yang tersimpan dalam dirinya, Athena memulai perjalanan berbahaya untuk mengungkap kebenaran di balik simbol legendaris itu.
Dalam perjalanan ini, Athena bergabung dengan kelompok pejuang yang memiliki latar belakang & keyakinan berbeda, menghadapi ancaman mematikan dari sisa-s
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35: Suara dari Timur
Pasukan revolusi yang berhasil melarikan diri di bawah pimpinan Kael kini sedang bergerak cepat menuju Timur, di mana kabarnya pemimpin lain, Kaida, tengah mempersiapkan kekuatan untuk menghadapi Atlantis. Meski perjalanan mereka penuh dengan tantangan, tekad untuk melanjutkan perjuangan Athena menjadi penggerak utama di hati para pejuang yang tersisa.
Elora, yang masih terkejut dan berduka atas genosida para ilmuwan di Pulau Mistik, berusaha menenangkan dirinya di sela-sela perjalanan. Ia melihat luka-luka yang menghiasi wajah dan tubuh para pejuang, namun ada satu hal yang membuat mereka tetap bergerak: mimpi akan kebebasan.
“Kita tidak bisa terus-menerus melarikan diri seperti ini,” kata Elora kepada Kael saat mereka berhenti di sebuah lembah yang dipenuhi pohon-pohon tinggi. “Athena membutuhkan kita. Dia percaya bahwa kita bisa melawan, tapi sekarang kita hanya bersembunyi.”
Kael menatap Elora, matanya dipenuhi rasa bersalah. “Athena mengorbankan dirinya untuk memberi kita kesempatan. Jika kita tetap di sana, kita semua akan mati. Aku harus memastikan pengorbanannya tidak sia-sia.”
Elora ingin berdebat, tetapi ia tahu bahwa Kael benar. Pasukan mereka saat ini terlalu kecil untuk menghadapi kekuatan penuh Atlantis. Mereka membutuhkan lebih banyak orang, lebih banyak sumber daya, dan yang terpenting, strategi baru.
Namun, di sisi lain medan perang, kabar mengenai keberanian Athena sudah menyebar. Di desa-desa kecil yang selama ini menderita di bawah kekuasaan Atlantis, nama Athena mulai menjadi simbol harapan. Orang-orang yang sebelumnya takut kini mulai memberanikan diri untuk melawan. Di satu desa kecil, seorang pria tua memutuskan untuk menyembunyikan para pejuang yang terluka. Di tempat lain, sekelompok pemuda mulai merakit senjata primitif untuk persiapan perang.
---
Di Jantung Atlantis
Kaisar Lucien duduk di atas tahtanya yang megah, dikelilingi oleh para penasihatnya. Berita mengenai bentrokan antara Jenderal Theron dan pasukan revolusi Athena telah sampai ke telinganya. Meskipun pasukan Theron berhasil menghancurkan sebagian besar kekuatan revolusi, nama Athena kini menjadi ancaman yang nyata bagi stabilitas kekuasaan Atlantis.
"Kita tidak bisa membiarkan ini terus berkembang," kata Kaisar Lucien, suaranya tegas dan dingin. "Nama Athena harus dilenyapkan dari ingatan rakyat. Mereka yang masih berani menyebut namanya harus dihukum tanpa ampun."
Salah satu penasihatnya, seorang pria licik bernama Alaric, mengangguk. "Kami telah memulai operasi untuk mengontrol informasi di wilayah-wilayah jajahan. Semua kabar mengenai Athena akan disaring. Namun, ada laporan bahwa kelompok di Timur mungkin menjadi ancaman berikutnya."
Kaisar Lucien berpikir sejenak. "Kaida," katanya pelan, seperti sedang merenung. "Pemimpin itu telah lama menjadi duri dalam daging kita. Kirimkan salah satu jenderal besar untuk mengawasi situasi. Kita harus menghancurkan mereka sebelum mereka bergabung dengan pemberontak Athena."
---
Pasukan Revolusi dan Pertemuan dengan Kaida
Setelah berhari-hari perjalanan yang melelahkan, Kael dan pasukan yang tersisa akhirnya tiba di sebuah lembah yang dijaga ketat. Tempat ini adalah markas besar Kaida, pemimpin pemberontak di Timur. Lembah itu penuh dengan benteng-benteng alami, dengan tebing tinggi yang melindungi setiap sudutnya. Di dalam, ribuan orang sedang mempersiapkan senjata, membangun barak, dan mengatur strategi.
Kaida, seorang wanita dengan rambut panjang berwarna hitam dan tatapan penuh kewibawaan, menyambut kedatangan Kael dan Elora dengan hati-hati. Meskipun ia tahu bahwa mereka memiliki musuh yang sama, ia juga tahu bahwa setiap langkah harus diambil dengan cermat.
"Kael," kata Kaida dengan nada rendah namun berwibawa. "Aku mendengar tentang Athena dan perjuangannya. Pengorbanannya tidak sia-sia. Namanya sudah menjadi simbol perlawanan."
Kael mengangguk. "Kami butuh bantuanmu. Pasukanmu adalah harapan terakhir kami untuk melawan Atlantis."
Kaida menatap jauh ke arah horizon. "Atlantis adalah musuh yang tangguh. Mereka memiliki teknologi, kekuatan, dan pengaruh yang tak tertandingi. Tapi mereka memiliki satu kelemahan: kesombongan mereka. Jika kita bisa memanfaatkan kelemahan itu, kita punya peluang."
Elora melangkah maju. "Aku melihat sendiri kekejaman mereka. Mereka membantai ilmuwan dan membakar harapan dunia. Jika kita tidak melawan, maka tidak ada yang akan tersisa."
Kaida menatap Elora dengan rasa hormat. Ia tahu bahwa mereka yang berdiri di hadapannya adalah orang-orang yang telah kehilangan segalanya, tetapi masih memilih untuk berjuang.
"Baik," kata Kaida akhirnya. "Kita akan bekerja sama. Tapi ini bukan hanya tentang kekuatan militer. Kita harus memenangkan hati rakyat, mempersiapkan mereka untuk melawan. Perlawanan ini harus menjadi perlawanan seluruh dunia."
---
Strategi Baru dan Rencana Besar
Dalam beberapa hari berikutnya, Kael, Elora, dan Kaida bersama para pemimpin lainnya mulai menyusun strategi. Mereka tahu bahwa menghadapi Atlantis secara langsung adalah bunuh diri. Sebagai gantinya, mereka merancang operasi untuk melemahkan kekuatan Atlantis dari dalam. Mereka mulai mengirim agen-agen ke wilayah yang dikuasai Atlantis untuk menyebarkan berita tentang kekejaman mereka.
Kaida juga mengajarkan teknik perang gerilya kepada pasukan revolusi. Mereka mempelajari cara memanfaatkan medan, menyerang secara tiba-tiba, dan menghilang sebelum musuh sempat merespons. Pasukan mereka yang kecil namun tangguh mulai berubah menjadi ancaman nyata.
Namun, di tengah persiapan ini, kabar buruk datang. Jenderal besar Atlantis, Soraya, telah dikirim untuk menghancurkan pasukan di Timur. Soraya dikenal sebagai salah satu pemimpin militer paling kejam dan taktis. Kehadirannya adalah ancaman yang tidak bisa diabaikan.
"Kita harus bersiap," kata Kaida, tatapannya penuh tekad. "Soraya adalah musuh yang berbahaya. Tapi kita memiliki sesuatu yang mereka tidak punya: harapan."
Di tengah kegelapan itu, suara Athena tetap hidup di hati mereka. Meskipun ia tidak lagi berada di samping mereka, semangatnya terus mendorong mereka untuk melanjutkan perjuangan. Perlawanan ini baru saja dimulai, dan dunia akan segera melihat bahwa tirani Atlantis tidak akan bertahan selamanya.