Di alam semesta yang dikendalikan oleh Sistem Takdir Universal, setiap kehidupan, keputusan, dan perjalanan antar galaksi diatur oleh kode takdir yang mutlak. Namun, segalanya berubah ketika Arkhzentra, seorang penjelajah dari koloni kecil Caelum, menemukan Penulis Takdir, alat kuno yang memberinya kekuatan untuk membaca dan memanipulasi sistem tersebut.
Kini, ia menjadi target Kekaisaran Teknologi Timur, yang ingin menggunakannya untuk memperkuat dominasi mereka, dan Aliansi Bintang Barat, yang percaya bahwa ia adalah kunci untuk menghancurkan tirani sistem. Tapi ancaman terbesar bukanlah dua kekuatan ini, melainkan kesadaran buatan Takdir Kode itu sendiri, yang memiliki rencana gelap untuk menghancurkan kehidupan organik demi kesempurnaan algoritmik.i
Arkhzentra harus melintasi galaksi, bertarung melawan musuh yang tak terhitung, dan menghadapi dilema besar: menghancurkan sistem yang menjaga keseimb
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Topannov, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Persiapan Kembali ke Corestar
Tim Zephyr berhasil keluar dari portal dan tiba di dekat planet yang asing, tetapi kapal mereka dalam kondisi parah. Lyrientha dan Rhaegenth harus memperbaiki kapal sambil mencari cara untuk mengisi daya fragmen Takdir Kode. Namun, tantangan baru muncul ketika mereka harus berurusan dengan penduduk lokal yang tidak sepenuhnya bersahabat.
Zephyr keluar dari portal dengan hentakan besar. Thud! Whooooosh! Suara logam berderit terdengar dari lambung kapal, seolah-olah seluruh strukturnya hampir runtuh. Di kokpit, Lyrientha dan Rhaegenth berpegangan erat pada kursi mereka sementara layar holografik berkedip dengan lampu merah peringatan di setiap sudut.
“Kita keluar!” seru Rhaegenth dengan lega, meskipun matanya tetap waspada pada layar. “Dan… lihat itu, kita tidak meledak!”
“Kita belum meledak,” koreksi Lyrientha tajam. Ia melirik ke luar jendela kokpit, matanya tertuju pada sebuah planet yang terlihat hancur tetapi masih memiliki atmosfer yang tipis. “Tempat apa ini?”
Rhaegenth menekan beberapa tombol pada konsolnya. Klik, klik, bzzzzt. “Planet kecil tanpa nama. Tidak ada tanda peradaban besar, tetapi aku mendeteksi energi aneh di permukaannya. Mungkin ada sesuatu yang bisa kita manfaatkan.”
Lyrientha mengangguk, menatap peta holografik. “Kalau ada sumber energi di sana, kita harus mencarinya. Kapal ini tidak akan bertahan lebih lama tanpa daya tambahan.”
“Dan aku yakin Velkarith juga tahu itu,” kata Rhaegenth dengan nada serius. “Kita harus bergerak cepat sebelum mereka sampai ke sini.”
Mendarat di Planet Asing
Zephyr meluncur turun dengan kecepatan lambat, tetapi kerusakan pada mesin membuat pendaratan terasa seperti mimpi buruk. Thump! Kreek! Vroooom! Kapal bergetar hebat saat mendarat di tanah berbatu, menyebabkan percikan api kecil di salah satu sayap.
“Baiklah,” kata Rhaegenth sambil melepas sabuk pengamannya. “Pendaratan sempurna. Kalau kau mengabaikan fakta bahwa hampir semua sistem kapal mati.”
“Diam, Rhae,” balas Lyrientha sambil mematikan beberapa panel yang masih menyala. Ia berdiri dengan cepat, mengambil senjatanya dari rak di dekat pintu. “Kita tidak tahu apa yang ada di luar sana. Pastikan kita siap.”
Mereka berdua keluar dari kapal melalui pintu darurat yang terdengar berderit keras. Kreeeeek... clang! Udara di luar terasa kering dan berat, dengan bau aneh seperti logam yang terbakar. Tanahnya ditutupi oleh pecahan kristal ungu yang memantulkan cahaya redup dari bintang-bintang di atas.
“Aku tidak suka tempat ini,” gumam Rhaegenth, mengamati sekeliling dengan cemas. “Terasa seperti tempat yang sengaja dirancang untuk membunuh kita.”
“Semua tempat terasa begitu untukmu,” kata Lyrientha, meskipun ia sendiri tidak bisa menghilangkan rasa waspada yang merayap di punggungnya.
Bertemu Penduduk Lokal
Saat mereka berjalan menjauh dari Zephyr, sebuah suara rendah terdengar dari kejauhan. Woooooosh… ding! Lyrientha berhenti sejenak, mengangkat tangannya untuk memberi isyarat kepada Rhaegenth agar diam.
“Apa itu?” bisik Rhaegenth.
Lyrientha tidak menjawab. Ia mengarahkan senjatanya ke depan, matanya menyapu area sekitar. Di antara kristal-kristal ungu yang bersinar, sosok-sosok kecil mulai muncul. Mereka adalah makhluk berbentuk humanoid, tetapi tubuh mereka dipenuhi pola bercahaya yang berdenyut seperti nadi. Mereka mengelilingi Lyrientha dan Rhaegenth, mengeluarkan suara lembut seperti dengungan. Hummm… zzzzt…
“Santai,” kata Rhaegenth pelan, mengangkat kedua tangannya untuk menunjukkan bahwa ia tidak bermusuhan. “Kita hanya turis yang tersesat.”
Salah satu makhluk mendekat, berdiri hanya beberapa meter dari Lyrientha. Ia memiliki mata besar bercahaya biru yang menatap langsung ke dalam matanya. “Kalian… dari luar?” suara makhluk itu terdengar serak tetapi berwibawa.
Lyrientha mengangguk perlahan. “Kami datang mencari energi. Kapal kami rusak, dan kami tidak punya pilihan lain selain mendarat di sini.”
Makhluk itu mengamati mereka dengan seksama, sebelum berbicara lagi. “Energi kami bukan untuk orang luar. Siapa pun yang datang ke sini biasanya membawa kehancuran.”
“Kami tidak ingin membawa masalah,” kata Lyrientha cepat. “Kami hanya butuh sedikit energi untuk menyelamatkan teman kami. Setelah itu, kami akan pergi.”
Makhluk itu terdiam beberapa saat, berbicara dalam bahasa aneh kepada kelompoknya. Zzzzt… hmmm… shhh! Setelah beberapa detik, ia menatap Lyrientha lagi. “Kami akan mempertimbangkan permintaan kalian. Tetapi kalian harus membuktikan bahwa niat kalian benar.”
Malam di Planet Asing
Makhluk-makhluk itu membawa mereka ke sebuah tempat perlindungan sederhana, sebuah gua besar yang dindingnya dipenuhi kristal bercahaya. Suara tetesan air terdengar dari kejauhan, menciptakan suasana yang kontras dengan permukaan planet yang tandus. Plok… plok…
Lyrientha dan Rhaegenth duduk di dekat api kecil yang dibuat oleh penduduk lokal. Aroma kayu asing yang terbakar mengisi udara. Mereka diberikan makanan sederhana—semacam cairan hangat berwarna biru yang rasanya seperti campuran logam dan buah-buahan.
“Aku tidak tahu apakah ini makanan atau cairan baterai,” gumam Rhaegenth sambil menyeruput perlahan. Slurp…
“Diam dan makan saja,” balas Lyrientha, meskipun ia sendiri tampak tidak terlalu menikmati makanannya.
Di tengah suasana tenang itu, Lyrientha berbicara pelan, suaranya hampir seperti bisikan. “Kau tahu, Rhae, aku tidak yakin kita akan berhasil kali ini.”
Rhaegenth menatapnya dengan alis terangkat. “Hei, kalau kau yang mulai bicara pesimis, aku harus mulai khawatir.”
“Aku serius,” kata Lyrientha, menatap api yang berkedip pelan. “Velkarith tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan fragmen. Dan bahkan jika kita berhasil membuka portal ke Corestar, tidak ada jaminan kita bisa membawa Ark kembali.”
“Hidup kita sejak awal memang tidak punya jaminan,” jawab Rhaegenth santai. “Tapi setidaknya kita selalu punya alasan untuk terus maju. Itu sudah cukup, kan?”
Lyrientha tersenyum kecil, meskipun jelas ada kesedihan dalam matanya. “Ya. Itu sudah cukup.”
Dari dalam gua, suara gemuruh terdengar dari luar. Thummm… craaaak! Lyrientha dan Rhaegenth langsung berdiri, memegang senjata mereka. Salah satu penduduk lokal berlari masuk dengan wajah panik.
“Mereka datang!” katanya dengan nada cemas.
“Velkarith,” gumam Lyrientha, tatapannya penuh tekad.
“Tidak ada istirahat untuk pahlawan, ya?” kata Rhaegenth sambil mempersiapkan senjata plasmanya. “Ayo kita lakukan ini.”
Malam di Planet Asing
Lyrientha memandangi api kecil yang semakin redup di depan mereka, bayangannya menari-nari di dinding gua. Ia merasa aneh duduk di tempat yang terlihat damai ini, sementara di luar sana, Velkarith mungkin sedang merancang kehancuran mereka. Udara di gua itu hangat, tetapi dingin yang berasal dari kegelisahannya menembus hingga ke tulang.
“Aku memikirkan sesuatu, Rhae,” katanya perlahan, suaranya rendah dan nyaris seperti bisikan. “Kalau kita tidak bisa membawa Ark kembali... kalau kita gagal...”
Rhaegenth, yang biasanya cepat membalas dengan candaan, kali ini diam. Ia menatap Lyrientha dengan ekspresi serius, mencoba membaca pikiran yang tersembunyi di balik kata-katanya. Setelah beberapa saat, ia berkata dengan nada lembut, “Kalau kita gagal, kita akan bangkit lagi, Lyra. Seperti yang selalu kita lakukan. Tapi kau tahu Ark tidak akan pernah menyerah pada kita. Jadi, jangan menyerah pada dia.”
Persiapan Menghadapi Ancaman
Gemuruh yang datang dari luar gua semakin keras. Thummm... crak... BOOM! Gua berguncang, membuat pecahan kecil kristal jatuh dari langit-langit. Penduduk lokal bergegas ke sudut gua, berbicara dalam bahasa mereka yang terdengar seperti dengungan berirama. Hummm… shhh…
“Kita perlu strategi,” kata Lyrientha sambil mengencangkan tali di sarung senjatanya. Ia menatap Rhaegenth dengan mata penuh ketegasan. “Kita tidak tahu apa yang akan mereka kirimkan, tapi kita harus memastikan fragmen ini tetap aman.”
Rhaegenth mengangguk, memasang senjata plasmanya ke posisi siaga. “Kau tahu, Lyra, aku mulai berpikir kita perlu asuransi jiwa galaksi. Kita terlalu sering berada dalam situasi seperti ini.”
“Aku akan mengurus itu kalau kita selamat,” jawab Lyrientha dengan setengah senyum. “Sekarang, ayo lihat apa yang menunggu kita di luar.”
Kejutan di Luar Gua
Ketika mereka keluar dari gua, pemandangan yang menyambut mereka membuat Lyrientha menahan napas. Langit yang sebelumnya gelap dipenuhi kilatan merah dari kapal Velkarith yang melayang rendah. Vrooooom… zzzzzt! Beberapa drone sudah mendarat, memancarkan cahaya merah di permukaan kristal ungu, menciptakan refleksi seperti darah yang mengalir.
“Lihat itu,” kata Rhaegenth, menunjuk ke arah bayangan besar yang muncul di kejauhan. Kapal utama Velkarith, sebuah struktur masif dengan bentuk seperti trilobit raksasa, melayang perlahan menuju posisi mereka. Suara berat mesinnya menggema di udara, seperti gemuruh yang datang dari kedalaman bumi. Thummm... thummm... thummm!
“Kita tidak bisa menghadapi mereka semua,” gumam Lyrientha, mencoba berpikir cepat. Ia melirik ke arah pintu gua, tempat penduduk lokal berdiri dengan ekspresi ketakutan. “Tapi kalau kita bisa memancing mereka menjauh dari sini, mungkin kita bisa menyelamatkan penduduk ini dan menjaga fragmen tetap aman.”
“Memancing mereka menjauh?” ulang Rhaegenth dengan alis terangkat. “Aku suka ide berani, tapi aku tidak suka ide bunuh diri.”
“Kita tidak punya pilihan lain,” jawab Lyrientha sambil menatap drone yang semakin mendekat. “Kita butuh rencana. Sekarang.”