Dijodohkan sejak bayi, Zean Andreatama terpaksa menjalani pernikahan bersama aktris seni peran yang kini masih di puncak karirnya, Nathalia Velova. Memiliki istri yang terlalu sibuk dengan dunianya, Zean lama-lama merasa jengah.
Hingga, semua berubah usai pertemuan Zean bersama sekretaris pribadinya di sebuah club malam yang kala itu terjebak keadaan, Ayyana Nasyila. Dia yang biasanya tidak suka ikut campur urusan orang lain, mendadak murka kala wanita itu hendak menjadi pelampiasan hasrat teman dekatnya
--------- ** ---------
"Gajimu kurang sampai harus jual diri?"
"Di luar jam kerja, Bapak tidak punya hak atas diri saya!!"
"Kalau begitu saya akan membuat kamu jadi hak saya seutuhnya."
-------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24 - Istriku
"Ayolah, kamu lebih cantik jika menangis dengan benar-benar tulus."
"Badjingan!! Jaga bicaramu!! Jangan lakukan apapun, Syila!! Lepaskan aku, badjingan ... jangan macam-macam pada istriku, Sean."
Syila yang panik dan tidak punya pilihan lain terpaksa mengikuti kemauan Sean. Dia ketakutan, sekalipun mereka memang saudara kembar, akan tetapi tidak menutup kemungkinan pembunuhan bisa saja terjadi.
Dia mengusap air matanya, mulai berlutut dan hal itu benar-benar Zean benci. Menyesal dia tidak menekuni bela diri sedalam Sean, kini dia dibuat lumpuh dan gagal menjaga istrinya. "Syila jangan lakukan, berhenti!!" bentak Zean susah payah karena tampaknya Sean benar-benar betah dengan penyiksaan yang dia lakukan.
"Good girl, aku suka wanita penurut."
"Bejjat!! Papa tolong aku!!" teriak Zean benar-benar hampir kehilangan cara, dia kembali terlihat lemah dan hal itu sukses membuat Sean terbahak.
Persetan dengan kemarahan Zean, sekalipun tidak dia izinkan Syila akan menuruti keinginan pria yang memiliki paras sama persis seperti suaminya ini. Hanya saja, tidak ada kelembutan sama sekali di sana. Lidah kelu Syila dia paksakan untuk berucap dan memohon dengan caranya, pria itu kini menatap datar dan menunggu Syila memohon seperti yang dia mau.
"Lepas_"
Brugh
Belum selesai Syila berucap, suara pukulan itu kembali terdengar begitu keras. Syukurlah, Yudha datang meski hampir terlambat. Yudha segera melerai dua saudara yang sama gilanya itu, beberapa saat yang lalu Syila menghubunginya dan meminta untuk segera kembali ke pemakaman secepatnya. Sungguh, sama sekali tidak dia duga jika Sean akan kembali dan hampir membuat Zean celaka.
"Aah shiitt!! Kalian keroyokan, hah?!"
Sean yang mendapat serangan dadakan di punggung dari Yudha sama sekali tidak bisa menghindar dan kini dia tengah berusaha menahan sakit. Pisau lipat yang tadinya dia siapkan untuk menakut-nakuti Zean terpental tepat di hadapan Syila.
Tidak ingin wanita itu menjadi ancaman, Sean mendekat ke arahnya dengan langkah cepat dan hal itu sontak membuat Zean berteriak agar Syila menjauh. Akan tetapi, kakinya yang mungkin terkilir tidak akan mampu menghindar secepat itu.
Sean tidak bermaksud menyakiti siapapun. Sama sekali tidak, tangannya berusaha meraih pisau lipat tersebut, sementara matanya tertuju pada netra indah seorang wanita yang ada di hadapannya. Hanya sebentar, karena setelah itu Sean beranjak berdiri dan memilih kembali ke makam Ibra untuk merapikan tanah yang tadi dia rusak.
Hujan masih terus membasahi bumi, tapi mereka sama sekali belum berniat pergi. Zean menatap Sean begitu sendu, ada kerinduan dan juga kemarahan yang bersatu dalam benaknya.
Punggung pria itu bergetar, mendadakan dia kembali menangis dan tampaknya sedikit waras kali ini. Beberapa saat Zean menunggu, pria itu kini beranjak dan kembali hendak berlalu.
"Kau_ mau kemana?"
"Bukan urusanmu," jawab Sean kala Zean bertanya dengan jarak yang tidak begitu jauh.
"Pulang, Sean ... Papa mulai sakit-sakitan, apa tidak kasihan?"
Sean tidak menjawab, akan tetapi dari sorot matanya sama sekali tidak memperlihatkan Sean akan pulang dalam waktu dekat. Pria itu menatap Zean datar, kemudian Syila yang berdiri di sisinya.
"Cih, kau tidak sepolos yang dulu sepertinya ... baguslah, ada perkembangan selama aku pergi ternyata."
Syila benar-benar bingung, beberapa saat lalu mereka bertengkar bahkan hampir kehilangan nyawa. Kini, pembicaraan mereka terdengar hangat meski belum begitu nyata.
"Mama merindukamu."
Zean tidak menjawab perkataan Sean barusan, dia hanya berusaha agar Sean pulang. Mikhail benar-benar merindukannya, Zean yakin itu. Meski pria itu benar-benar memilih seakan tidak peduli dan melepas Sean setelah memilih keluar dari keluarga Megantara, akan tetapi Zean yakin sekali dalam benak Mikhail tersemat rindu untuk Sean.
"Ambil saja untukmu, aku tidak butuh, Zean."
"Sean, apa kau tidak punya hati sampai meninggalkan kami bertahun-tahun tanpa kabar ... aku mohon, pulanglah ke rumah."
Tidak peduli meski Mikhail sama sekali tidak mengatakan keinginannya. Akan tetapi, beberapa kali Mikhail kerap memandangi foto Sean dalam kesendirian, artinya dia masih selalu mengingat putra bandelnya itu.
"Hm, berikan dia padaku jika kau ingin aku pulang," ucapnya melirik Syila dan hal itu sontak membuat wanita itu berdesir, entah kenapa pria ini benar-benar mengerikan di matanya.
"Kalau begitu jangan pernah pulang seumur hidupmu," jawab Zean singkat, dia kesal sekali mendengar ucapan Sean yang ternyata masih sama seperti dahulu. Ya, pantang lihat yang bening dan semua harus masuk ke dalam penjara hatinya.
"Iya, seperti yang kau mau."
Sean berlalu kemudian, dengan kemeja hitam yang begitu kotor akibat berkelahi dan menggali kuburan Ibra tadinya. Akan tetapi, baru saja beberapa langkah Sean berhenti dan menoleh ke arah Zean.
"Oh iya, satu lagi ... jangan pernah katakan pada siapapun kita bertemu sore ini, anggap aku tidak pernah muncul kembali di hadapanmu, Zean." Itu adalah pesan Sean sebelum dia benar-benar menghilang.
Pertemuan yang cukup dramatis dan menyakitkan, Syila menatap bibir Zean yang tampak pecah, sudut bibirnya berdarah dan beberapa luka di wajahnya juga ada. Terlalu memikirkan Zean, dia bahkan lupa jika saat ini ada Yudha yang dipenuhi tanda tanya dalam benaknya.
"Apapun yang kau ketahui tentangku dan Syila, cukup diam dan simpan dalam hatimu, Yudha ... aku tahu matamu tidak buta, dan telingamu masih mendengar dengan jelas. Apa yang kau pikirkan tidak salah, Syila memang istriku."
Yudha hanya bungkam kala mendengar pengakuan Zean. Wajar saja dia merasa aneh dengan Syila yang menelponnya tadi, kini perasaan itu terbayarkan karena Zean justru menjawabnya sendiri.
"Syila istri bos? Astaga, kenapa ulu hatiku mendadak sakit mendengarnya."
.
.
- To Be Continue -