John Ailil, pria bule yang pernah mengalami trauma mendalam dalam hubungan asmara, mendapati dirinya terjerat dalam hubungan tak terduga dengan seorang gadis muda yang polos. Pada malam yang tak terkendali, Nadira dalam pengaruh obat, mendatangi John yang berada di bawah pengaruh alkohol. Mereka terlibat one night stand.
Sejak kejadian itu, Nadira terus memburu dan menyatakan keinginannya untuk menikah dengan John, sedangkan John tak ingin berkomitmen menjalin hubungan romantis, apalagi menikah. Saat Nadira berhenti mengejar, menjauh darinya dan membuka hati untuk pria lain, John malah tak terima dan bertekad memiliki Nadira.
Namun, kenyataan mengejutkan terungkap, ternyata Nadira adalah putri dari pria yang pernah hampir menghancurkan perusahaan John. Situasi semakin rumit ketika diketahui bahwa Nadira sedang mengandung anak John.
Bagaimanakah akhir dari kisah cinta mereka? Akankah mereka tetap bersama atau memilih untuk berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Perasaan Campur Aduk
John terdiam sejenak, rahangnya mengeras. "Dan kau menghajarnya?"
"Betul, Tuan. Maaf kalau itu di luar perintah Anda, tapi saya tak tahan. Dia terlalu agresif ingin mencari tahu tentang Tuan dan bisa membahayakan Nona Nadira. Saya juga mengancamnya untuk berhenti mengusik, dan dia akhirnya kabur. Namun, saya yakin orang dibelakangnya tidak akan menyerah dengan mudah."
John menghembuskan napas panjang, matanya berkilat penuh ancaman. "Kau melakukan hal yang benar. Tapi pastikan tidak ada jejak yang mengarah padaku atau Nadira."
"Dimengerti, Tuan. Saya juga sedang menyelidiki siapa yang mengutus orang itu. Ini bukan upaya iseng; seseorang jelas punya niat besar terhadap Nona Nadira."
John mengetuk-ngetuk meja di sebelahnya dengan ujung jarinya, pikirannya berputar cepat. "Temukan siapa dalang di balik semua ini. Dan pastikan keamanan Nadira. Aku tidak mau ada insiden lain. Jika kau butuh bantuan tambahan, beri tahu aku."
"Baik, Tuan," jawab orang kepercayaannya sebelum menutup telepon.
John meletakkan ponselnya di meja dengan kasar, rahangnya masih mengeras. Dia menoleh ke arah kamarnya di mana Nadira berada. "Apa yang sebenarnya diinginkan orang-orang itu dari Nadira?" pikirnya. Satu hal yang jelas, dia tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti gadis itu, apa pun alasannya.
Ponsel John kembali berdering, dan panggilan itu berasal dari orang kepercayaannya yang baru saja melapor. John mengernyitkan kening, merasa heran dengan panggilan yang datang begitu cepat. Tanpa ragu, ia segera menerima panggilan itu.
"Maaf, Tuan, ada satu hal yang lupa saya sampaikan, tadi Nona Nadira sempat berdebat dengan seseorang di depan kampus," ucapnya cepat.
John mengernyit. "Berdebat? Dengan siapa?"
"Seorang gadis muda, Tuan. Dari pembicaraan mereka, saya menangkap kalau gadis itu adalah anak dari wanita yang pernah menjadi selingkuhan ayah Nona Nadira," jelas pria itu dengan nada serius.
Mendengar itu, John langsung duduk tegak. "Apa yang mereka perdebatkan?" tanyanya penuh perhatian.
Orang kepercayaannya melanjutkan dengan nada serius, "Tuan, gadis bernama Sasha itu berusaha mempermalukan Nona Nadira. Dia mengatai Nona sebagai pembantu dan menuduh Nona anak haram karena tidak ada nama ayah di akta kelahiran Nona. Tapi Nona Nadira membalikkan keadaan dengan mempermalukan Sasha di depan umum. Nona mengatakan kalau ibunya Sasha adalah seorang pelakor, dan Sasha sendiri adalah anak haram sebenarnya. Nona Nadira juga bilang, pria seperti ayah Sasha, yang suka selingkuh, tidak tahu malu, dan tidak bertanggung jawab, tidak pantas namanya tertulis di akta kelahirannya. Bahkan, Nona mengatakan kalau bisa, dia ingin membuang semua darah dan daging pria brengsek itu dari tubuhnya."
Orang itu berhenti sejenak, lalu menambahkan, "Nona Nadira juga memperingatkan Sasha, jika Nona mengambil harta ibunya, maka keluarga Sasha akan jatuh miskin, lalu Nona pergi meninggalkan Sasha begitu saja."
John terdiam mendengar laporan itu, matanya menyipit tajam. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi, tampak berpikir dalam-dalam sebelum akhirnya bicara dengan suara rendah namun dingin, "Nadira... Bagus! Dia tidak boleh diam saja jika ditindas."
Orang kepercayaannya mengangguk dari seberang telepon. "Benar, Tuan. Orang-orang yang suka mencari masalah seperti Sasha memang harus diberi pelajaran."
John menghela napas panjang ia bisa membayangkan betapa berat situasi itu bagi Nadira, lalu bergumam pelan, lebih kepada dirinya sendiri, "Dia begitu marah pada ayahnya. Sepertinya hubungan mereka lebih rumit dari yang kupikirkan."
"Saya juga berpikir demikian, Tuan," ucap orang kepercayaan John.
Setelah terdiam sejenak, John akhirnya berkata, "Cari tahu lebih banyak tentang keluarganya, terutama tentang pria yang disebut ayahnya. Aku ingin tahu seberapa jauh luka yang sudah dia alami karena keluarga itu." Suaranya terdengar serius dan penuh tekad.
"Baik, Tuan. Akan saya selidiki lebih dalam," jawab orang kepercayaannya sebelum menutup telepon.
John meletakkan ponselnya di meja, matanya menatap kosong ke arah jendela. Dalam pikirannya, pertanyaan-pertanyaan tentang masa lalu Nadira terus berputar, menggerogoti rasa tenangnya.
John bersandar di kursinya, pandangan matanya menerawang. Perasaan campur aduk memenuhi pikirannya, antara ingin melindungi Nadira dari masa lalunya dan rasa penasaran yang tak bisa ia abaikan. "Apa yang sebenarnya terjadi dalam hidupmu, Nadira?" tanyanya dalam hati. Tak sadar ia semakin jauh masuk ke dalam kehidupan Nadira.
John menghela napas panjang saat melihat jam di pergelangan tangannya. Malam sudah larut, dan ia merasa tubuhnya mulai lelah setelah hari yang panjang. Tanpa banyak bicara, ia beranjak dari sofa di ruang tamu dan berjalan menuju kamarnya. Ketika pintu kamar terbuka, wajah ceria Nadira menyambutnya, seolah sudah menunggu sejak lama.
"Kamu belum tidur?" tanya John dengan nada datar, meski dalam hati ia sedikit terkejut.
Nadira yang sedang duduk bersandar di head board ranjang tersenyum. "Aku nunggu Om."
John hanya menghela napas tanpa memberikan respons lebih lanjut. Ia melepaskan jasnya, menggantungnya di stand hanger, dan berjalan menuju kamar mandi. Namun, langkahnya terhenti saat matanya menangkap satu stel pakaian di atas ranjang, kaos lengan pendek putih dan celana pendek yang biasa ia gunakan untuk tidur. Ia melirik Nadira dengan alis terangkat, menyadari bahwa gadis itu yang menyiapkannya.
"Kamu nyiapin ini?" tanyanya sambil menunjuk pakaian di atas ranjang.
Nadira mengangguk santai. "Iya, aku pikir Om pasti capek. Jadi aku siapin, biar Om nggak perlu ribet."
John terdiam sejenak, mencoba mencerna sikap Nadira yang seolah tak pernah lelah memperhatikannya. "Kamu nggak perlu repot-repot nyiapin semuanya buat aku," katanya dengan nada serius.
"Tapi aku senang melakukannya," balas Nadira cepat, senyumnya tak memudar.
John tak tahu harus menjawab apa. Ia hanya menghela napas lagi, melangkah ke kamar mandi dengan pikiran yang berantakan. Saat mengganti pakaiannya, kata-kata Nadira terus terngiang di kepalanya. "Senang melakukannya," katanya. Tapi John tahu, semakin Nadira membuatnya merasa nyaman, semakin sulit baginya nanti untuk melepas gadis itu.
Keluar dari kamar mandi, John melihat Nadira masih di tempat yang sama, terlihat santai dengan buku di tangannya. Ia berjalan ke arah ranjang, duduk di sisi ranjang sambil menatap Nadira sesaat. "Kenapa dia selalu terlihat begitu tenang, sementara pikiranku begitu kacau?" gumamnya dalam hati.
John bersandar di head board ranjang, mencoba mengabaikan perasaan yang mulai membuat dadanya terasa berat. Dalam hatinya, ia tahu satu hal pasti, ia tak berniat menjalin hubungan romantis dengan siapapun. Ia sudah cukup terluka di masa lalu. Namun, untuk apa John masuk semakin jauh dalam kehidupan Nadira dengan melindungi dan mencari tahu semua hal yang bersangkutan tentang Nadira, jika ia tak ingin menjalin hubungan lebih dalam dengan Nadira?
Jawabannya adalah membayangkan Nadira pergi, bahkan lebih buruk lagi, membayangkan gadis itu bersama pria lain, entah kenapa, pikiran itu membuatnya sesak.
John mencoba menenangkan dirinya sendiri. Namun, kenyamanan yang diberikan Nadira seolah semakin mempertegas bahwa ia akan kehilangan sesuatu yang berharga saat gadis itu pergi. Dan untuk pertama kalinya, ia merasa takut pada kesendirian yang selama ini dianggapnya biasa.
John memejamkan matanya, mencoba mengusir semua pikiran yang mengganggu. Namun, lamunan itu pecah ketika suara lembut Nadira memanggilnya.
“Om?” Nadira menatapnya dengan mata yang berbinar di bawah cahaya lampu kamar.
...🍁💦🍁...
.
To be continued
beno Sandra dan sasa merasa ketar-ketir takut nadira mengambil haknya dan beno Sandra dan sasa jatuh jatuh miskin....
mampus org suruhan beno dihajar sampai babak belur sampai patah tulang masuk rmh sakit....
Akhirnya menyerah org suruhan beno resikonya sangat besar mematai2 nadira dan dihajar abis2an sm anak buahnya pm john....
belajarlah membuka hatimu tuk nadira dan nadira walaupun msh polos dan lugu sangat cocok john sangat patuh n penurut.....
Sampai kapan john akan hidup bayang2 masalalu dan belajar melangkah masa depan bersama nadira....
masak selamanya akan menjadi jomblo abadi/perjaka tuwiiiir🤣🤣🤣😂