Mayra begitu bahagia dijodohkan dengan pria pilihannya, akan tetapi harapannya dicintai harus pupus dan kandas. Rayyan Atmadja sangat membenci Mayra namun dirinya enggan untuk melepaskan.
Apakah Mayra mampu mempertahankan dan membuat Rayyan mencintainya atau Mayra lama-lama menjadi bosan lalu meninggalkan pria pilihannya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mami Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 - Bagian Kedua
Beberapa tahun kemudian....
Usia Rama kini sudah menginjak 26 tahun, dirinya mulai bekerja di perusahaan milik Papa Rayyan. Dia telah menjalankan pekerjaannya beberapa minggu ini.
Hari ini Rayyan dan Mayra melakukan perjalanan ke luar negeri bersama putri bungsunya, kepergian ketiganya bukan tanpa alasan. Mereka berangkat karena Citra harus menjalani pengobatan. Sementara Rama yang tak ikut disuruh untuk mengurus perusahaan.
Selepas dengan rutinitas pekerjaannya, Rama menghabiskan waktu di sebuah kafe sembari menyeruput segelas kopi bersama teman prianya. Ditengah obrolan keduanya, seorang wanita berpakaian minim memasuki tempat menawarkan sebuah produk sabun pencuci wajah.
Wanita muda itu menghampiri Rama dan temannya, ia juga melemparkan senyuman, "Selamat sore, Tuan. Maukah kamu membeli dagangan saya hari ini?"
"Tidak!" tolak temannya Rama.
"Kalau temannya Tuan bagaimana?" pandangan wanita itu pindah ke arah Rama.
"Maaf, Nona. Silahkan tawarkan yang lain!" ujar temannya Rama lagi.
"Tuan, tidak mau mencobanya?" wanita itu tetap memaksa Rama dengan sengaja menyingkirkan rambutnya ke belakang telinga dan tersenyum manis.
Rama mengarahkan pandangannya dengan tatapan dingin membuat wanita itu menarik senyumannya.
"Pergilah, jangan ganggu kami!" usir temannya Rama bernama Lucky namun dengan posisi duduk.
Wanita itu tersenyum terpaksa lalu pergi dan pindah ke tempat pengunjung lain.
"Maaf, Rama. Seharusnya aku tidak membawamu ke sini, di tempat ini memang banyak sekali pedagang yang sangat mengganggu pengunjung," ujar Lucky. Ia merasa bersalah membawa kafe bukan kelas atas karena memang dia yang lagi mentraktir temannya.
"Ya, tidak apa-apa. Dia juga sedang lagi berusaha," kata Rama paham jika temannya merasa menyesal mengajak dirinya menikmati kopi di tempat yang tak nyaman.
Sementara wanita muda itu berusaha menawarkan produk dagangannya. "Harganya ini sangat murah karena memang lagi diskon, biasanya dua kali lipat," jelasnya.
"Aku akan membelinya sepuluh botol, tapi maukah kamu nanti malam menemaniku," ucap salah satu pelanggan pria mencoba menggoda.
"Maaf, Tuan. Saya tidak bisa, karena malam hari saya sudah berada di rumah," kata wanita bernama Karin, 24 tahun.
Mendengar penjelasan 4 orang pria itu menertawakannya.
"Mana mungkin wanita sepertimu malam hari di rumah!" ledek seorang pria.
"Biasanya berada di klub malam!" sahut lainnya.
"Hmm, apakah Tuan-tuan mau membeli dagangan saya?" Karin berusaha sabar dan mengalihkan pembicaraan.
"Kamu mau atau tidak temani aku nanti malam," kata pria pertama yang menggoda.
"Ya sudah, kalau tidak jadi membeli!" Karin menarik 2 produk yang di atas meja dan memasukinya ke dalam tas. "Permisi!" pamitnya.
Pria penggoda pertama lantas menarik tangan Karin, "Heiitss...mau ke mana?" seraya tertawa meledek.
"Lepaskan tanganku!" sentak Karin.
"Jangan pura-pura menolak!" goda pria itu lagi.
Karin berusaha melepaskan genggaman tangan pria itu dengan sekuat tenaganya.
"Hei, jangan merasa suci. Penampilanmu itu sudah menunjukkan siapa dirimu!!" ucap pria itu.
"Aku bukan wanita seperti yang kalian pikirkan!!" tegas Karin akhirnya berhasil melepaskan genggaman tangan pria penggoda. Ia pun bergegas pergi meninggalkan kafe dengan perasaan jengkel dan marah.
Rama dan Lucky hanya melihatnya saja tanpa membantunya begitu juga dengan pengunjung lainnya.
"Sungguh kasihan sekali wanita itu!" ucap seorang pengunjung wanita yang kebetulan duduk tak jauh dari mejanya Rama dan temannya.
"Bagaimana dia tidak goda, lihatlah pakaiannya sangat begitu terbuka. Wanita yang pakaian sopan dan tertutup saja juga digoda," celetuk wanita lainnya.
"Dasar pria-pria itu saja yang tidak bisa menjaga pandangannya!!" sahut wanita lainnya.
Rama yang gerah dengan ocehan pengunjung kafe mengenai Karin lantas beranjak dari tempat duduknya.
"Hei, mau ke mana? Kenapa buru-buru?" tanya Lucky.
"Aku sudah bosan," jawab Rama kemudian melangkah pergi.
"Kita belum sejam di sana," kata Lucky.
"Aku risih mendengar mereka bicara!" ucap Rama.
Lucky mengerutkan keningnya, ia tak mengerti dengan ucapan sahabatnya. "Kenapa kamu yang risih? Memangnya kamu kenal dengannya?"
"Jika aku mengenalnya mana mungkin dia menawarkan produknya kepada kita."
"Siapa tahu dia tidak mengenalmu," tebak Lucky.
"Jika pun tidak kenal, aku yang akan menyapanya terlebih dahulu," ujar Rama membuka pintu mobilnya.
Lucky yang hendak masuk ke mobil, tanpa sengaja pandangannya mengarah kepada Karin. Ia pun dengan cepat berkata kepada sahabatnya, "Rama, lihatlah dia menangis!"
Rama mengikuti pandangan Lucky lalu berucap, "Biarin saja!" gegas memasuki mobil begitu juga Lucky.
Karin menyeka air matanya, ia tak mau riasan wajahnya berantakan namun rasa sakit di hatinya membuat ia tidak mampu menahannya.
Baru seminggu bekerja, telah beberapa kali dirinya mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan. Ia merutuki nasib dirinya yang sangat menyedihkan. Selesai dari perguruan tinggi ia sudah melamar pekerjaan ke berbagai perusahaan namun tak ada yang menerimanya, akhirnya ia memilih menjadi sales wanita tetapi ia diharuskan berpenampilan menggoda.
***
Selang seminggu kemudian, sepulang menghadiri undangan makan malam bersama temannya Rama singgah ke sebuah minimarket untuk membeli minuman.
Selang 10 menit kemudian, ia keluar dari minimarket dan melangkah mendekati mobilnya. Namun, netra mata menangkap sosok seseorang yang dikenalnya beberapa waktu lalu. Ya, Karin sedang berdiri di pinggir jalan.
Tak ingin memikirkannya, Rama lantas masuk dan memundurkan mobilnya perlahan. Ia juga membunyikan klakson membuat Karin meminggirkan tubuhnya.
Setelah mobil Rama berjalan pelan, ternyata Karin juga mulai melangkahkan kakinya. Pemandangan tersebut tak luput dari perhatian Rama yang melihatnya dari kaca spion. "Mau ke mana dia?" gumamnya.
"Kenapa aku jadi peduli dengannya? Aku juga tidak mengenalnya!!" ucap Rama bermonolog. Ia pun menaikkan kecepatan laju kendaraannya.
Sementara Karin, masih terus berjalan menembus gelapnya malam. Ia tidak memiliki uang lagi untuk menaiki kendaraan umum. Dirinya juga belum menerima gaji pertamanya dan ia harus menempuh perjalanan selama 1 jam. Namun, tiba-tiba hujan turun dengan cukup deras. Karin tampak panik, ia menoleh ke kanan dan ke kiri mencari tempat berteduh. Ia pun bernapas lega karena melihat ruko yang terasnya memakai atap kanopi cukup lebar. Karin gegas berlari ke sana.
Rama yang hampir sampai rumah mendapatkan panggilan telepon dari adiknya, ia pun menjawabnya, "Halo, Ra!"
"Kakak, di mana?"
"Lagi di jalan."
"Kakak pembalutku habis!"
"Hah, lalu?"
"Tolong belikan!"
"Jangan bercanda, Ra!"
"Kakak, pelayan perempuan semua sudah tidur. Aku tidak mungkin menyuruh mama."
"Kenapa kamu tidak stok, Ra?" kesal Rama.
"Aku pikir stoknya masih banyak ternyata sudah habis."
"Ya, sudah Kakak belikan. Kirimkan pesan dan sebutkan nama mereknya!"
"Baik, Kakakku!"
Rama mematikan ponselnya dan memutar balik kendaraannya ke minimarket yang dikunjunginya. Tak lama kemudian pesan dari adiknya masuk, tertulis merek serta ukuran pembalutnya.
Rama lantas membelikannya, meskipun ia sangat malu. Tetapi, ini bukan pertama kali dirinya berbelanja kebutuhan wanita. Beberapa waktu lalu adik dan ibunya juga pernah menyuruhnya.
Selepas dari minimarket, Rama pun balik pulang. Di perjalanan, ia tanpa sengaja melihat keberadaan Karin yang sedang berteduh. Dari kejauhan terlihat Karin berulang kali mengusap kedua lengannya dengan tangannya. Rama yang tak tega, lantas menghentikan kendaraannya tepat di depan Karin.
Melihat sebuah mobil berhenti di depannya, membuat Karin memundurkan langkahnya, ia takut jika ada seseorang ingin menyakitinya. Ia pun merapalkan doa dalam hati.
Rama yang turun membawa 2 payung, satu dipakainya dan satu lagi dipegangnya. Ia lalu melangkah mendekati Karin kemudian berkata, "Maaf, aku hanya ingin membantu. Aku lihat jalanan ini sangat sepi dan hujan sangat deras. Kalau aku boleh tahu, di mana rumahmu?"
Salam kenal
Terus semangat berkarya
Jangan lupa mampir ya 💜