NovelToon NovelToon
Between Our Heart

Between Our Heart

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda
Popularitas:8.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ayu Anfi

Ashana Keyra Zerrin dan Kafka Acacio Narendra adalah teman masa kecil, namun Ashana tiba-tiba tidak menepati janjinya untuk datang ke ulang tahun Kafka. Sejak saat itu Kafka memutuskan untuk melupakan Asha.

Kemana sebenarnya Asha? Bagaimana jika mereka bertemu kembali?

Asha, bukankah sudah kukatakan jangan kesini lagi. Kamu selalu bertindak sesuka hati tanpa memikirkan orang lain. Aku butuh privasi, tidak selamanya apa yang kamu mau harus dituruti.” Ucapakan Kafka membuat Asha bingung, pasalnya tujuannya kali ini ke Stanford benar-benar bukan sengaja menemui Kafka.

“Tapi kak, Asha ke sini bukan sengaja mau menemui kak Kafka. Asha ada urusan penting mau ke …” belum selesai Asha bicara namun Kafka sudah lebih dulu memotong.

“Asha, aku butuh waktu untuk menerima semua ini. Walaupun untuk saat ini sebenarnya tidak ada kamu dalam rencanaku, semua terjadi begitu cepat tanpa aku bisa berkata tidak.” Asha semakin tidak mengerti dengan yang diucapkan Kafka.

“Maksud kak Kafka apa? Sha tidak

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 10. Kembalinya Ashana

Enam tahun tak terasa berlalu, Asha telah tumbuh menjadi gadis remaja berusia enam belas tahun. Karena kondisinya yang semakin membaik Malvin dan Maira sepakat untuk kembali ke Indonesia, biar bagaimanapun mereka ingin menghabiskan masa tua mereka tinggal di kampung halaman tempat mereka lahir. Asha yang mendengar itu tentu sangat antusias, dia sangat merindukan Kafka.

"Kak Sha semua sudah beres?" Maira menanyai Asha memastikan semua barang-barang sudah masuk semua ke dalam kardus untuk di kirim dengan cargo ke Indonesia. Barang-barang mereka akan di kirim lebih dulu seminggu sebelumnya.

"Sudah Bun," Asha menunjukkan cek list barang-barang yang dia buat pada Maira.

Rion saat ini sudah berusia tujuh tahun dan baru akan memulai sekolah dasar pertamanya, sedangkan Cia berusia sebelas tahun yang kini sudah kelas enam SD. Maira dan Malvin sudah mempersiapkan semuanya, sekolah baru untuk putra putri mereka sudah selesai diatur dan sudah dapat langsung masuk sekolah.

Mereka saat ini sudah sampai di Indonesia, Asha beserta keluarganya sementara tinggal diapartemen. Rumah lama mereka baru siap di tempati sekitar dua minggu lagi. Asha melihat pemandangan Jakarta dari balkon apartemen, lamat-lamat merasakan hembusan semilir angin malam Jakarta.

"Welcome back Ashana Keyra Zerrin. Mari mengukir kisah baru dengan bahagia," Asha bergumam dengan dirinya sendiri.

"Mama, dasi kakak mana?" Anak laki-laki berusia tujuh belas tahun berlari dari lantai dua rumahnya menuju ruang makan yang ada di lantai satu, dia adalah Kafka. Anak laki-laki yang dulu berusia sebelas tahun telah tumbuh menjadi anak remaja berusia tujuh belas tahun.

"Sudah disini sayang, cepat turun kita sarapan dulu," sedangkan Mamanya tampak sibuk menyiapkan bekal yang akan di bawa Naren anak ke duanya. Naren berusia sebelas tahun seumuran dengan Cia.

Kafka berangkat lebih dulu setelah berpamitan dengan ke dua orang tuanya, sementara Naren berangkat bersama Papanya. Kafka melaju dengan motor sport kesayangannya menuju sekolah, hanya di hari senin Tiara mengijinkan dia mengendarai motor sportnya. Sedangkan hari-hari lain dia akan berangkat diantar supir bersama Naren adiknya.

Kafka memasuki gerbang sekolah dengan laju motor yang pelan saat mendengar suara yang tak asing di telinganya, suara yang sekitar enam tahun tak lagi dia dengar dan berusaha dia lupakan dari pikirannya. Dia berhenti sejenak untuk memastikan, tak luput dari pandangannya wanita dewasa yang dia kenal dengan usia yang sama dengan Mamanya itu.

"Sayang, nanti pulang di jemput pak Maman ya?" Maira mencium kening Asha, semoga hari-harimu disini dimulai dengan hal-hal yang baik nak (batin Maira).

"Iya Bunda, siap." Asha mencium tangan Maira kemudian berjalan masuk menuju gerbang sekolah.

Asha bertanya pada satpam letak ruang administrasi atau ruang Guru untuk melaporkan ke datangannya, karena dia adalah siswi pindahan dari Singapura yang akan mulai masuk sekolah hari ini. Kafka dan Asha sempat saling melihat satu sama lain secara tidak sengaja saat Kafka dengan motornya melewati pos satpam menuju parkiran.

"Siapa sih? Gitu banget ngeliatin aku, tapi kok kayak pernah ketemu," gumam Asha.

Asha sudah berada di ruang administrasi dan di minta untuk menunggu karena hari itu senin jadi semua siswa dan guru sedang melaksanakan upacara pagi seperti biasanya. Asha di bawa ke ruang guru oleh staff untuk di kenalkan pada guru kelasnya, saat itu ada Kafka yang sedang di panggil oleh wali kelasnya.

"Nak Kafka, bisa bantu Ibu?"

"Deg!" Asha mematung dengan jantung yang berdenyut semakin cepat, apakah Kafka yang dipanggil gurunya tadi adalah orang yang dia kenal dan dia rindukan selama enam tahun ini. Orang yang menjadi semangatnya untuk sembuh dan kembali bisa berjalan dengan normal.

"Iya bu Ane, apa yang harus saya lakukan?" Kafka berjalan mendekat menuju sumber suara yang memanggilnya, tanpa menyadari bahwa di sana sudah ada Asha yang sedang berdiri menghadap gurunya.

"Ibu minta tolong antarkan anak baru ke ruang kelas 11-5, dia siswi pindahan dari singapura namanya Ashana Keyra Zerrin. Nak Asha ini perkenalkan ini Kafka Acacio Narendra kakak kelasmu," Guru tersebut memperkenalkan Kafka pada Asha. Saat ini Asha berada dikelas 11 berarti dia kelas 2 SMA, sedangkan Kafka berada satu Tingkat diatas Asha yakni kelas 12 yang berarti dia sudah kelas 3 dan sebentar lagi lulus.

Kafka menatap dingin gadis remaja di sampingnya itu, Asha merinding sebadan-badan melihatnya di tatap seperti itu. Tatapan yang seolah menginterogasinya penuh penekanan.

"Baik Bu, saya permisi pamit mengantar Asha," Kafka berjalan menuju pintu keluar diikuti Asha yang mengekori dibelakangnya.

Canggung itu yang Asha rasakan, serba salah mau menyapa dan memulai pembicaraan tapi takut ketika melihat tatapan dingin Kafka. Mereka sampai di depan kelas Asha, Kafka tetap membisu kecuali hanya mengatakan kalau Asha sudah sampai di Kelasnya. Hal indah yang Asha bayangkan saat bertemu Kafka ternyata tidak terjadi.

"Kak Kafka?" Asha meraih tangan Kafka yang sudah akan berlalu pergi.

"Kenapa kembali? Kenapa juga harus satu sekolah dengank?" Kafka melepaskan tangan Asha dan berlalu pergi. Sementara Asha masih berdiri mematung tampak berkaca-kaca mendengar penuturan Kafka.

Kafka sudah kembali ke kelasnya, dia melamun dengan isi kepala yang berkecamuk. Rasa kecewa, sedih juga benci tapi sedikit rasa rindu menyelimuti dirinya. Enam tahun Asha pergi tanpa kabar bahkan tanpa berpamitan dan sekarang tiba-tiba dia kembali seolah tanpa rasa bersalah. Secara tidak langsung memang bukan ke salahan Kafka yang tidak pernah di beritahu Tiara kalau Asha tidak datang saat ulang tahunnya saat itu karena dia kecelakaan.

Sementara di ruang kelas lain Asha memperkenalkan dirinya sebagai murid pindahan pada teman-teman sekelasnya. Hari pertamanya di sekolah baru dia harus belajar menyesuaikan diri, meskipun saat ini dia bersekolah di JIS) yang tidak jauh berbeda dengan sekolahnya dulu ketika di Singapura.

Jam sekolah sudah selesai, Asha keluar kelas dengan berjalan agak cepat supaya bisa menemui Kafka di gerbang depan. Karena Asha tidak bisa lari, tepatnya tidak di ijinkan lari oleh dokter karena jika kelelahan akan memicu cidera trauma kakinya kambuh.

Asha menunggu di dekat pos satpam menunggu Kafka, berharap kalau Kafka belum lebih dulu pulang. Pak Maman menghampiri Asha karena dia pikir putri pertama atasannya itu tidak tahu kalau mobil jemputannya sudah datang.

"Nak Asha, mari pulang." Asha menoleh ke sumber suara, dia menggeleng tanda tidak mau.

"Tunggu sebentar lagi pak Maman. Sha mau nungguin kak Kafka dulu," pak Maman akhirnya mengalah dan ikut menunggu di dekat pos satpam bersama Asha.

Karena Kafka tahu Asha ada di pos satpam dan sudah pasti menunggunya keluar. Kafka yang sudah keluar dari parkiran menuju gerbang memilih putar balik ke parkiran lagi. Dia memilih ke perpustakaan dari pada harus bertemu dengan Asha, sekalian dia memperdalam materi karena sudah kelas 12.

Pak Maman akhirnya mengabari Maira karena khawatir pada Asha yang sudah terlihat lelah berdiri, bahwa Asha tidak mau pulang karena menunggu Kafka. Gadis remaja itu sudah menunggu hampir satu jam di sana, kakinya sudah mulai sedikit nyeri karena lelah berdiri.

"Kak Sha Bunda mau bicara," pak Maman menyerahkan ponselnya pada Asha karena dia memang belum membawa ponselnya di hari pertama sekolah.

"Sayang, pulang dulu ya? Mungkin kak Kafka masih ada perlu di sekolah, ingat kakak gak boleh capek nanti kambuh lagi gimana?" Asha tidak boleh terlalu capek karena itu dapat memicu cidera traumanya kambuh, meskipun dia sudah dinyatakan sembuh. Saat ini saja dia sudah merasa sedikit nyeri, akhirnya dia memilih untuk pulang karena tidak mau membuat bunda dan ayahnya khawatir.

Asha tidak ikut makan malam dan itu membuat Maira khawatir karena sejak pulang dari sekolah dia tidak keluar kamar. Maira meminta Malvin suaminya untuk melihat putri tersayangnya itu, hanya Malvin yang bisa membujuknya kalau sudah seperti ini. Maira mengatakan pada suaminya kalau putrinya tadi bertemu Kafka di sekolah, namun sepertinya respon Kafka tidak sesuai dengan harapan Asha. Setelah selesai makan malam Malvin masuk ke kamar putrinya.

"Sayang, boleh ayah masuk?" Malvin mengetuk pintu kamar putri sulungnya itu.

"Iya ayah, masuk saja. Tidak dikunci kok," Asha menyembunyikan dirinya dalam selimut, tidak mau terlihat sedang menangis.

"Bunda bilang kakak tadi berjumpa kak Kafka di sekolah?" Malvin mengusap kepala putrinya dengan lembut, dia tahu kalau putrinya itu sedang menangis.

"Emm .. tapi kak Kafka gak suka lihat Asha," Asha menahan isak tangisnya di dalam selimut agar tidak ketahuan ayahnya, namun percuma karena Malvin menari selimut yang menutupi tubuh Asha dari ujung kaki sampai muka.

"Sayang bangun dulu yuk, sini duduk dekat ayah," Malvin naik ke kasur Asha dan duduk di sampingnya.

Dengan penuh kasih sayang Malvin merangkul putrinya dan mengusap dengan lembut puncak kepala Asha. Ayah dan anak itu memulai deep talknya, Asha menceritakan semua hal yang dia lalui hari ini di sekolah. Terutama tentang sikap Kafka, ekspektasi Asha yang mungkin terlalu tinggi. Membayangkan Kafka yang tersenyum hangat saat bertemu lagi dengannya, namun hanya ada tatapan dingin dan seolah tidak suka saat mereka kembali bertemu setelah enam tahun berlalu.

"Sayang, kak Kafka mungkin masih bingung. Lama tidak bertemu denganmu, dia juga tidak tahu kan kalau Asha pergi karena sakit dan dalam perawatan dokter," Malvin dengan bijak berusaha menenangkan putri sulungnya.

"Asha yang ayah kenal adalah seorang yang tidak mudah menyerah bukan? masih ada hari-hari berikutnya sayang. Nanti kalau sudah ada waktu kita ketemu sama keluarga Om Keenan, Kakak bisa ketemu Kafka juga."

"Beneran ayah?" Asha merasa lebih baik setelah melakukan deep talk dengan yahnya, yang dikatakan Ayahnya benar bahwa dia bukan orang yang mudah menyerah. Enam tahun proses pengobatan dan terapinya saja sanggup dia lalui sampai dia bisa kembali berjalan seperti semula, apalagi ini tentang Kafka. Tentu dia tidak akan menyerah.

"Iya. Ayah janji," Malvin menarik pipi putri sulungnya itu karena gemas, tidak terasa putrinya yang dulu masih sepuluh tahun sekarang sudah beranjak menjadi gadis remaja berusia enam belas tahun. Waktu berjalan terlalu cepat baginya.

"Turun dulu yuk, sayang. Makan malam dulu, mama khawatir takut kakak sakit." Malvin beranjak dari kasur yang diikuti Asha, mereka turun menuju meja makan. Maira tersenyum melihat kehangatan suami dan putri sulungnya, memang Malvin yang hanya bisa membujuk Asha dalam keadaan apapun.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!