Ara adalah seorang personal asisten Garvi, hubungan mereka cukup unik. Terkadang terlihat layaknya kawan sendiri tapi tak jarang bersikap cukup bossy hingga membuat Ara lelah sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lin_iin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tiga puluh satu
💙💙💙💙
"Jadi ini semua yang beliin pacar kamu?"
Ara seketika langsung terbahak saat mendengar pertanyaan Jihan. Ia kemudian menggeleng cepat.
"Bukan, Han, dia bos aku. Dia emang gitu sih agak-agak, apalagi setelah putus sama pacarnya. Astagfirullah, Han, absurd banget."
Jihan tersenyum samar saat mendengar betapa antusiasnya Ara bercerita.
"Kamu kenapa senyum-senyum gitu?" tanya Ara saat menyadari sudut bibir Jihan terlihat membentuk senyuman.
Perempuan itu kemudian menggeleng cepat. "Enggak, nggak papa. Ayo, lanjut ceritanya! Dia emang absurd gimana?"
Ara kemudian menegakkan tubuhnya dan kembali melanjutkan ceritanya. "Nih, ya, kan dia ini tipe yang sehat banget, apa-apa yang masuk ke perutnya diperhitungin banget. Bahkan sampe langganan catering khusus makanan sehat. Tapi suatu ketika tiba-tiba nyuruh gue masakin mie, terus ngajakin hunting jajanan street food gitu. Dan kamu tahu apa yang terjadi pada pagi harinya? Langsung diare dong. Udah curiga tuh aku, kenapa nih bosku, tumbenan banget. Eh, taunya abis putus dari ceweknya yang super model itu. Kasian. Mana Mama-nya udah cepet-cepet minta mantu, eh, malah putus sama pacarnya. Sekarang desperate banget tuh kayaknya."
"Desperate gimana? Ngajakin kamu nikah gitu?" tebak Jihan tepat sasaran.
Ekspresi terkejut Ara tidak bisa ia sembunyikan. "Kok kamu bisa tahu?"
Jihan terkekeh geli. "Bukannya ketebak ya?" ia balik bertanya dengan nada ragu-ragu.
"Emang iya?" kali ini giliran Ara yang balik bertanya.
"Itu buktinya," ucap Jihan sambil menunjuk plastik berisi berbagai rasa es krim yang masih berada di dalam plastik dan mungkin sudah mulai mencair.
"Aaaa, es krim gue," seru Ara spontan langsung membawa es krim itu ke dalam kulkasnya, "gila sih emang bos gue ini, bisa-bisa beliin gue es krim segini banyak. Untung gue udah punya kulkas sekarang, coba kalau kayak dulu, mau diapain coba. Eh, aku sampe reflek ngomong pake lo-gue saking shocknya. Sorry, ya. Aura di Jakarta sama Semarang kadang beda, Han."
Jihan mengangguk maklum. "Ya, enggak papa, senyamannya kamu aja, Ra. Tapi, btw, emang nggak ada kulkas umum di luar?"
Ara menggeleng. "Dulu ada, tapi setelah masing-masing pada punya sendiri-sendiri jadi kulkas umum nggak ada."
"Waw, itu bayar bayar bulanannya gimana?"
"Ya enggak gimana-gimana, tinggal bayar. Tapi masing-masing, bulanan buat sewa kamar sendiri, listrik sendiri, air sendiri."
Jihan terlihat terkejut. Kedua matanya melihat ke sekeliling kamar. Sebenarnya kamar Ara cukup luas, tapi berhubung barang dan perabot Ara tidak sedikit makanya terkesan tidak terlalu luas. Dia memiliki dua lemari dan rak sepatu yang Jihan yakin itu terdapat lebih dari 20 sepasang sepatu. Tapi Ara sendiri juga tidak memiliki alat masak seperti rice cooker dan sejenisnya.
Ara tersenyum malu-malu. "Han, aku bisa jelasin, pekerjaan aku menuntut buat aku memiliki banyak baju, tas, maupun sepatu. Aku beli semua bukan tindakan impulsif gegara pengen atau liatnya lucu makanya beli. Tapi emang butuh."
"Iya, Ra, aku paham kok. Aku juga nggak mempermasalahkan, toh, yang buat beli semua ini kan pake uang kamu sendiri bukan pake uang aku," balas Jihan sambil tersenyum maklum, "kamu hebat dan keren, Ra," sambungnya kemudian.
"Hebat apanya?" Ara sedikit menggerutu kemudian menyadari perut Jihan yang terlihat membuncit, "eh, tapi kamu juga hebat, bentar lagi jadi ibu." Ada perasaan iri yang tidak bisa dia utarakan.
Munafik kalau Ara tidak menginginkan kehidupan pernikahan dan hamil. Ia menginginkan semua itu tapi sepertinya takdir belum berpihak padanya.
"Enggak sehebat itu, Ra, kalau waktu bisa diputar, mungkin aku nggak akan milih jalan ini."
Menyadari ada sesuatu yang tidak beres, Ara langsung mendekat ke arah Jihan. "Han, suami kamu nggak baik sama kamu?"
Jihan diam sebentar lalu menggeleng. "Ya, dia baik, seenggaknya dia nggak pernah main fisik sama aku."
"Terus kenapa kamu sampai kabur?"
"Aku butuh uang. Aku butuh kerjaan, Ra. Kamu bisa kan bantuin aku?"
Sekarang Ara kebingungan harus menjawab apa. "Han, maaf banget, bukannya aku nggak mau bantuin kamu. Tapi di Jakarta nyari kerjaan itu susah, apalagi dengan kondisi kamu yang hamil begini."
"Tapi aku bisa kok kerja apa aja, jadi buruh cuci juga nggak papa."
"Han, aku yang kenapa-kenapa. Aku mana tega ngebiarin kamu ngerjain pekerjaan berat dengan kondisi hamil begini. Kamu pikir aku gila? Lagian aku juga mana bisa ngerjain kamu pekerjaan begitu."
"Siapa tahu temen-temen kost kamu butuh. Aku bisa bantu nyuciin baju mereka, setrika juga bisa. Nanti aku bantu cuciin baju kamu juga. Aku beneran butuh kerja, Ra. Plis, bantuin aku!"
Merasa tidak tega, Ara pun akhirnya mengangguk setelah menghela napas panjang. "Ya udah, nanti aku coba tanyain ke mereka ya," ucapnya pasrah.
"Makasih, Ra, makasih banget. Aku tahu kamu pasti bisa bantuin aku."
💙💙💙💙
"Ngelamun aja, kesambet setan baru tahu rasa lo," ucap Mahesa sambil duduk di sebelah Ara. Pria itu sengaja menyenggol bahu Ara agar perempuan itu tersadar dari lamunannya.
"Bulan puasa setan dikurung, Mas."
"Lah, emang iya?"
Ara menaikkan alis curiga. "Apa? Mau ngomong apa lo?" semburnya galak.
Mahesa langsung menggeleng cepat. "Enggak jadi, buset, galak amat. Belum bolong ya puasa lo?"
"Belum lah, gue kan rajin dan taat. Emang lo puasa mokel terus."
"Enak aja, gue baru mokel sekali, Ra," sahut Mahesa dengan ekspresi tidak terimanya.
"Lah, lo beneran udah puasa mokel, Mas? Kita baru dapet seminggu puasanya loh, masa udah mokel aja?" Ara berdecak sambil geleng-geleng kepala tidak habis pikir dengan kelakuan sang senior.
"Yang penting kan gue jujur," balas Mahesa dengan tingkat kepercayaan dirinya yang tinggi, "btw, gue baru tahu kalau mushola kantor kita ac-nya sejuk juga ya. Gue suka betah deh di sini."
"Makanya kalau dikasih waktu ISHOMA tuh jangan IMA doang, lo kata lagu seventeen ima."
"Emang Seventeen punya lagu ima? Terus ISHOMA apaan?"
"Astagfirullah, godaan puasa begini banget deh. Masa nggak tahu ISHOMA, Mas? Istirahat sholat makan, Mas, disingkat ishoma."
Mahesa manggut-manggut paham. "Oh, baru tahu gue. Terus-terus kalau lagu seventeen emang ada yang judulnya ima?"
"Ada, lagu Jepang. Eh, tapi ada juga deh yang versi Korea."
"Hah? Seventeen punya lagu Jepang? Korea juga ada? Buset, gue baru tahu, lagu baru tuh? Eh, tapi kan seventeen tinggal satu membernya, masa punya lagu baru." Mahesa berpikir sambil mengusap dagunya.
"Bukan seventeen yang itu, Mas."
Mahesa terlihat terkejut. "Lah, ada seventeen yang lain?"
"Ada. Pacar gue semua itu. Selusin bonus satu."
Kali ini Mahesa terkekeh. "Buset. Pacar itu minimal punya tujuh."
Ara mengerutkan dahi bingung. "Lah, kenapa tujuh, Mas?"
"Kan seminggu ada tujuh hari."
Sekarang Ara merasa menyesal waktu berharganya, yang seharusnya untuk mengistirahatkan pikirannya sejenak, eh, tapi malah meladeni seniornya yang tidak jelas ini.
💙💙💙💙