Rain, gadis paling gila yang pernah ada di dunia. Sulit membayangkan, bagaimana bisa ia mencintai hantu. Rain sadar, hal itu sangat aneh bahkan sangat gila. Namun, Rain tidak dapat menyangkal perasaannya.
Namun, ternyata ada sesuatu yang Rain lupakan. Sesuatu yang membuatnya harus melihat Ghio.
Lalu, apa fakta yang Rain lupakan? Dan, apakah perasaannya dapat dibenarkan? bisa kah Rain hidup bersama dengannya seperti hidup manusia pada umumnya?
Rain hanya bisa berharap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon H_L, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia Rain Yang Terkuak
"Kalo gue bilang gue bisa lihat arwah, Lo percaya?"
Butuh beberapa saat bagi Reno untuk mencerna pertanyaan itu. Menerka apakah ucapan itu hanya sekedar pertanyaan atau mungkin pernyataan yang dialihkan dengan pertanyaan.
Reno hanya menanggapi seadanya setelah berpikir agak lama. Ia tidak memikirkan lebih jauh arti pertanyaan itu.
Sekilas pertanyaan Rain mungkin bisa ia jawab. Reno percaya setiap orang punya kelebihan masing-masing, termasuk melihat arwah. Reno percaya ada beberapa manusia yang dapat melihat hal seperti itu. Masalahnya, Reno merasa tidak perlu menjawab pertanyaan itu.
Menurutnya, Rain sedang mengalihkan topik. Jelas-jelas ucapannya melenceng dari pembicaraan.
Akhirnya, Reno menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dari mulut, seolah menghadapi beban yang berat. Agak susah berhadapan dengan gadis spek Rain. Gadis itu sedikit atau mungkin lebih dari itu keras kepalanya. Reno jadi teringat Ghio.
"Gue minta Lo jujur, bukan malah bertanya hal-hal aneh," kata Reno.
Rain berdecak kesal. Sepertinya, niatnya untuk jujur itu diurungkan saja. Lagi pula, Rain tak yakin Reno akan percaya. Toh, buktinya pria itu berpikir ia tak serius.
Tapi, sampai kapan pria itu menatapnya seperti ingin menguliti? Ia benar-benar menuntut Rain, seolah mengintimidasi. Rain merasa seperti tersangka pembunuhan sekarang.
"Lo mau gue jujur, kan? Ya udah, gue tanya Lo percaya apa nggak?" kata Rain. Menghadapi Reno seperti ini, mungkin sopan santun bisa dihilangkan sebentar.
"Apa hubungannya?"
"Ada hubungannya." Kesabaran Rain hampir terkikis. Ah, sejak kapan stok kesabarannya ini mulai menipis? Padahal, Rain merasa dirinya adalah orang paling sabar di dunia.
"Udah lah! Capek gue!" kesal Rain. "Gini, gue itu bisa lihat arwah. Entah Lo percaya atau nggk, gue gak peduli."
Tiba-tiba Rain menutup mulutnya. Ia menatap Reno dengan mata menyipit.
"Tunggu sebentar! Lo bisa jaga rahasia, kan?" tanya Rain.
Reno mulai tak paham dengan gadis di depannya itu. Sebenarnya kemana arah pembicaraannya?
"Bisa, gak?" tanya Rain tak sabar.
Reno menghela napas. Lebih baik ia diam saja dulu, mendengar gadis itu dengan seksama. Entah, Rain membuatnya semakin penasaran.
"Bisa." Reno mengangguk.
"Yakin?" tanya Rain tak percaya. "Jangan bilang-bilang sama siapa pun. Ini, cuma rahasia kita bertiga."
Alis Reno menyatu. "Kita bertiga?"
"Gue, Lo, sama Ghio. Siapa lagi emang?"
Reno menggeleng pelan, merasa Rain mulai mengada-ngada. "Lo gak lihat Ghio tidur nyenyak, lebih tepatnya koma?" Reno menunjuk tubuh Ghio yang terbaring.
Kali ini kesabaran Rain benar-benar habis teriris. "Itu makanya gue bilang kalau gue bisa lihat arwah."
Rain menutup matanya sebentar. Ia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Dalam hati ia terus berucap sabar. "Langsung to the point aja. Gue bisa lihat arwah Ghio."
Hening beberapa saat. Hanya suara monitor yang mengalun. Baik Rain maupun Reno tidak mengeluarkan suara sama sekali. Dua pasang mata mereka masih beradu tajam.
"Jangan gila dulu," kata Reno memecah keheningan
Rain kembali menutup mata berusaha sabar. "Gak guna juga gue jujur."
Reno menatap Rain tanpa berkedip. Tatapannya meneliti gadis itu berbohong atau bukan. Namun, hanya wajah serius yang ia dapat. Apakah yang diucapkan gadis itu benar? Reno percaya jika gadis itu bisa melihat arwah atau hantu atau semacamnya. Tapi, ini arwah Ghio. Reno merasa itu mustahil, sebab Ghio belum mati. Ghio masih bernafas, jantungnya masih detak.
Tapi, melihat Rain lagi dan memikirkan ucapannya, apakah itu bisa?
"Lo gak lagi halu, kan?" tanya Reno akhirnya.
Lagi-lagi Rain menghela napas. "Kayaknya, gue gak harus bilang ini ke Lo, deh. Udah lah, gak usah tanya-tanya lagi gue kenal Ghio kapan. Males gue ngomong." Rain langsung mengalihkan pandangannya kepada Ghio, mengabaikan Reno yang masih menatapnya bingung.
"Gue percaya Lo bisa lihat arwah," kata Reno akhirnya.
Rain mengangkat kepala melihat pria itu.
"Tapi, kalo soal Ghio, gue rasa gak mungkin. Ghio itu masih hidup... Lo tahu maksud gue," lanjut Reno.
Rain akhirnya paham dengan kebingungan Reno. Rain kembali mencoba menjelaskan. "Gue tahu kalau Ghio masih hidup. Tapi Lo harus tahu, yang berada di depan kita ini cuma tubuh Ghio doang. Sedangkan arwah dia itu kelayapan. Lo paham, kan?"
Reno terdiam. Ia masih tidak percaya. Tapi, hatinya memaksanya untuk percaya. Reno tidak bisa hanya sekedar bersuara.
"Gue paham, Lo mungkin sulit buat percaya ini. Tapi, gue ngalamin secara langsung," kata Rain.
Rain memperbaiki posisi duduknya. Sebelumnya, ia memperhatikan sekeliling, memastikan tak ada orang lain disekitar mereka. "Lo tahu kontrakan Ghio, kan?"
Reno mengangguk refleks.
"Kalau gak salah, gue pernah bilang kalau gue tinggal di sana sekarang. Di sana gue ketemu Ghio pertama kali."
Mata Reno melebar. Otaknya masih sulit untuk percaya.
"Gue bohong soal gue kenal Ghio sebelum kecelakaan. Gue ngarang itu karena merasa orang akan menganggap gue gila kalau gue jujur. Dan, kedengarannya emang gila, sih. Lo aja pasti gak percaya, kan?" tanya Rain.
Reno masih diam. Mungkin, ia sedikit tidak percaya. Tapi, melihat Rain dan segala rasa penasarannya selama ini, Reno merasa mungkin itu memang benar.
Rain mengibaskan tangannya. "Lupain pertanyaan gue. Tapi, yang pasti, gue kenal Ghio itu saat dia udah kecelakaan. Tepat beberapa bulan yang lalu pas gue baru pindah kontrakan. Gue gak bohong sama sekali."
Rain diam setelah itu. Melihat Reno masih menatapnya. Rain yakin, pria itu tidak akan percaya. Ya, siapa yang akan percaya dengan itu?
"Gue percaya."
Rain kembali menoleh cepat ke arah Reno. Matanya sedikit melebar. "Lo yakin?"
Reno memiringkan kepala. "Kayaknya." katanya ragu-ragu. "Menurut otak gue mustahil. Tapi, gue gak bisa menyangkal hati gue. Gue rasa Lo emang gak bohong."
Rain tersenyum kecil. Setidaknya walaupun sedikit, Reno masih percaya kepadanya.
"Jadi, ini alasan Lo sering bicara sendirian?" Reno tiba-tiba mengingat itu. Ya, Reno sering menangkap basah Rain yang bicara sendirian. Ia pikir Rain sedang menghapal sesuatu. Jadi, Reno tidak pernah mempermasalahkan itu.
Sedangkan Rain, ia menatap Reno dengan mata melebar. Mulutnya terbuka, merasa terkejut. "Lo?" Mulut Rain mengatur rapat. Apakah selama ini Reno melihatnya bicara sendiri?
"Ya. Gue pernah lihat Lo bicara sendirian."
Rain mengerjap. "Jangan-jangan Lo pikir gue itu gila lagi." Praduga Rain seperti itu.
Reno memutar bola mata. "Otak gue gak sejahat itu. Lebih penting dari itu, Lo ketemu Ghio emang di kontrakan dia yang lama?"
Rain mengangguk. "Hm. Di rooftop, pake hoodie hitam."
Reno berpikir sebentar. Ia semakin percaya. Ia akhirnya mengangguk. Reno ingat, Ghio memang suka duduk di rooftop itu. Kadang, saat Reno datang, mereka akan menghabiskan waktu disana. Dan mengenai Hoodie hitam, Reno juga ingat saat kecelakaan Ghio mengenakan Hoodie itu. "Apa lagi?"
Rain mengedikkan bahu. "Awalnya gue takut. Tapi, lama-kelamaan gue mulai terbiasa. Ternyata selama ini, dia tinggal di sana. Ghio kesepian. Jadi, gue angkat dia jadi keluarga gue karena gue kasihan. Dan setelah itu kita mulai dekat. Gue akhirnya mulai mencari keluarga Ghio dan gue ketemu. Dan itu juga karena bantuan dari Lo. Gue berterima kasih banyak sama Lo. Kalo gak, gue gak yakin gimana perasaan Ghio sampai sekarang."
Rain menghentikan ucapannya. Ia menghela napas. "Gue pikir selama ini Ghio itu udah meninggal. Tapi, ternyata tuhan masih kasih kesempatan buat gue." Senyum Rain terbit seketika.
Reno menatap Rain dalam-dalam. "Lo beneran suka sama Ghio?" Pertanyaan itu tiba-tiba keluar.
Rain mengernyit.
"Kenapa gak dari dulu aja? Kalau aja gue tahu-" Mulut Reno mengatup rapat.
"Maksudnya?" tanya Rain bingung.
Reno menggeleng cepat. "Maksud gue, Lo menyukai arwah Ghio?"
Alis Rain menyatu. "Emang kenapa?"
Reno menggeleng lagi. "Kalau semisal Lo gak tahu Ghio koma, apa Lo masih suka Ghio?"
Rain berpikir agak lama. Benar, ia menyukai Ghio saat Rain tahu dia itu adalah arwah. Bahkan, Rain hampir tak peduli Ghio itu mau jadi apa pun. Cinta memang buta.
Rain tertawa kecil. Lebih tepatnya menertawakan diri sendiri. "Menurut Lo gue segila itu?"
"Jadi, Lo suka Ghio setelah Lo tahu dia masih hidup?"
Rain menggeleng. "Kalau gitu, kenapa gue bela-belain cari keluarga Ghio?"
Reno memutar bola mata. "Jangan buat gue bingung. Jawab pertanyaan dengan pertanyaan, Lo pikir gue cenayang tahu isi hati Lo?"
Rain kembali tertawa. "Gue memang segila itu. Kalau pun gue gak tahu kalau Ghio masih hidup, gue tetap menyukai dia."
Reno tidak bisa berkata-kata. Melihat tatapan Rain kepada Ghio, Reno sudah bisa melihat bagaimana perasaan itu. Benar, Rain memang gadis aneh.
Reno merasa wow dengan kenyataan yang baru saja ia dengar. Rasa penasaran yang selama ini terpendam akhirnya terjawab. Reno akhirnya tahu segala tindak-tanduk dan keanehan Rain. Akhirnya, Reno tahu alasannya.
Tapi, kenapa Rain harus bertemu dengan Ghio dalam keadaan seperti itu? Kenapa rasanya ini tidak adil?
Reno belum pernah melihat manusia seperti Rain. Menurutnya, ini adalah sebuah keajaiban.
"Lo memang gila."
Tiga kata itu menggambarkan siapa Rain versi Reno. Tiga kata itu menunjukkan segala reaksi Reno atas semua rasa penasarannya.
"Cewek paling gila yang pernah gue temui di dunia."
Rain menatap datar. "Gue tahu, gak usah dipertegas!"