Jeniffer seorang gadis cantik yang berprofesi sebagai perawat di sebuah rumah sakit desa, harus menghadapi ujian yang cukup besar dalam hidupnya. Ayah nya memiliki hutang besar kepada seorang lintah darat bernama Baron, pada suatu ketika anak buah yang bernama Tomi mengunjungi rumah Demian (Ayah dari Jeniffer). mereka menagih hutang yang di pinjam oleh Demian, makian dan ancaman terus dilayangkan oleh pria berbadan tersebut. Hingga Demian berkata akan membayar hutang nya minggu depan, saat Tomi berniat untuk melecehkan dua anak gadisnya Jeniffer dan Jessica. Kemudian di siang hari nya ada dua mobil mewah yang terparkir di halaman rumah Jessica, yang tak lain adalah milik Glenn dan klien nya. Dan itulah awal dari pertemuan Jeniffer dengan Glenn, namun pertemuan itu terjadi karena perdebatan sang adik dengan John anak buah dari Glenn.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nouna Vianny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sama-sama Menginginkan
Faye perlahan membuka kedua mata nya pemandangan yang ia lihat pertama kali sudah pasti langit-langit ruangan dengan lampu temaram. Di tambah dengan suara monitor yang berbunyi, untuk membantu mencatat tekanan darah, denyut jantung, suhu, dan kadar oksigen.
Faye menitihkan air mata nya saat melirik ke sebelah, bibir Faye yang kering dan pecah-pecah membuat nya sulit untuk membuka mulut. Ia juga memikirkan keluarga nya yang sudah pasti cemas.
"Dimana ponsel ku?" Gumam Faye dalam hati. Ia mencoba untuk mengangkat tubuhnya, namun masih terasa berat dan kaku. Kepala nya juga terasa pusing saat ingin menaikkan posisi kepala nya.
Suara pintu terbuka, terdengar dari luar suara kursi roda yang mendekat ke arah ranjang Jen dan Faye.
"Faye" Seru Camila, ia senang melihat wanita itu telah membuka matanya.
"Camila" lirih Faye dengan suara nya yang terdengar serak. Ia berusaha untuk bisa dapat membuka mulut nya.
"Syukurlah kau sadar, Chen beri dia air putih dia pasti haus"
"Baik Nona".
Chen mengunci dulu bagian kursi roda nya, lalu menghampiri Faye dan meminumkan nya air.
"Terimakasih"
"Sama-sama Nona".
Camila beralih kepada Jen yang masih betah menutup mata, ia menatap lekat wanita yang sudah ia anggap sebagai teman.
"Aku yakin sebentar lagi dia bangun".
Chen mengeluarkan sesuatu dari dalam saku nya, lalu memberikan nya pada Faye. "Ini ponsel anda Nona" ujar nya.
"Terimakasih Chen" Ucap Faye yang masih terdengar lemah.
Suara pintu terbuka kembali terdengar, kali ini Benny dan seorang wanita yang berpakaian perawat masuk untuk mengecek keadaan pasien setiap beberapa jam sekali.
"Nona Faye, anda sudah bangun" ucap Benny saat melihat wanita itu melihatnya.
Benny segera memasang stetoskop ke telinga nya, lalu memeriksa keadaan Faye. Ruangan mereka yang semula berada di VIP terpaksa dipindahkan, karena permintaan Camila , ia ingin kedua teman nya itu di pantau secara intens oleh para Dokter.
Selesai memeriksa dengan stetoskop, kedua mata Faye juga diperiksa, lalu mulut dan bagian lain nya yang terluka.
"Keadaan nya sudah mulai membaik, anda juga bisa di pindahkan ruangan lain" ujar Dokter.
"Biarkan saja dia disini menemani Jen dok, berapapun biaya nya akan saya bayar".
"Ini bukan masalah biaya nona, namun sebaiknya pasien yang memang sudah dalam keadaan baik-baik mendapatkan ruangan yang seharusnya. Jangan sampai mengalami stress karena berada satu ruangan dengan mereka yang masih butuh pengawasan" terang Benny.
Chen yang menyimak hal itu mendekatkan wajah nya ke telinga Camila lalu membisikkan sesuatu.
"Baiklah, kalau begitu pindahkan Faye ke ruangan semula". Titah Camila.
"Baik Nona. Suster Anda urus kembali perpindahan ruangan Nona Faye".
"Baik Dok". Suster tersebut pun undur diri, untuk memberitahu kepada perawat lain yang bertugas untuk memindahkan Faye ke ruangan lain.
Sementara di kediaman Jen, Jhon baru saja sampai ia sengaja tidak memberi tahu Jessica jika akan berkunjung.
Pintu diketuk, Jessica yang baru saja selesai berpakaian segera keluar dari kamar.
"Jhon?"
"Hai"
Jhon dipersilahkan untuk masuk ke dalam, sementara Jessica membuatkan nya secangkir teh dan camilan. "Boleh aku minta air putih?" pinta Jhon yang belum sempat membasahi tenggorokan nya setelah menyerang kediaman Baron.
"Tentu saja".
Jessica membuka kulkas, lalu mengambil air dalam kemasan dan memberikan nya kepada Jhon. Wanita berlesung pipi itu hanya bisa geleng-geleng kepala saat melihat cara minum Jhon yang seperti unta sedang kehausan, tidak ada jeda dan tentu nya menghabiskan air tersebut tanpa sisa.
"Kau ini habis pergi berperang ya sampai sebegitu haus nya".
"Benar sekali, aku habis membantai para bajingan".
Jhon menghentikan ucapan nya, ia tersadar dengan siapa ia bicara. Pasalnya Jen tidak pernah bercerita tentang siapa Glenn dan rekan nya.
"Maksudmu?"
"Oh sudahlah tidak penting aku hanya asal bicara"
Jhon menghela napas panjang memandang Jes secara lekat. "Jes, aku ingin menyampaikan sesuatu padamu?"
"Katakan hal apa itu? Oh atau kau ingin mengatakan cinta padaku? Ku rasa ini bukan tempat nya".
Jhon mengerutkan dahi, saat mendengar tanggapan Jessica. Wanita di depan nya ini begitu percaya diri hingga ia berpikir bahwa Jhon akan mengatakan cinta nya saat ini.
"Tapi aku mohon kau jangan marah".
"Tidak, katakan saja cepatlah" Jessica senyam senyum tidak jelas, menunggu kata-kata selanjutnya yang akan di ucapkan oleh Jhon.
"Kakak mu Jen, masuk rumah sakit".
Jessica melotot saat mendengar ucapan Jhon, mulutnya yang menganga hingga susah untuk mengatup. Ada sedikit rasa malu karena ia berfikir jika sikap serius Jhon tadi, ingin mengatakan sesuatu yang berkaitan dengan sebuah perasaan.
"Kau sedang tidak bercanda kan?" Jessica masih tidak percaya ini. Ia mempunyai curiga jika kakak nya akan masuk rumah sakit. Karena Demian mengatakan jika Jen tengah lari pagi bersama teman nya. Meski sampai sore ini Jen belum pulang, namun Jessica berfikir jika mungkin kakak nya itu langsung pergi ke rumah sakit.
"Aku serius Jes, aku sedang tidak bercanda. Sekarang cepat kau kemasi barang-barang kakak mu, dan sampaikan juga kepada Ayah mu".
"Ayah sedang ke rumah adiknya, dia bilang akan menginap disana. Tapi sepertinya Ayah tidak perlu tahu jika kak Jen dirawat. Aku takut dia akan cemas".
"Kau lebih tahu mana yang terbaik, yasudah lebih baik sekarang kau cepat bersiap"
"Baiklah, tunggu sebentar".
Jessica bangun dan menuju ke kamar Jen, ia memasukkan semua yang memang di perlukan seperti baju sehari-hari lalu pakaian dalam. Ia tak juga membawa buku yang sering dibaca oleh Jen jika sedang mumet.
Setelah kurang lebih 15 menit mengemasi barang-barangnya Jessica keluar dengan dirinya yang telah berganti pakaian.
"Ayo, kita berangkat sekarang"
"Sini biar aku yang bawa"
Jhon segera meraih tas besar dari tangan Jessica membawa nya untuk di simpan di dalam mobil. Hal pertama yang harus ia lakukan sebelum meninggalkan rumah adalah mengecek seluruh bagian, Jessica meminta Jhon menunggu sebentar untuk mengecek dapur. Ia juga lupa untuk menutup jendela yang berada di kamar mandi.
"Ah sial! Aku harus mengambil kursi untuk menutup nya". Jessica kembali keluar, ia menarik kursi lalu menginjak nya untuk bisa menutup jendela itu.
"Lama sekali sih dia" kesal menunggu, Jhon pun kembali ke dalam ia mencari-cari Jessica ke dapur namun tidak ada. Saat ia melewati kamar mandi terlihat Jessica yang tengah bersusah payah menutup jendela. Jhon pun segera berjalan ke arah kamar mandi untuk menolong Jessica.
"Aaaaa" teriak Jessica yang hampir saja mencium lantai, karena kursi yang di injak nya tiba-tiba bergeser. Untung saja Jhon melihat itu dan segera menahan tubuh Jessica yang sekarang malah menindihi tubuhnya.
Kini keduanya saling dekat, dengan posisi Jen yang di peluk oleh Jhon. Tidak hanya wajah, tapi juga hembusan nafas dari aroma masing-masing. Jika sudah begini Jhon tidak kuat menahan, apalagi aroma segar dari pasta gigi yang ia gunakan.
Wajah Jhon semakin mendekat, hingga bibir mereka bertemu dan saling terbuka. Sapuan akan indera perasa yang membelit ke dalam rongga mulut masing-masing. Tak hanya itu, namun tangan Jhon juga berani turun untuk menyentuh salah satu bagian yang kenyal milik Jen.
Jessica mengeluarkan nafas berat nya, saat lidah Jhon membasahi cuping telinga dan leher. Tangan nakal Jhon kembali beraksi, ia buka satu persatu kancing baju Jessica hingga dua benda indah yang masih terbungkus itu terlihat.
Mata Jhon seperti meminta izin jika ia ingin melakukan sesuatu pada dua benda tersebut. Jessica yang mengerti akan hal itu, dan ia pun sama-sama menginginkan nya. Pengait yang berada di depan dibuka mengizinkan Jhon untuk menjadi anak bayi.
Jhon melihat dua benda bulat yang indah itu, padat berisi namun pas saat di genggam putih bersih dengan kuncup yang berwarna merah jambu. Tadi nya Jhon ingin bermain-main dulu pada benda itu sambil memainkan nya, namun Jessica yang juga sudah tidak tahan menarik kepala Jhon lalu mendekatkan mulutnya ke arah bagian yang berwarna merah jambu itu.
"Ah!" suara berat Jessica saat Jhon mencucup nya dengan kuat, sedikit sakit namun nikmat saat Jhon memainkan indera pengecap nya.
"Milikmu sangat indah Jes, aku sangat menyukai nya". ucap Jhon sambil memperhatikan ekspresi wajah Jessica yang menggigit bibir bawah nya.
"Lakukan lagi Jhon". pinta Jessica.
Jhon pun menurutinya ia kembali melakukan nya seperti anak bayi.
Bagian bawah yang telah menegang, membuat celana yang dipakai Jhon sedikit sesak. Ia pun membuka kancing dan resleting tersebut agar lebih nyaman.
Jessica yang berada di atas nya pun merasakan benda itu karena tepat menempel pada bagian tengah selangka.
"Jes, tolong keluarkan punya ku. Kau mau kan?"
"Aku tidak mau melakukan nya sebelum menikah"
"Tidak usah sampai masuk, tapi kau perlakukan dia seperti menikmati ice cream".
Mau tidak mau Jes menuruti keinginan Jhon, ia juga merasakan hal yang sama seperti nya.
"Kita berpindah ke kamar saja" ujar Jess.
Jhon mengiyakan, ia juga tak lupa untuk menutup pintu rumah yang masih terbuka.
Sesampai di kamar Jessica, Jhon melorotkan seluruh celana nya. Hingga terlihat lah benda yang telah mengeras sejak tadi.
Jessica meneguk ludah saat melihat ukuran benda itu lumayan besar.
"Ayo Jess lakukan" titah Jhon dengan satu tangan nya berada di belakang kepala Jes.
Jes mendekatkan mulutnya pada bagian itu, lalu menikmati nya seperti sedang mengulum lolipop.
"Ah!" suara berat kini keluar dari bibir Jhon, ia mendorong kepala Jessica untuk lebih dalam memainkan miliknya. Semakin kencang hingga lahar nya di dalam nya akan keluar, namun ia manahan nya. Ia melepaskan benda tersebut dari mulut Jessica.
"Sekarang giliran punya mu yang akan ku perlakukan seperti ice cream". Jhon mendorong tubuh Jessica ke atas tempat tidur. tangan nya menelusup ke dalam rokok lalu menurunkan kain segitiga yang dipakai nya.
Kedua kaki Jessica di lebarkan, ia usap terlebih dahulu pada bagian selangka. Bersih tanpa ada noda dan juga daki-daki yang menghitam pada bagian itu. Berwarna merah jambu pada bagian yang sedikit berkerut.
"Ah!" suara berat itu kembali keluar dari mulut Jessica. Ketika Jhon memainkan indera perasa nya di bagian palung terdalam miliknya. Benar-benar Jhon melakukan nya seperti sedang membersihkan ice cream yang menempel pada telapak tangan nya.
Jhon berdiri, dengan bagian bawah nya yang telah polos dan hanya menanggalkan kaos hitam. Ia hendak akan menggesekan benda tersebut, namun bayangan akan wanita yang pernah melakukan nya bersama ia dulu membuat nya terhenti. Benda yang tadi nya mengeras tiba-tiba saja layu.
Jessica segera membenarkan posisi nya, ia kembali menaikkan kain segitiga nya yang sempat di buka itu. Sama hal nya dengan Jhon ia kembali mengenakan celana nya. Lalu duduk pada pinggir tempat tidur.
Jhon mengusap wajah nya, bayangan wanita yang pernah mengisi hidup dulu kembali teringat. Hawa panas yang tadi membakar gairah nya seketika menghilang. Entah apa yang ia rasakan saat ini Jhon juga tidak mengerti.
Sambil menunggu kedatangan Jessica dan Jhon para anak buah yang berjaga dengan berpura-pura sebagai penunggu pasien lain, melihat ranjang pesakitan Jen dibawa keluar menyusul Faye yang telah berada lebih dulu. Jen telah sadar selama hampir 12 jam ia terlelap.
Mereka segera menghubungi Daniel jika Jeniffer telah dipindahkan ke ruangan lain.
"Apa adiknya sudah datang bersama Jhon?"
"Belum Tuan"
"Kemana sih anak itu, yasudah kalau begitu biar aku yang menghubungi nya".
Panggilan telepon terputus, Daniel segera menghubungi Jhon.
"Ya Daniel?"
"Kau dimana Jhon?"
"Aku di Jalan"
"Lambat sekali, Nona Jen sudah siuman dan sudah dipindahkan ke ruangan yang lain".
"Syukurlah, maaf tadi mobil ku mogok dan aku harus mencari bengkel dulu".
Daniel memutuskan panggilan secara sepihak.
"Ada apa? Siapa yang menelepon"
"Daniel, dia mengatakan kalau kakak mu telah siuman dan sudah berpindah ruang rawat"
"Syukurlah"
Jessica dapat bernapas lega setidak nya ia tidak terlalu khawatir akan hal itu. Jhon melirik Jessica lalu menggenggam tangan wanita itu kemudian mengecup nya.
"Maafkan untuk yang tadi Jes"
"I-i-iya" Jessica merasa malu atas pernyataan Jhon. Hampir saja mereka tadi kebablasan. Ya! Meski Jessica sudah mengatakan jika ia hanya ingin melakukan nya setelah menikah,.tetap saja napsu bisa dengan cepat mengalahkan logika.
Setelah menempuh perjalanan selama 20 menit Jessica dan Jhon sampai. Namun hanya Jessica yang diperbolehkan masuk, sebab lambat laun Camila dan pengawal nya akan tahu siapa Jhon. Maka lebih baik hanya Jessica saja yang masuk ke dalam.
"Kakak" Jessica segera berlari ke dalam ruangan dengan di antar oleh seorang perawat yang menyamar.
Terlihat kondisi Jen yang masih lemah, dan badan nya yang masih terasa sakit jika di gerakkan.
Jessica menitihkan air mata nya, ia merasa terpukul dengan keadaan sang kakak hingga membuat wajah nya babak belur.
"Jes" lirih Jen memanggil nama sang adik.
"Iya kak" . Jessica terisak ia mencium punggung lengan kakak nya yang juga penuh dengan luka memar.
"Aku haus". Kata Jem dengan suara nya yang lemah.
Jessica pun segera mengambil air yang telah tersedia di atas nakas berikut dengan sedotan nya. Ia menekan bagian kepala tempat tidur itu agar memudahkan Jen untuk minum.
"Bagaimana bisa seperti ini kak" tanya Jessica yang amat sangat penasaran
Jeniffer hanya bisa diam saat Jessica bertanya, ia masih belum mempunyai cukup tenaga untuk bicara banyak.