Deskripsi:
Di sebuah ruang sunyi yang dihiasi mawar merah dan lilin-lilin berpendar redup, seorang pengantin dengan gaun merah darah duduk dalam keheningan yang mencekam. Wajahnya pucat, matanya mengeluarkan air mata darah, membawa kisah pilu yang tak terucap. Mawar-mawar di sekelilingnya adalah simbol cinta dan tragedi, setiap kelopaknya menandakan nyawa yang terenggut dalam ritual terlarang. Siapa dia? Dan mengapa ia terperangkap di antara cinta dan kutukan?
Ketika seorang pria pemberani tanpa sengaja memasuki dunia yang tak kasat mata ini, ia menyadari bahwa pengantin itu bukan hanya hantu yang mencari pembalasan, tetapi juga jiwa yang merindukan akhir dari penderitaannya. Namun, untuk membebaskannya, ia harus menghadapi kutukan yang telah berakar dalam selama berabad-abad.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5: BISIKAN MAUT DI BALIK KEMATIAN
Keheningan menggantung di udara. Kuil tua yang sebelumnya penuh dengan gemuruh mantra kini sunyi, tetapi keheningan itu terasa seperti ancaman. Arjuna berdiri di tengah ruangan, dadanya naik turun, mencoba mengatur napas yang tersengal. Di sampingnya, Vera terlihat gelisah. Matanya, yang penuh tekad beberapa saat lalu, kini dihiasi bayangan ketakutan.
"Arjuna, dengarkan aku," Vera memulai, suaranya pelan tapi tegas. "Apa yang terjadi tadi bukan akhir. Dia akan kembali. Kegelapan ini... dia tidak akan menyerah begitu saja."
Arjuna memandang tangannya, yang kini terasa panas seolah menyimpan energi asing. Ada bekas bercahaya yang samar di kulitnya, perlahan menghilang, tetapi jejaknya terasa dalam, seperti beban yang tak terlihat.
"Apa sebenarnya yang kau lakukan padaku?" tanyanya, suaranya tajam, nyaris terdengar seperti tuduhan.
"Aku tidak punya pilihan," jawab Vera, menatapnya penuh rasa bersalah. "Kini kita terikat. Sebagian kekuatanku ada dalam dirimu, dan sebagian jiwamu... ada dalam perjanjian ini. Kau adalah satu-satunya yang bisa membantuku melawannya."
"Melawannya?" Arjuna mengulangi, nada suaranya penuh kebingungan dan kemarahan. "Aku bahkan tidak tahu siapa atau apa dia. Aku hanya ingin hidupku kembali normal!"
Sebelum Vera sempat menjawab, ruangan kuil itu mulai berubah. Udara yang sebelumnya dingin kini menjadi berat, seperti ada sesuatu yang menekan tubuh mereka. Dinding-dinding kuil retak perlahan, dan dari retakan itu muncul cairan hitam pekat, mengalir seperti darah yang hidup.
"Dia datang," bisik Vera, suaranya penuh ketakutan.
Lilin-lilin yang menyala di altar padam satu per satu, meninggalkan kegelapan pekat yang hanya ditemani oleh suara gemuruh pelan dari retakan-retakan dinding. Kemudian, dari balik kegelapan, terdengar suara bisikan. Suara itu tidak berasal dari satu arah, melainkan dari segala penjuru.
"Kalian pikir kalian bisa melarikan diri dariku?" suara itu berbisik, tetapi menggema di seluruh ruangan seperti raungan. "Tidak ada tempat untuk bersembunyi."
Arjuna merasa udara di sekitarnya membeku. Dia mencoba bergerak, tetapi tubuhnya terasa berat. Dari lantai, cairan hitam itu mulai merayap ke arahnya, seolah ingin menelan dirinya hidup-hidup.
"Arjuna, jangan biarkan dia masuk ke dalam kepalamu!" teriak Vera, matanya menatap tajam ke arah makhluk bayangan yang mulai terbentuk dari cairan itu.
Bayangan itu mengambil wujud, tinggi dan mengerikan, seperti sosok raksasa dengan tubuh yang terdiri dari asap hitam. Wajahnya tidak memiliki mata, hanya mulut besar yang penuh gigi tajam.
"Kau... manusia lemah yang berani menantangku," suara makhluk itu menggema. "Kini kau adalah bagian dari permainan ini."
Arjuna merasakan rasa sakit yang luar biasa di kepalanya, seperti ada sesuatu yang mencoba masuk ke dalam pikirannya. Bisikan-bisikan itu semakin keras, memerintahkannya untuk menyerah.
"Lawan dia, Arjuna!" Vera berteriak, mencoba mendekati Arjuna, tetapi makhluk itu menghalanginya dengan cairan hitam yang menjelma menjadi tentakel panjang.
Tentakel itu melilit tubuh Vera, mengangkatnya ke udara. Dia berteriak, mencoba melepaskan diri, tetapi lilitan itu semakin erat, membuatnya kesulitan bernapas.
---
Arjuna berlutut, mencoba melawan rasa sakit di kepalanya. Dalam pikirannya, dia mendengar suara Vera, samar-samar, memanggil namanya. Tapi suara bisikan makhluk itu jauh lebih kuat.
"Lepaskan jiwamu," bisik suara itu. "Dan aku akan memberimu kedamaian."
"Tidak..." Arjuna bergumam pelan, menggenggam kepalanya dengan erat. "Aku tidak akan menyerah!"
Tiba-tiba, dia merasakan sesuatu yang hangat di dadanya. Itu adalah energi yang pernah diberikan Vera kepadanya. Perlahan, cahaya merah mulai muncul dari tubuhnya, membakar cairan hitam yang mencoba melilit kakinya.
Makhluk itu mengeluarkan suara jeritan marah. "Kau pikir kekuatan kecil itu bisa melawanku?"
Di tengah kekacauan itu, Vera berhasil melepaskan diri dari lilitan makhluk tersebut. Dia terjatuh ke lantai, tetapi segera bangkit, meskipun tubuhnya penuh luka. Dengan cepat, dia mencabut belati kecil dari ikat pinggangnya, belati dengan ukiran simbol-simbol kuno yang bersinar redup.
"Arjuna!" teriaknya, melemparkan belati itu ke arah Arjuna. "Gunakan ini! Ini satu-satunya senjata yang bisa melukainya!"
Arjuna menangkap belati itu dengan tangannya yang gemetar. Saat dia menyentuh gagangnya, belati itu bersinar terang, mengeluarkan cahaya merah yang menyilaukan.
Makhluk itu menggeram marah, suaranya mengguncang seluruh ruangan. "Tidak! Senjata itu milik mereka yang terkutuk!"
"Lakukan, Arjuna!" Vera berteriak.
Arjuna berdiri, tangannya memegang belati dengan erat. Dengan suara yang penuh tekad, dia berteriak, "Aku tidak takut padamu!"
Dia melompat ke arah makhluk itu, menusukkan belati langsung ke tubuhnya. Cahaya merah menyala terang, memenuhi seluruh ruangan. Jeritan makhluk itu menggema, melampaui batas pendengaran manusia, sebelum akhirnya wujudnya meledak menjadi ribuan serpihan bayangan yang perlahan menghilang.
---
Ketika semuanya selesai, kuil itu kembali sunyi. Arjuna jatuh ke lantai, napasnya berat. Vera berlutut di sampingnya, matanya penuh kelegaan sekaligus kekhawatiran.
"Kau berhasil," gumamnya pelan.
Namun, Arjuna tidak merasa lega. Dia memandang Vera dengan mata yang penuh kebingungan. "Apa ini benar-benar selesai?"
Vera menggeleng pelan. "Tidak... dia akan kembali. Makhluk itu adalah bagian dari kutukan ini, dan selama perjanjian kita masih ada, dia tidak akan berhenti."
Arjuna merasakan beban besar di dadanya. Dia tahu bahwa apa yang terjadi malam ini hanyalah awal dari pertempuran panjang. Kegelapan masih mengintai, menunggu saat yang tepat untuk menyerang lagi.
Dan kini, dia tidak hanya melawan makhluk itu. Dia juga harus melawan dirinya sendiri—melawan ketakutan dan kelemahan yang terus membayangi hatinya.