Dipinang adiknya, tapi dinikahi kakaknya. Loh!! Kok bisa? Terdengar konyol, tapi hal tersebut benar-benar terjadi pada Alisya Mahira. Gadis cantik berusia 22 tahun itu harus menelan pil pahit lantaran Abimanyu ~ calon suaminya jadi pengecut dan menghilang tepat di hari pernikahan.
Sebenarnya Alisya ikhlas, terlahir sebagai yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan tidak dapat membuatnya berharap lebih. Dia yang sadar siapa dirinya menyimpulkan jika Abimanyu memang hanya bercanda. Siapa sangka, di saat Alisya pasrah, Hudzaifah yang merupakan calon kakak iparnya justru menawarkan diri untuk menggantikan Abimanyu yang mendadak pergi.
*****
"Hanya sementara dan ini demi nama baikmu juga keluargaku. Setelah Abimanyu kembali, kamu bisa pergi jika mau, Alisya." ~ Hudzaifah Malik Abraham.
Follow ig : desh_puspita
******
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 03 - Hanya Sementara
Alisya masih menerka-nerka apa yang kini tengah dia alami. Entah musibah atau anugerah, tapi dinikahi Hudzaifah terlalu indah untuk disebut musibah.
Dia memang tidak pernah mengenal Hudzaifah secara personal, tapi sejauh yang Alisya ketahui pria itu adalah idaman para santri di pondok pesantren milik keluarga orangtua asuhnya.
Tegasnya Hudzai kala mengucap sighat qabul dan lembut suaranya kala melafadzkan doa tepat di ubun-ubun rasanya sudah cukup untuk dijadikan alasan kenapa jantungnya selalu berdebar setiap waktu.
Sejenak dia bertanya kemana letak hatinya yang kemarin sudah tertuju untuk Abimanyu? Apa mungkin kekagumannya lenyap seketika tatkala pria itu pergi tanpa kata? Atau mungkin Hudzai terlalu pandai dalam merebut hatinya? Atau, bisa jadi perasaan ini hanya sementara.
Alisya menggeleng pelan, dia tidak ingin terlalu lancang. Sekalipun Hudzaifah sudah sah sebagai suami, tapi Alisya tetap berusaha untuk sadar diri.
Abimanyu yang kala itu seolah akan menjadikan dia sebagai dunia, nyatanya bisa pergi begitu saja. Lantas? Hendak berharap apa dirinya pada Hudzaifah yang datang sebagai pengganti demi keluarganya.
Iya, tanpa dijelaskan Alisya tahu betul tujuan Hudzai sampai rela mengalah. Terbukti, setelah akad tepat ba'da magrib tadi, yang menjadi tujuan utama pria itu adalah Opanya, bukan istri.
Dari kejauhan Alisya hanya bisa memandangi, di ruang keluarga Hudzai memijat lengan pria berisi yang duduk manis di sofa dan dikelilingi para cucunya.
"Alisya."
"Iya, Kak?"
Pemilik mata teduh dan senyum manis tatkala menghampiri salah-satu anak asuh kesayangan Uminya.
"Deketin, kenapa cuma dilihat?" tanyanya sedikit menggoda. Walau tahu saat ini hati Alisya mungkin hancur, tapi semua berusaha untuk menjaga perasaan gadis malang itu.
Alisya menggeleng, senyumnya tertahan sembari mere-mas ujung kerudungnya.
"Loh kenapa? Dia suamimu."
Masih sama, Alisya tetap menggeleng dan wajahnya kini bersemu merah. "Malu, Kak Iqlima."
"Aih malu, sama suami masa malu? Ayo ikut," ajak Iqlima sembari menarik pergelangan tangan Alisya segera.
Sontak hal itu membuatnya panik, sama sekali tidak Alisya duga bahwa Iqlima akan datang dan menangkap basah dirinya tengah memantau sang suami.
Degub jantungnya yang tadi sudah tak karu-karuan, kini semakin menjadi. Terlebih lagi, sambutan adik iparnya juga begitu baik tatkala mereka kian dekat.
"Alisya_ Eh maksudnya Kak Alisya duduk sini ... samping kak Hudzai kosong!!" Haura, adik iparnya sampai rela pindah tempat duduk demi menciptakan ruang agar pasangan pengantin itu bisa lebih dekat.
Sungguh Alisya terharu dibuatnya, tapi hendak mendekat dia tidak memiliki keberanian karena Hudzai juga tidak mengatakan apa-apa.
Lagi, diamnya Alisya membuat Iqlima gemas sendiri. Mendapati wanita itu tak kunjung bergerak padahal sudah dipersilakan, muncuk ide brilian yang mungkin akan membuat Alisya semakin panik.
"Ehm, Kak Hudzai!!"
"Iya, Iqlima? Kenapa?" sahut Hudzai sejenak menatap ke arah Iqlima sembari terus memijat tangan Opanya.
Iqlima senyum-senyum tidak jelas, sementara Alisya masih menunduk karena merasa canggung berada di antara mereka.
"Iqima? Jawab kakakmu tanya," desak Opa Mikhail lantaran sudah penasaran dibuatnya.
"Gini, Opa ... tadi Alisya bilang mau ngomong sesuatu sama kak Hud_"
"Eh, Kak?!" Sesuai dugaan, Alisya panik setengah mati bahkan dia yang tadi hanya menunduk kini mengangkat wajahnya dan bingung hendak bersikap bagaimana.
"Kenapa? Kan kamu sendiri yang bilang gitu," ucap Iqlima lagi dan celakanya, Hudzai segera beranjak sementara lidah Alisya mendadak kelu seketika.
Dia kebingungan, hendak mengatakan tidak, tapi Hudzai sudah lebih dulu mengira Iqlima sungguhan. Sementara itu, pembuat ulahnya hanya mengulas senyum disertai kedua jempolnya.
Benar-benar tidak bisa diduga, siapa sangka seorang Iqlima yang lemah lembut bisa mendorongnya ke dasar jurang dalam satu kali kesempatan.
Alisya yang telanjur malu tidak punya pilihan lain selain mengekor di balik punggung suaminya.
"Alisya bilangin Hudzai jangan lama-lama ya!!"
"Ih Habil apasih, biarin mereka bicara!!"
"Pemanasannya maksudku," tambah Habil lagi dan berakhir gelak tawa dan geplakan yang entah dari siapa, Alisya tidak tahu juga.
Akan tetapi, yang jelas Alisya mendengar percakapan mereka da candaan itu sukses membuat wajahnya bersemu merah.
.
.
Hingga tiba di kamar, rasa malu Alisya masih terus menghantui. Hendak apa dia sekarang? Iqlima juga sembarangan, dan kini dia yang justru kebingungan.
Hingga beberapa menit, Alisya masih berdiri di tempat dan sama sekali tidak ada pergerakan karena diamnya Hudzai juga tak terdefinisikan.
"Alisya."
Alisya mengangkat wajahnya, sejak tadi selalu menunduk sudah seperti menghadapi atasan, baru ketika suara lembut Hudzai memanggilnya dia memiliki keberanian.
"Tutup pintunya," titah Hudzai lembut, tapi sukses membuat Alisya patuh dan berlalu seketika.
Sesekali Alisya menggelengkan kepala, entah kemana otaknya sampai lupa dan membiarkan pintu terbuka begitu saja.
Usai menjalankan perintah sang suami, dia perlahan mendekat dan tetap bingung apa yang kini akan dia lakukan. Haruskah dia buka cadarnya? Tapi Hudzai sama sekali tidak meminta.
"Tadi Iqlima bilang ada yang ingin kamu bicarakan ... apa?"
Deg
Baru pertanyaan itu, tapi jantung Alisya sudah dibuat berdegub kencang seakan hendak lepas dari tempatnya. Sejenak, dia berusaha mengatur napas dan mencari topik pembicaraan yang akan dia bahas.
"Ehm ... aku_" Suaranya kecil sekali, Hudzai sampai mengerutkan dahi tatkala mendengar suaranya.
Jujur, ini pertama kali mereka bicara, sebelumnya tidak pernah. Selama ini dia hanya mendengar tentang sosok Alisya dari Abimanyu, adiknya.
Wanita paling lemah lembut yang pernah dia temui kalau menurut Abimanyu, tapi Hudzai tidak menduga bahwa suaranya akan sekecil ini.
"Aku apa?" tanya Hudzai lagi dan kali ini dia tidak melepaskan pandangannya dari Alisya.
Semakin ditatap begitu, kemampuan Alisya untuk bicara seolah musnah dan suaranya semakin mengecil saja. Dia mengatupkan bibir dan susah payah mengatur napas karena ternyata menghadapi Hudzaifah lebih butuh energi dibanding Abimanyu yang lebih banyak bicara.
"Atas nama Mas Abimanyu ... aku minta maaf karena in_"
"Suaramu tidak begitu jelas, aku buka cadarnya boleh ya?" Hudzai mendekat, perlahan menunduk hingga mereka kian intens saja.
Alisya yang tak kuasa menolak pesona mata tajamnya sontak mengangguk, toh memang haknya sebagai suami jadi tidak masalah.
Begitu mendapat lampu hijau, Hudzai dengan hati-hati membuka sehelai kain yang menutupi kecantikan sang istri. Bukan hanya Alisya yang berperang dengan detak jantungnya, tapi Hudzai juga.
Membuka cadar Alisya sudah seperti membuka pakaian, gugupnya luar biasa. Hingga, di detik pertama Hudzai menatap wajah cantiknya, pria itu sempat terkesima.
Tatapan keduanya kembali terkunci untuk kesekian kali. Hanya sesaat, karena setelahnya Hudzai segera mengalihkan pandangan dan menjauhkan wajahnya.
"Jangan terlalu dipikirkan, ini hanya sementara saja," ucapnya kemudian dan membuat mata Alisya mengerjap pelan.
"Maksudnya?"
Hudzai kembali menatapnya, tapi dari jarak yang agak sedikit jauh tentu saja. "Pernikahan kita," ucapnya sengaja menggantung, dan firasat Alisya sudah tidak enak jujur saja.
"Pernikahan kita kenapa?"
"Hanya sementara dan ini demi nama baikmu juga keluargaku. Setelah Abimanyu kembali, kamu bisa pergi jika mau, Alisya," pungkas Hudzai kemudian berlalu pergi meninggalkan sang istri yang terus menatap punggungnya.
"Sekalipun kamu perintahkan, aku tidak akan pernah mau!!"
.
.
- To Be Continued -
padahal di dunia hayal tapi brasa nyata si Abim nya.. 😄😍
waiting for you Abim.. 😀
apa mereka putus cinta...