Arnav yang selalu curiga dengan Gita, membuat pernikahan itu hancur. Hingga akhirnya perceraian itu terjadi.
Tapi setelah bercerai, Gita baru mengetahui jika dia hamil anak keduanya. Gita menyembunyikan kehamilan itu dan pergi jauh ke luar kota. Hingga 17 tahun lamanya mereka dipertemukan lagi melalui anak-anak mereka. Apakah akhirnya mereka akan bersatu lagi atau mereka justru semakin saling membenci?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33
Akhirnya Shaka memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Baru beberapa langkah melewati pintu, langkah kakinya sudah dihadang oleh Gio.
"Akhirnya kamu pulang juga!"
Shaka hanya mengepalkan kedua tangannya. Dia melewati Gio begitu saja.
"Kalau kamu masih mau tinggal di rumah ini. Turuti apa kataku!"
Shaka menghentikan langkah kakinya tanpa menatap Gio. "Aku mau tinggal di rumahku sendiri, buat apa menuruti apa kata kamu!"
Tiba-tiba Gio menjambak rambut Shaka dari belakang lalu membenturkan dahi Shaka ke ujung meja. "Berani sekali kamu bilang seperti itu!"
Shaka menyentuh dahinya yang terasa sakit. Dia melihat darah yang ada di tangannya. Dia berdiri dan memukul perut Gio dengan keras. "Kamu mau membunuhku! Aku tidak akan mati begitu saja!" Dia menatap tajam Gio. Sudah habis semua kesabarannya. Jika dulu dia merasa bukan siapa-siapa dan hanya menumpang di rumah itu, kini dia telah tahu semuanya.
"Kamu bisa apa?" Gio memberi kode pada anak buahnya untuk mencekal tangan Shaka. "Apa yang sudah kamu ketahui?"
Shaka berusaha melepaskan dirinya tapi sia-sia. Dia menatap Gio dengan penuh kebencian.
"Papa, lepasin Kak Shaka." Zeva mendekat dan berusaha melepas tangan Shaka. "Kenapa Papa jahat sekali sama Kak Shaka." Zeva melepas tangan yang mencekal Shaka lalu menariknya agar mengikutinya masuk ke dalam kamar.
"Vita sudah bilang sama Kak Shaka?" tanya Zeva. Dia mengambil plester untuk menutup luka di dahi Shaka.
"Iya," jawab Shaka singkat. Sebenarnya dia juga tidak ingin melawan orang tua Zeva tapi mereka semakin keterlaluan. Dia berada di posisi serba salah.
Kemudian Zeva memasang plester di dahi Shaka. "Kak Shaka jangan bilang dulu kalau sudah tahu masalah ini. Kita susun rencana dulu."
"Lo tahu siapa nama pengacara keluargaku?" tanya Shaka.
Zeva mengingat-ingat nama yang sempat disebut papanya. "Sebentar aku ingat-ingat dulu. Kemarin gak sengaja aku dengerin."
"Namanya Herman. Iya, kalau gak salah namanya adalah Herman. Nanti aku bantu cari nomor ponselnya."
Shaka tersenyum lalu memeluk Zeva. "Makasih. Hanya lo yang peduli sama gue. Tapi bagaimana sama lo kalau hak waris itu kembali ke gue? Gue jadi serba salah."
Zeva tersenyum dan mengeratkan pelukan itu. "Tidak apa-apa. Semua kekayaan ini harus kembali pada pemilik aslinya."
Shaka melepas pelukannya dan mengacak rambut Zeva. "Tenang saja, lo tetap tuan putri di rumah ini." Kemudian dia keluar dari kamar Zeva.
"Kak Shaka ...." Zeva hanya menatap Shaka yang keluar dari kamarnya sambil tersenyum kecil.
...***...
"Herman?" Arnav duduk di depan layar laptopnya setelah Shaka menghubunginya bahwa nama pengacara keluarganya adalah Herman. Dia segera mencari info pengacara yang bernama Herman.
"Ada tiga pengacara yang bernama Herman. Aku coba tanya mereka satu-satu. Mereka berada di tiga lokasi berbeda."
Arnav segera mengirim e-mail pada ketiga orang itu. "Kata Shaka dia sekarang berada di luar negeri apa Herman Waluya yang sedang menangani kasus di Singapura? Kalau memang dia, sepertinya dia tidak bisa datang sekarang. Tinggal menunggu balasan. Semoga saja masalah ini cepat selesai."
Kemudian Arnav menyandarkan punggungnya di kursi kebesarannya. Belum juga sehari tidak bertemu Gita rasanya dia sudah kangen.
Kemudian dia menghubungi Gita lewat video call. "Kamu dimana?" tanya Arnav. Bukan wajah Gita yang ditunjukkan tapi kamera ponselnya justru diarahkan ke pohon.
"Lagi di lokasi syuting."
"Pulang jam berapa? Aku mau ajak kamu makan malam. Bisa?"
"Tidak bisa. Aku sampai malam di sini. Besok-besok saja ya."
"Oke. Kamu sekarang di taman kan?"
"Iya. Loksyut nya di taman."
"Ya sudah, jangan lupa makan. Kalau kecapekan istirahat."
"Iya."
Kemudian panggilan video itu terputus. Arnav masih saja tersenyum kecil kemudian dia memanggil Andre agar masuk ke dalam ruangannya.
"Ada apa Pak?"
"Sekarang kamu pesan food truk yang berisi salad dan smoothie kamu kirim ke taman yang berada di dekat jalan Sudirman. Kirim untuk Gita dan seluruh kru film." Arnav mencatat sesuatu di kertas lalu diberikan pada Andre.
"Harus ready sekarang?" tanya Andre. Bosnya benar-benar sedang jatuh cinta lagi secara ugal-ugalan.
"Iya, harus ready siang ini kalau bisa. Nanti hubungi aku kalau sudah ready, aku akan ke taman."
"Tapi sulit cari yang mendadak seperti ini. Biasanya harus pesan dahulu." Andre ragu dengan keinginan bosnya itu.
"Aku transfer ke rekening kamu uang lebih. Berapapun biayanya kamu bayar."
Andre menganggukkan kepalanya. Jika sudah ada uang lebih, tentu dia akan segera mengerjakan tugasnya. Kemudian dia keluar dari ruangan itu untuk mencari pesanan Arnav.
Arnav mematikan laptopnya, lalu dia memakai jasnya dan keluar dari ruangannya. "Risa, kamu cek hasil produksi dalam satu minggu kemarin. Nanti kamu kirim ke e-mail saya," pesannya pada sekretarisnya.
Risa menganggukkan kepalanya. "Baik, Pak."
Arnav segera berjalan jenjang menuju lift. Dia mencari toko perhiasan ternama di kotanya dan melihat beberapa model pengeluaran terbaru lewat ponselnya.
"Gita, aku pastikan hari ini ending cerita kamu menjadi nyata ...."