Karina kembali membina rumah tangga setelah empat tahun bercerai. Ia mendapatkan seorang suami yang benar-benar mencintai dan menyayanginya.
Namun, enam bulan setelah menikah dengan Nino, Karina belum juga disentuh oleh sang suami. Karina mulai bertanya-tanya, apa yang terjadi pada suaminya dan mulai mencari tahu.
Hingga suatu hari, ia mendapati penyebab yang sebenarnya tentang perceraiannya dengan sang mantan suami. Apakah Karina akan bertahan dengan Nino? Atau ia akan mengalami pahitnya perceraian untuk kedua kalinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fahyana Dea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masa Lalu Nino (2)
Latar belakang musik yang diperdengarkan berubah-ubah seiring berjalannya waktu, dan sekarang tengah dimainkan instrumen piano yang membuat rileks siapa saja yang mendengarnya. Karina dan Amira masih setia tinggal di tempat duduknya masing-masing. Karina menunggu Amira untuk menjawab pertanyaannya tentang apa yang terjadi pada Clarissa.
Amira menarik napas dalam, ia tidak menyangka harus mengingat hari itu lagi. Namun, ia rasa Karina berhak tahu.
“Saya masih gak menyangka Clarissa harus mengalami ini. Saya gak tahu kapan pastinya kejadian itu. Yang pasti, Kevin melakukannya pada Clarissa gak hanya sekali. Dan depresinya semakin terlihat ketika pulang dari employee gathering di Anyer.”
Karina tersentak saat mendengar hal itu. Ia jadi teringat ketika akan melakukan gathering di tempat yang sama, Nino sempat melarangnya untuk pergi. Apa saat itu, Nino takut terjadi hal yang sama padanya seperti yang dialami Clarissa?
“Clarissa awalnya sering mengurung diri sepulang dari bekerja. Orang rumah gak menyadari kalau itu fase awal dari depresinya pasca kejadian yang dia alami. Kebetulan, waktu itu, saya lagi ditugaskan di rumah sakit di Surabaya. Orang rumah cuma menyangka dia kecapekan, karena kerjanya cukup berat soalnya dia berencana resign seminggu sebelum menikah, dan saat itu jaraknya masih satu bulan menuju hari H.” Amira tersenyum getir. Ia masih belum percaya dengan kepergian Clarissa yang secepat itu.
“Lalu, awal Mas Nino tahu bagaimana?” Rasanya Karina tidak sabar mengetahui hal itu.
“Saat itu, Nino sedang berada di luar kota dan baru kembali setelah seminggu kemudian. Dia juga gak menyadari kalau Clarissa sedang mengalami kesulitan. Mereka jarang bertemu setelah tanggal pernikahan mereka ditentukan.”
Amira membuang napas cukup panjang. Kemudian, ia melanjutkan ceritanya. Ingatannya berkelana ke enam tahun silam. Karina mendengarkan segala kalimat yang diucapkan oleh Amira dengan penuh perhatian.
***
Enam tahun yang lalu
Siang itu, Nino membawa paper bag berisi dua box bakpia yang dibeli dari Jogja. Nino baru saja kembali setelah satu minggu dinas ke luar kota dengan Mail. Ia sempat berjanji akan membelikan makanan itu jika pergi ke Jogja.
Saat itu hari minggu dan sudah pasti Clarissa berada di rumah. Sudah lama mereka tidak berkabar dan bertemu, terakhir Clarissa mengatakan akan pergi ke Anyer untuk menghadiri employee gathering dan itu sudah lebih dari satu bulan lalu. Clarissa meminta Nino untuk tidak sering menghubungi dan bertemu. Nino mencoba untuk memaklumi karena Clarissa sempat mengatakan akan lebih sibuk dari biasanya. Walaupun sebenarnya, ia tidak bisa menahan rindu karena tidak bisa bertukar pesan dan menelepon selama mereka berjauhan, sebab Nino dalam sebulan ini lebih sering ke luar kota. Ia hanya sesekali mengirim pesan, tetapi Clarissa tidak membalasnya, menelepon pun Clarissa lebih banyak diam. Tidak seperti biasanya.
Nino menekan bel dan menunggu. Beberapa menit kemudian, seorang wanita paruh baya membuka pintu. Dia tersenyum ketika melihat Nino.
“Nino, kapan pulang dari Jogja?” tanya wanita itu dengan senyum ramah. Sebelum berangkat ke Jogja, Nino sempat mengunjungi rumah Clarissa, tetapi ia tidak bertemu dengan wanita itu karena ibunya mengatakan dia sudah tidur. Padahal saat itu, Nino datang pukul setengah tujuh malam—-waktu biasa ia berkunjung setelah pulang kerja.
“Semalem, Tante. Clarissa ada?”
“Ada. Dia lagi di belakang, kayaknya lagi nyiram tanaman. Yuk, masuk.”
Nino masuk setelah dipersilakan.
“Kamu ke belakang aja.”
Nino mengangguk. Ia bergerak menuju halaman belakang rumah yang cukup luas itu. Di sana, ia menemukan seorang wanita berambut sebahu dengan kaos oversize-nya. Dia tampak sedang menyiram tanaman tetapi sejak tadi selang airnya hanya menyirami satu pot bunga saja. Hingga air dalam pot itu meluber karena terlalu banyak sampai menggenang di tanah.
Nino mengernyit memerhatikan wanita itu. Apa dia melamun? Nino tersenyum jahil karena memikirkan sesuatu. Ia berjalan mengendap-ngendap, lalu menutup matanya diam-diam dari belakang.
Namun, reaksinya sungguh tidak terduga. Nino merasakan tubuh Clarissa menegang. Wanita itu tersentak sampai mendorong tubuh Nino sekuat tenaga sampai hampir terjatuh.
“Clarissa?” Nino memerhatikan Clarissa ketika wanita itu menampakkan ketakutan di wajahnya.
Tubuh Clarissa gemetar. Selang air yang semula dipegangnya sudah dilepaskan dan menggenangi rumput Jepang dalam pijakannya. Baju keduanya sedikit basah karena terkena cipratan air saat berontak tadi.
Nino maju selangkah, tetapi Clarissa mundur beberapa langkah dengan ekspresi yang semakin menampakkan rasa takutnya.
Nino kembali maju selangkah. “Clarissa, kamu—-”
“Tidak! Jangan mendekat! Jangan sentuh aku!” pekik Clarissa sambil menutup matanya kuat-kuat. Ia seakan kembali ke hari yang paling mengerikan saat itu. Semakin mencoba melupakan, semakin kuat ingatan itu menerjang pikirannya hingga tubuhnya gemetar. Ia terperenyak seraya menutup telinganya, air mata berderai-derai dan napasnya tersengal-sengal.
Ibu Clarissa yang mendengar kegaduhan itu, segera berlari, lalu ia berjongkok di samping Clarissa. Ketika memegang bahunya, Clarissa menepis dengan kasar.
“Ini Mami, Sayang.”
“Pergi, pergi. Jangan sentuh.” Ibunya mendengar Clarissa membisikkan kata itu terus menerus dengan tubuh yang masih gemetaran.
“Ini Mami, Sayang. Tenang, ya. Sebenarnya kamu kenapa, Sayang? Udah berhari-hari kamu begini.” Ia mulai memeluk Clarissa dan bisa merasakan tubuh yang sebelumnya kaku, kembali rileks perlahan.
Nino hanya bisa tertegun melihat sikap Clarissa yang tiba-tiba berubah. Apa yang terjadi padanya?