Assalamu'alaikum. Wr. Wb.
Ini novel ketigaku.
Novel ini kelanjutan "Ternyata Ada Cinta"
Baca dulu "Ternyata Ada Cinta" biar nyambung...
Setelah kepergian Fariz, dunia terasa gelap gulita. Cahaya yang selama ini selalu menyinari hari serta hati Zafira padam dalam sekejap mata. Meninggalkan kegelapan serta kesunyian yang teramat menyiksa. Ternyata kehilangan seorang sahabat sekaligus suami seperti Fariz jauh lebih menyakitkan dari apapun.
Perjuangan Cinta Zafira untuk menemukan Fariz dan membawa kembali pria itu ke pelukannya tidaklah main-main. Setiap hari Zafira berjuang keras kesana kemari mencari keberadaan Fariz sampai mengorbankan keselamatannya sendiri. Namun perjuangannya tidak menemukan titik terang yang membuatnya ingin menyerah.
Hingga di titik lelah perjuangan Zafira mencari Fariz, penyakit lama Zafira kembali kambuh. Akankah Fariz sempat menyelamatkan Zafira atau justru gadis itu meregang nyawa membawa pergi cintanya yang belum terucap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rara RD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 - Kaki Terkilir
Kepala Zafira berputar mencari orang di dalam rumah tetapi matanya tidak menemukan siapa pun di sana. Dia ingin ke dapur mengambil air minum tetapi kakinya sudah tidak sanggup berjalan lebih jauh lagi dan memilih beristirahat sebentar di ruang tamu sembari meredakan rasa ngilu yang semakin terasa menjalar naik ke bagian paha.
"Bi Senah.., Biii..," panggilnya kemudian dengan suara tidak terlalu kencang tetapi cukup bisa didengar oleh bi Senah yang saat itu kebetulan sedang membersihkan meja makan.
Mendengar namanya dipanggil dan tahu persis kalau suara itu adalah suara nona majikan, bi Senah meninggalkan pekerjaan lalu tergopoh-gopoh menuju ke arah datangnya suara. Matanya membelalak saat melihat Zafira sedang meringis sambil menunduk mengusap-usap kakinya untuk sedikit meredakan rasa sakit.
"Neng Zafira, kenapa kakinya? Apa yang terjadi?" muka bi Senah tampak khawatir sambil duduk bersimpuh di lantai memegangi kaki Zafira.
"Eh bi, jangan duduk di lantai! Duduk saja di sofa!" Zafira terkejut saat melihat pekerjanya itu langsung mendudukkan tubuh di dekat kakinya.
Gadis itu merasa tidak enak karena bi Senah yang usianya dua kali lipat lebih tua darinya harus duduk bersimpuh di kakinya.
"Tidak apa-apa neng. Bibi duduk di sini saja. Bibi mau periksa kaki neng"
Bi Senah memperhatikan sekitar mata kaki Zafira yang berwarna biru dan memar.
"Neng, kenapa bisa seperti ini? Menurut bibi, kaki neng sepertinya terkilir dan harus segera dipijit oleh tukang urut. Kalau tidak segera diobati pasti akan bengkak dan sakit. Neng tidak akan bisa tidur apalagi saat malam hari sakitnya akan makin terasa" jelas bi Senah memberitahu.
"Aduh bi.., Aku tidak pernah urut. Aku takut. Pasti sakit sekali" Zafira menolak dengan raut muka tidak setuju.
"Neng tidak perlu takut. Sakitnya hanya sebentar. Dari pada neng biarkan, pasti akan semakin parah. Neng tidak akan bisa berjalan nantinya" bi Senah memberitahu lebih rinci.
Zafira menghempas nafas sambil berfikir mempertimbangkan anjuran bi Senah. Semua yang dikatakan wanita paruh baya itu ada benarnya. Jika dia tidak segera mengobati kakinya maka dapat dipastikan keadaannya akan kian parah. Dia tidak mau jika sampai harus membiarkan kakinya tidak bisa berjalan. Masih banyak yang harus dilakukannya. Dia harus mencari Fariz dan juga harus bekerja di perusahaan sang papa.
Melihat Zafira hanya diam, bi Senah kembali melanjutkan ucapan.
"Di kampung ada tetangga bibi yang turun temurun menjadi tukang urut. Nanti mang Karman yang akan menjemputnya. Bibi yakin, kaki neng pasti sembuh karena dia tukang urut paling paten di kampung bibi. Neng mau kan?" tawar bi Senah berusaha meyakinkan sang gadis.
Zafira masih terlihat bingung namun setelahnya mengangguk tanda setuju. Walau hatinya masih ragu namun kesembuhannya merupakan prioritas. Jika dia tidak bisa berjalan maka semua pekerjaan akan terbengkalai.
"Pakai saja mobil kantor bi. Nanti karyawan mengantarnya ke sini"
"Tapi neng, biasanya kalau urut terkilir minimal harus diurut dua kali sampai tiga kali."
"Hah?" Zafira melongo mendengar penyampaian bi Senah.
"Dua kali? Kenapa tidak satu kali saja bi? Aku takut urut, bi." Zafira mencoba bernego, berharap bi Senah mengabulkan permintaannya.
Bi Senah tersenyum melihat ketakutan di wajah Zafira. Dia tahu kalau gadis itu tidak pernah berurusan dengan tukang urut. Pantas kalau dia merasa ketakutan.
"Nanti tukang urut yang menjelaskan harus berapa kali neng diurut. Mudah-mudahan terkilirnya tidak parah jadi cukup satu kali urut saja. Sekarang kaki neng harus segera diobati biar tidak makin parah." bi Senah menenangkan ketakutan Zafira.
Akhirnya Zafira hanya bisa mengangguk pasrah. Tidak ada pilihan baginya selain menuruti saran bi Senah karena hanya bi Senah satu-satunya yang saat ini bisa dijadikannya tempat bertukar fikiran.
Sorenya tukang urut telah dijemput mang Karman.
Zafira tidak menyangka kalau urut terkilir bisa sesakit ini. Gadis itu sampai menangis dan menjerit saat jari mbo Tum mengurut bagian kaki yang terkilir. Nafasnya tersendat-sendat menahan rasa sakit akibat urutan mbo Tum.
Selama urut berlangsung fikirannya terus membayangkan wajah Fariz. Seolah meminta pria itu untuk menguatkannya. Dan sesekali bibirnya menyebut nama Fariz di sela-sela rintihan kesakitannya.
Hanya butuh dua puluh menit mbo Tum sudah menyelesaikan urutnya. Setelah mendengarkan penjelasan mbo Tum kalau kaki Zafira hanya terkilir ringan dan tidak perlu diurut lagi membuat Zafira tersenyum senang. Dalam dua atau tiga hari ke depan dia sudah dapat berjalan seperti semula dan tidak perlu merasakan sakit kedua kali untuk melakukan pengurutan.
Sebelum mbo Tum pulang, dia telah mempersiapkan beras kencur yang sudah dicampur dengan ramuan lain untuk dibalurkan di kaki Zafira untuk mempercepat penyembuhan.
Tiga hari berlalu, Zafira sudah benar-benar pulih. Kakinya bisa berjalan seperti biasa seolah tidak pernah terjadi apa-apa pada kakinya. Dia lega sudah bisa pergi kemana pun tanpa harus tertatih dan merasakan ngilu.
Gadis itu merasa bangga dengan pengobatan tradisional. Ternyata tidak semua penyakit harus diobati dengan cara medis. Pengobatan tradisional ternyata mampu menunjukkan power-nya untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Selama ini dia tidak pernah terkilir dan berasumsi kalau terkilir harus dibawa ke rumah sakit dan hanya dokter yang dapat mengobatinya. Ternyata pemikirannya salah. Masih ada pengobatan tradisional turun temurun dari nenek moyang yang bisa diandalkan untuk penyembuhan berbagai penyakit.
***
Malam ini setelah menyelesaikan shalat Magrib, Zafira tidak terlalu berselera menyantap makanan. Fikirannya masih tertuju dan memikirkan pertemuannya dengan Fariz di rumah Wilda tiga hari lalu.
Dia hanya memakan sepotong ayam serta beberapa sendok sayuran tumis, hanya untuk mengganjal lambung jangan sampai penyakit baru menghampirinya. Bisa dikatakan setiap hari dia tidak berselera makan sejak kepergian Fariz. Sama seperti malam ini, perasaannya tidak mampu dikendalikan, terus saja merindukan pujaan hati yang entah ada dimana. Menit hingga jam dilalui dengan begitu menyedihkan. Dia tetap saja merindukan Fariz meski dia tahu pria itu tidak ingin bertemu dengannya.
Setelah melamun beberapa menit di kamar tanpa tahu harus melakukan apa, akhirnya dia berinisiatif berjalan-jalan keluar untuk melepas rasa rindunya kepada Fariz.
Saat turun di anak tangga terakhir, dia melihat bi Senah sedang berjalan ke dapur.
Gadis itu pun berpamitan untuk mencari angin di luar sebentar. Bi Senah sebenarnya sedikit cemas melepaskan Zafira, yang tidak hanya cantik namun amat mempesona bagi setiap mata yang memandang untuk keluar sendiri di malam seperti ini.
Bi Senah berniat menyuruh suaminya, mang Karman menemani, dengan begitu keamanan gadis itu akan lebih terjaga tetapi Zafira menolak secara halus, berusaha meyakinkan kalau dia hanya mencari angin segar. Hanya sebentar untuk menghilangkan rasa suntuk di rumah dan akan kembali secepatnya. Akhirnya dengan berat hati bi Senah menyetujui Zafira keluar sendiri dan berpesan kepada gadis itu agar tidak pulang terlalu malam.
...*****...