John Ailil, pria bule yang pernah mengalami trauma mendalam dalam hubungan asmara, mendapati dirinya terjerat dalam hubungan tak terduga dengan seorang gadis muda yang polos. Pada malam yang tak terkendali, Nadira dalam pengaruh obat, mendatangi John yang berada di bawah pengaruh alkohol. Mereka terlibat one night stand.
Sejak kejadian itu, Nadira terus memburu dan menyatakan keinginannya untuk menikah dengan John, sedangkan John tak ingin berkomitmen menjalin hubungan romantis, apalagi menikah. Saat Nadira berhenti mengejar, menjauh darinya dan membuka hati untuk pria lain, John malah tak terima dan bertekad memiliki Nadira.
Namun, kenyataan mengejutkan terungkap, ternyata Nadira adalah putri dari pria yang pernah hampir menghancurkan perusahaan John. Situasi semakin rumit ketika diketahui bahwa Nadira sedang mengandung anak John.
Bagaimanakah akhir dari kisah cinta mereka? Akankah mereka tetap bersama atau memilih untuk berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Kejujuran John
Zion, dengan sikap tenangnya yang khas, melirik John. "Kami sudah memesan makanan favoritmu, John. Sebentar lagi pasti datang."
Namun, suasana tenang itu tak bertahan lama. Rian, seperti biasa, melontarkan candaan lain. "Tapi, apa makanan favoritmu masih sama setelah tinggal satu atap, satu kamar, dan satu ranjang yang sama dengan daun muda, John?"
Angga tertawa sambil mengangguk setuju. "Benar juga. Siapa tahu sekarang seleramu berubah."
Ello ikut bergabung dalam candaan mereka. "Biasanya setelah punya pasangan, makanan favorit seseorang memang bisa berubah, 'kan?"
Zion yang biasanya netral, kali ini mengangguk setuju. "Memang ada benarnya. Jadi, John, apa makanan favoritmu sekarang sudah berubah?"
John terdiam, tatapannya mengarah ke meja makan, seperti sedang berpikir keras. Beberapa detik berlalu sebelum ia mendesah pelan. Belakangan ini, ia memang terbiasa makan makanan yang dimasak oleh Nadira. Ia bahkan tak yakin apa makanan favoritnya saat ini, tapi ia tahu satu hal yang pasti, apapun yang dimasak Nadira selalu terasa lezat di lidahnya.
John akhirnya bersandar di kursinya, menatap sahabat-sahabatnya dengan pandangan tak percaya. "Aku rasa... aku sudah sama tidak warasnya dengan kalian," gumamnya, membuat mereka tertawa lepas lagi.
Usai makan malam yang penuh dengan candaan hangat, suasana di ruangan VIP berubah lebih tenang. Zion, seperti biasa dengan nada tenang dan berwibawa, membuka suara. "Jadi, John, apa yang ingin kau bicarakan?"
John menghela napas panjang, memandang sahabat-sahabatnya satu per satu. Ia tahu bahwa ini adalah saat yang tepat untuk mengungkapkan kegundahan hatinya. "Aku... ingin bicara soal Nadira," katanya jujur, suaranya terdengar sedikit berat.
"Soal Nadira? Apa gadis yang ada di apartemenmu?" tanya Zion dengan nada serius, meski wajahnya tetap tenang.
John mengangguk pelan, mengiyakan. Rian menyela dengan saran, "Sebelum kita membahas masalah yang ada, lebih baik kau ceritakan dulu siapa Nadira sebenarnya." Angga dan Ello langsung mengangguk setuju, menyusul Zion yang diam namun menunjukkan gestur persetujuan.
John menghela napas, lalu mulai menceritakan bagaimana ia pertama kali bertemu Nadira. "Awalnya aku bertemu dia saat menolongnya dari sekelompok pria yang hampir melecehkannya. Pertemuan kedua... dia tiba-tiba masuk ke kamar hotelku di sebuah klub malam, dalam keadaan dikejar dua orang dan di bawah pengaruh obat," ungkap John, suaranya terdengar berat.
"Kami... melakukan one-night stand," lanjutnya dengan nada pelan, namun tetap jujur. "Awalnya aku hampir menghentikannya ketika tahu dia masih perawan, tapi... dia memaksa melanjutkan."
Para sahabatnya terlihat terkejut, namun tak satu pun menyela. John melanjutkan ceritanya dengan raut wajah penuh penyesalan. "Keesokan harinya, aku menemukannya menungguku kembali di depan apartemenku hingga sore hari. Dia masih mengenakan pakaian yang sobek dari malam sebelumnya, dalam keadaan demam. Dia mengaku kejadian malam itu karena seseorang sengaja menjebaknya dengan om-om. Setelah itu... semuanya berubah. Sejak saat itu, kami tinggal bersama."
Ruangan VIP mendadak sunyi. Zion dan yang lainnya saling pandang sejenak, mencerna cerita John.
"Dia mengaku mencintaiku dan ingin hidup bersamaku. Meskipun sejak awal aku sudah mengatakan aku tak ingin berkomitmen untuk menjalin hubungan romantis, apalagi menikah, tapi dia tetap ingin berada di sisiku. Aku tahu aku peduli padanya, menyayanginya. Tapi aku tidak yakin... tidak yakin apakah perasaannya padaku akan tetap sama. Aku takut, Zion. Aku takut terluka lagi."
John menundukkan kepala sejenak, lalu melanjutkan dengan nada lebih lirih. "Dia terlalu muda, terlalu banyak hal yang mungkin akan berubah seiring waktu. Aku tidak tahu apakah aku cukup kuat untuk menghadapi itu."
Ruangan itu menjadi hening. Tidak ada olok-olok, tidak ada tawa seperti sebelumnya. Ello, Angga, Rian, dan Zion menatap John dengan ekspresi serius. Mereka tahu kapan harus bercanda, dan kapan harus mendengarkan dengan hati-hati.
Rian akhirnya membuka suara, nadanya jauh lebih lembut dari biasanya. "John, aku tahu kami suka mengolok-olokmu tadi. Tapi kalau soal ini, aku pikir kau sudah tahu jawabannya. Kau hanya butuh keberanian untuk mempercayai perasaanmu sendiri."
Angga menambahkan, "Cinta itu memang risiko, John. Tapi melihat caramu bicara soal Nadira, aku yakin dia bukan sekadar orang yang lewat dalam hidupmu."
Ello mengangguk setuju. "Kau takut terluka lagi, itu wajar. Tapi kau tidak akan tahu hasilnya kalau tidak mencoba. Jika Nadira benar-benar mencintaimu, aku rasa dia akan mengerti semua ketakutanmu dan tetap memilihmu."
Zion, yang biasanya paling sedikit bicara, akhirnya memberikan pendapatnya. "Kadang, kita hanya perlu jujur pada diri sendiri dan orang yang kita cintai. Kalau kau yakin dengan perasaanmu, bicaralah dengan Nadira. Jika dia mencintaimu, dia akan bertahan. Jika tidak... setidaknya kau tahu kau sudah mencoba."
John menghela napas lagi, tetapi kali ini sedikit lebih ringan. Ia tahu, meskipun para sahabatnya sering membuatnya jengkel dengan olok-olok mereka, mereka adalah tempat terbaik untuk meminta pendapat. "Terima kasih," gumamnya dengan tulus.
Dan untuk pertama kalinya malam itu, senyuman kecil tersungging di wajah John. Ia tahu, apapun yang akan terjadi, ia tidak sendiri.
Zion menatap John dengan serius. "Jadi, apa rencanamu sekarang, John?" tanyanya, nada suaranya mengandung ketenangan, tetapi jelas ia ingin mendengar jawaban yang tegas dari sahabatnya.
John tampak ragu. Ia diam sejenak, menatap meja di depannya seolah mencari jawaban di sana. Namun, sebelum ia bisa berkata apa-apa, Ello menghela napas, lalu berbicara dengan hati-hati. "Sebelum kau jawab, aku ingin bertanya sesuatu... tapi maaf sebelumnya, kalau pertanyaanku terlalu lancang."
John mengangkat alisnya, menatap Ello dengan penuh perhatian. "Apa itu?"
Ello menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Kau tinggal satu kamar dengan Nadira... jadi, selain di hotel malam itu, apa kau melakukan hubungan intim lagi dengannya?"
Ruangan itu mendadak sunyi. Rian dan Angga saling melirik dengan ekspresi campuran antara terkejut dan penasaran, sementara Zion tetap tenang, meski jelas ia juga menunggu jawaban John.
John mengusap wajahnya dengan kedua tangan, lalu mengangguk pelan. "Iya," jawabnya jujur, suaranya rendah namun jelas terdengar. "Tiga kali. Aku... aku tidak bisa mengontrol diri saat bersamanya. Dia... terlalu menggoda."
Ello menunduk, merasa canggung tetapi tetap mendengarkan. John melanjutkan, kali ini nadanya lebih berat. "Tapi bukan itu yang paling membuatku bingung. Kami membuat perjanjian, perjanjian yang... konyol."
Zion mengerutkan dahi. "Perjanjian apa?" tanyanya.
John menarik napas panjang sebelum menjelaskan. "Nadira bilang dia akan tinggal di kamarku selama tiga bulan. Kalau dalam waktu itu dia tidak bisa meluluhkan hatiku untuk berkomitmen hidup bersamanya, dia akan pergi. Menghilang dari hidupku dan mencari pria lain yang mau menikahinya."
Kata-kata John membuat semua orang di ruangan itu terdiam. Rian akhirnya angkat bicara, "Dan kau membayangkan dia bersama pria lain... membuatmu sakit hati, 'kan?"
John menatap Rian dengan mata yang tampak penuh dengan konflik. Ia mengangguk perlahan. "Ya. Membayangkan dia dengan orang lain... hatiku seperti diremas. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku takut terluka, tapi aku juga tidak bisa membayangkan hidup tanpanya. Aku sudah terlanjur nyaman dengan dia di sisiku."
Zion menghela napas panjang. "Kau tahu apa artinya itu, John. Kau tidak hanya menyayanginya. Kau mencintainya. Tapi sekarang pertanyaannya adalah, apa yang akan kau lakukan dengan cinta itu?"
John tidak menjawab. Ia hanya menatap sahabat-sahabatnya, mencoba mencari keberanian untuk menghadapi perasaannya sendiri.
John menghela napas panjang, lalu menatap para sahabatnya satu per satu. "Menurut kalian, apa yang sebaiknya aku lakukan sekarang?"
...🍁💦🍁...
.
To be continued
belum tau juga anak nadira laki atau perempuan.
Tinggal tunggu kehancuran si Beno..dan akan menjadi gembel
John yg skrg lbh kuat dan tanggung tidak mudah dihancurkan seperti dulu lagi beno....
sebentar lg jatuh miskin dan jd gembel dijalanan...
Lanjut thor......
Siap2 beno akan mengalami kehancuran dan kebusukan akan terbongkar...
Beno dan duo ulet bulu sandra dan sasa akan jatuh miskin dan jd gembel dijalanan selama ini menikmati harta warisan ibunya nadira...