Tak perlu menjelaskan pada siapapun tentang dirimu. Karena yang menyukaimu tak butuh itu, dan yang membencimu tak akan mempercayainya.
Dalam hidup aku sudah merasakan begitu banyak kepedihan dan kecewa, namun berharap pada manusia adalah kekecewaan terbesar dan menyakitkan di hidup ini.
Persekongkolan antara mantan suami dan sahabatku, telah menghancurkan hidupku sehancur hancurnya. Batin dan mentalku terbunuh secara berlahan.
Tuhan... salahkah jika aku mendendam?
Yuk, ikuti kisah cerita seorang wanita terdzalimi dengan judul Dendam Terpendam Seorang Istri. Jangan lupa tinggalkan jejak untuk author ya, kasih like, love, vote dan komentarnya.
Semoga kita semua senantiasa diberikan kemudahan dalam setiap ujian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DTSI 34
Ningsih terdiam setelah mendengar penuturan adiknya. Rina tidak mungkin bicara asal dan membohonginya, Ningsih tau betul bagaimana sifat adiknya itu. Hancur juga kecewa, itulah yang dirasakan Ningsih pada Kanti. Perempuan yang dengan tulus dia percaya sebagai sahabatnya. Ternyata dibalik sikap baiknya, ada sesuatu yang Kanti inginkan untuk menghancurkan Ningsih.
"Terimakasih, Rin. Mulai detik ini, aku tidak akan lagi mau berurusan dengan perempuan itu. Untung, baju baju yang dia pernah berikan belum aku buka sama sekali, masih utuh di dalam plastik. Aku akan mengembalikannya lagi, lagian aku juga gak pernah minta ke dia. Dia sendiri yang ngotot memberikannya." Sambung Ningsih dengan menahan rasa sakit di hatinya. Tak menyangka jika sahabat yang dianggapnya baik tega menusuknya dari belakang.
"Lebih baik begitu, mbak. Sebisa mungkin hindari dia, jangan lagi bergaul dengan orang modelan begitu. Aku yakin, dia sepertinya iri sama kamu. Makanya dia punya niat jahat untuk menjatuhkan kamu." Sahut Rina dengan wajah yang terlihat kesal.
"Sudahlah, tidak perlu lagi di perpanjang. Biarkan saja, dengan begitu kita jadi bisa menilai seperti apa aslinya dia. Kalau iri, apa yang di irikan dariku, aku juga gak punya apa apa untuk membuatnya iri." Balas Ningsih dengan wajah lesu, dadanya terasa sesak oleh kenyataan yang baru saja ia tau.
"Namanya juga manusia, mbak. Kita gak pernah tau apa yang di hati orang tersebut. Yang bisa kita lakukan sekarang ya itu, jauhi dia." Sahut Rina masih dengan wajah kesalnya.
"Sudah dek, kamu jangan marah marah terus. Mbak Ningsih saja kelihatan santai gitu, sabar saja. Serahkan sama Gusti Alloh, insyaallah pasti akan ada balasan, karena setiap tindakan pasti ada konsekuensinya. Sabar ya, iklas gitu loh. Siapa tahu dengan jahatnya dia, bisa mengurangi dosa mbak Ningsih, iya to?" Supri yang gemas mendengar istrinya marah marah ikut mengeluarkan suara. Ningsih dan Bu Yati tersenyum geli melihat ekspresi Tina yang manyun saat di ingatkan suaminya.
"Tuh, Rin. Dengarkan suami kamu, dia lebih ngerti dan legowo. Wes, gak usah nesu nesu (marah marah) gitu, yang penting kita semua sudah tau gimana Kanti itu. Buat kamu, Ning. Yang sabar, ikhlaskan saja, nduk. Insyaallah, akan ada hikmahnya." Bu Yati berusaha mengingatkan kedua putrinya agar tidak terpancing emosi dalam menyikapi sikap tidak baik dari orang lain.
"Njih, Bu." Sahut Ningsih sambil tersenyum.
Akhirnya mereka berhenti membicarakan Kanti, dan memilih mengobrol ke hal yang lain. Apalagi Rina akan mulai merenovasi rumahnya, kebetulan Supri dapat jatah warisan dari orang tuanya yang lumayan banyak, tiga ratus juta. Supri mengutarakan keinginannya untuk merenovasi rumahnya dan membuat kandang sapi dan kambing di lahan samping rumahnya yang masih kosong, Supri ingin mengelola uang pemberian bapaknya untuk bisnis demi masa depan keluarga kecilnya. Bu Yati dan Ningsih sangat mendukung niat Supri tersebut.
"Selama direnovasi kalian tinggal di sini dulu, kasihan Risky kalau harus kena debu." Usul Ningsih yang di iyakan oleh Bu Yati.
"Iya, mbak. Rencananya begitu, biar mas Supri yang handle pembangunannya. Untuk masakin tukang akan aku masakin dari sini saja." Sahut Rina yang disetujui oleh Ningsih.
"Iya, nanti mbak bantu masaknya. Semoga niat baik kalian lancar." Balas Ningsih yang ikut senang dengan kebahagiaan adiknya.
"Oh iya, tadi mbak bawa apa aja, kok kayaknya banyak banget belanjaannya?" Tanya Rina yang baru ingat dengan barang belanjaan kakaknya, dan langsung di senggol lengannya oleh Supri yang gemas dengan sikap kepo istrinya.
"Oh itu, belanja kebutuhan dapur dan kamar mandi. Mas Rahman setiap bulan selalu begitu, Alhamdulillah uang gaji mbak bisa ditabung sedikit sedikit." Sahut Ningsih sambil terkekeh.
"Aku ikut senang mbk, semoga mas Rahman itu jodohnya mbak. Dia laki laki baik dan punya tanggung jawab. Gak nyangka ya mbak, bisa kenal dan bertemu dengan mas Rahman." Sahut Rina sambil terkekeh, ikut senang melihat kakaknya menemukan laki laki yang tepat setelah banyak luka dari pernikahannya dengan Wandi, suami pertama Ningsih.
"Bismillah, Rin. Kita tidak pernah tau rencana dan takdirnya Gusti Alloh. Semoga ini yang terbaik untuk kami. Bismillah." Sahut Ningsih dengan senyuman bahagia. Setelah puas ngobrol, Ningsih mulai membongkar barang belanjaannya di dapur yang dibantu sama Rina juga Salwa. Bermacam kebutuhan dapur juga kamar mandi semua ada, bahkan lebih dari cukup. Ada beras lima kiloan lima bungkus, gulaku lima kilo, kecap, caos, minyak goreng, sabun mandi, mie instan, kopi, susu, teh, odol, shampo dan masih banyak lagi. Juga ada berbagai macam cemilan dan juga ikan, sosis, daging juga ayam. Rina sampai geleng geleng kepala karena takjub.
"Wah, belanja segini banyak habis berapa tadi, mbak? Sumpah ini banyak banget loh, kamu beruntung mbak, belum jadi istrinya saja, mas Rahman sudah royal kayak gini, apalagi nanti kamu jadi istrinya, mbak. Masyaalloh." Seru Rina dengan wajah berbinar.
"Alhamdulillah, ini nanti sebagian kamu bawa saja, karena aku masih banyak stoknya." Balas Ningsih sambil tersenyum dengan tingkah adiknya yang terlihat konyol itu.
"Gak usah, mbak. Kan aku juga mau tinggal disini mulai lusa, hari Senin sudah mulai di bongkar rumahku." Sahut Rina sambil nenaik turunkan alisnya. Ningsih terkekeh geli dengan sikap adiknya yang tak biasanya itu.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Sedangkan di lain tempat, Rahman tengah mengutarakan niatnya untuk melamar Ningsih pada kedua orang tuanya.
"Apa kamu sudah yakin, le?" Tanya Bu Puji yang menatap lekat wajah tampan anaknya yang terlihat berseri.
"Insyaallah sudah, Bu. Tinggal restu ibu dan bapak saja. Tolong ringankan langkah Rahman untuk mewujudkan niat baik ini." Sahut Rahman sopan, membuat Bu Puji tersenyum, senang juga hari. Akhirnya, anak lelakinya itu menemukan perempuan yang bisa meluluhkan hatinya.
"Ibu senang, akhirnya kamu mau kembali berumah tangga. Ibu yakin, kamu pasti sudah benar benar memikirkan pilihanmu dengan matang. Insyaallah ibu setuju dan merestui, bukan begitu, pak?" Sahut Bu Puji yang mengalihkan pandangannya pada sang suami yang langsung mengangguk setuju dengan senyuman hangat.
"Bapak setuju dan senang. Pesan bapak, jaga dan sayangi istrimu nantinya, apalagi dia pernah diperlakukan tidak baik di pernikahan sebelumnya. Perempuan yang hatinya pernah hancur, akan lebih waspada dan cemburuan. Jadi kamu harus siap dan memaklumi sikapnya itu, apalagi dia juga punya anak perempuan yang sudah beranjak remaja. Bantu dia untuk menjaga dan melindungi anaknya dengan ketulusan kamu. Tanggung jawabmu besar, nak. Tapi bapak yakin, kamu sanggup dan bisa jadi imam yang baik untuk istri dan anak anakmu nantinya.
Rahman sangat bersyukur, keluarganya bisa menerima Ningsih dengan semua masa lalunya. Dengan senyum cerah, Rahman memutuskan untuk melamar Ningsih satu minggu lagi, dan itu langsung disetujui oleh kedua orang tuanya juga adik dan kakaknya yang juga tidak keberatan sama sekali. Meskipun mereka hanya mendengar cerita dari Rahman soal Ningsih, tapi mereka yakin jika pilihan Rahman pasti baik, apalagi selama ini Rahman selalu menutup hatinya pada perempuan. Dan baru kali ini, laki laki dingin itu membuka hati, pasti perempuan yang bisa meluluhkan hati Rahman bukanlah perempuan sembarangan di mata laki laki berwajah teduh itu. Itulah yang ada di pikiran semua keluarga Rahman.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
Novel baru :
#Hati Yang Kau Sakiti
#Dendam terpendam seorang istri
Novel Tamat
#Anak yang tak dianggap
#Tentang luka istri kedua
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (Tamat)
#Coretan pena Hawa (Tamat)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (Tamat)
#Sekar Arumi (Tamat)
#Wanita kedua (Tamat)
#Kasih sayang yang salah (Tamat)
#Cinta berbalut Nafsu ( Tamat )
#Karena warisan Anakku mati di tanganku (Tamat)
#Ayahku lebih memilih wanita Lain (Tamat)
#Saat Cinta Harus Memilih ( Tamat)
#Menjadi Gundik Suami Sendiri [ tamat ]
#Bidadari Salju [ tamat ]
#Ganti istri [Tamat]
#Wanita sebatang kara [Tamat]
#Ternyata aku yang kedua [Tamat]
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
gabung bcm yu
..
follow me ya thx