Cerita ini mengisahkan tentang kehidupan seorang gadis yang sangat ingin merasakan kehangatan dalam sebuah rumah. Tentang seorang gadis yang mendambakan kasih sayang dari keluarganya. Seorang gadis yang di benci ketiga kakak kandungnya karena mereka beranggapan kelahirannya menjadi penyebab kematian ibu mereka. Seorang gadis yang selalu menjadi bulan- bulanan mama tiri dan saudara tirinya. Kehidupan seorang gadis yang harus bertahan melawan penyakit mematikan yang di deritanya. Haruskah ia bertahan? Atau dia harus memilih untuk menyerah dengan kehidupannya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#10
Mahen menatap nanar Keyla. Kedua pipinya yang membengkak, sudut bibir yang berdarah dan tubuh kurusnya yang di penuhi luka akhibat cambukkan dari papanya.
"Keyla nggak papa kak." Ucap Keyla saat melihat raut khawatir di wajah Mahen.
"Ini semua pasti sakit." Ucap Mahen lirih. "Ini salah kakak. seharusnya tadi kakak nggak membiarkan kamu masuk sendirian. Seharusnya tadi kakak tidak usah menerima panggilan itu. Seharusnya kakak lebih mementingkan kamu. Seharusnya kakak.."
"Kak.." Potong Keyla. Ia meraih tangan Mahen untuk di genggam. "Dengarkan aku." Ucap Keyla sambil menatap Mahen. "Key baik- baik saja. Jadi berhenti untuk menyalahkan diri kakak. Percaya sama Key. Selama ada kakak di samping Key, Key pasti akan baik- baik saja." Ucap Keyla berusaha meyakinkan kakaknya.
"Kak..."
Ting Tong..
Ucapan Keyla terpotong karena bunyi bel.
"Biar kakak saja yang buka." Ucap Mahen lirih sambil mengusap kepala Keyla.
"Hai." Sapa Mahen setelah membuka pintu. "Dia ada di dalam." Ucap Mahen setelah mempersilahkan masuk.
"Hai." Sapa Amel yang membuat Keyla meoleh. Amel tertegun saat menatap wajah perempuan di hadapannya yang penuh lebam .
"Hai juga kak." Balas Keyla sambil tersenyum.
Amel berjalan mendekat. "Luka ini pasti terasa sakit." Ucanya.
"Kamu membawa obatnya kan Mel?" Tanya Mahen memastikan sambil melirik kantong Kresek yang berada di tangan Amel.
"Tentu saja." Jawabnya sambil mengangkat kantong kresek yang berisi obat- obatan yang di maksud Mahen.
Mahen berjalan mendekati Keyla. "Dia teman kakak. Namanya Amel." Ucap Mahen mengenalkan. "Dia kesini untuk mengobati luka kamu." Jelas Mahen.
"Key baik- baik saja kak. Luka- luka ini nanti juga akan sembuh sendiri." Tolak Keyla sambil menatap Mahen.
Mahen menarik tangan Keyla perlahan. "Kak." Panggil Keyla lagi.
"Mungkin sebelum- sebelumnya kamu bisa abai dengan luka- luka ini karena kamu sendiri Key, tapi tidak untuk sekarang." Ucap Mahen sambil menatap sendu Keyla. "Sekarang kamu punya kakak."
Mendengarkan ucapan Mahen membuat Keyla tidak punya alasan lagi untuk menolak. Ia pun memilih untuk menuruti Mahen. Amel yang sejak tadi diampun memilih untuk mengikuti kemana mereka berdua pergi.
Setelah menutup pintu kamar Keyla, Amel meminta Keyla untuk mengangkat bajunya. Ia tertegun saat Keyla menyibak bajunya. Di balik kaos lengan panjang itu terdapat banyak sekali luka, baik luka lama maupun luka baru. Bahkan ada bekas luka bakar yang lumayan cukup besar.
"Sejak kapan kamu mendapatkan luka- luka ini Key?" Tanya Amel sambil mengusap bekas luka Keyla dengan mata berkaca- kaca. Ia tidak bisa membayangkan rasa sakit seperti apa yang di rasakan Keyla di balik tubuh ringkihnya ini. Bahkan sekarangpun Amel merasa takut untuk memberikan obat, ia takut jika sentuhannya akan menyakiti Keyla.
"Tahan sebentar ya." Ucap Amel saat akan mengoleskan obat pada luka cambuk di tubuh Keyla. Ia mengerutkan kening saat tidak mendengarkan rintihan yang keluar dari bibir Keyla. "Beritahu kakak ya jika kamu merasakan sakit."
.
.
"Ada apa?" tanya Mahen saat melihat Amel yang sedang termenung.
Amel menggelengkan kepalanya. "nggak papa." Jawabnya. Ia mengurungkan niatnya untuk memberi tahu Mahen tentang Keyla dan seluruh lukanya.
"Bagaimana dengan Keyla?" Tanya Mahen karena tidak melihat keberadaan adikknya.
"Dia sudah tidur. Tadi aku menyuruhnya untuk istirahat." Jawab Amel sambil memandang sendu Mahen.
Setelah beberapa menit terdiam. "Aku nggak tahu jika kamu memiliki adik perempuan selain Kezia. " Ucap Amel.
"Ceritanya panjang Mel." Ucap Mahen lirih. Amel memandang Mahen dengan wajah penuh tanya. "Aku tahu kamu punya banyak pertanyaan yang ingin kamu tanyakan kepadaku sekarang." Ucap Mahen lagi. "Tanyakan apa yang ingin kamu tanyakan."
Amel menghela nafasnya. "Jujur saja aku tidak ingin tahu permasalahan yang ada di dalam keluargamu." Ucap Amel. "Yang aku ingin tahu hanya tentang Keyla. Apa Keyla benar- benar adikmu?"
Mahen menganggukkan kepalanya. "Dia adik kandungku. Bahkan kami saudara satu ayah dan ibu."
Amel mengerutkan keningnya. "Jika dia adik kandungmu lalu kenapa aku tidak pernah melihatnya bersamamu?Jika dia keluarga kandungmu kenapa keluarga kalian memperlakukan Keyla seperti itu? Apa kamu tahu luka- luka yang ada di hampir di seluruh punggung Keyla? Aku bahkan nggak akan sanggup untuk membayangkan sesakit apa yang ia rasakan." Ucap Amel panjang lebar dengan mata yang berkaca- kaca.
"Jika kamu ingin mengetahui tentang Keyla maka kamu harus mengetahui juga permasalahan yang ada di dalam keluargaku." Jawaban Mahen membuat Amel kembali menghela nafasnya.
"Sebenarnya mama ku yang sekarang adalah mama tiriku." Ucap Mahen yang membuat Amel kembali merasa terkejut. "Kezia anak dari papa dan mamaku yang sekarang. Yang berarti dia adalah adik tiriku."
"Jika Kezia adik tirimu lalu kenapa kamu memperlakukan dia dengan penuh kasih sayang dan berbanding terbalik dengan perlakuan kamu kepada Keyla?"
Mahen tersenyum miris. Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. "Aku akan menceritakan intinya saja kepadamu. Dulu waktu usia Keyla baru menginjak 3 tahun, Mama dan Keyla mengalami kecelakaan yang mengakibatkan mama meninggal dunia. Sedangkan Keyla kritis lalu saat terbangun ternyata ia mengalami amnesia." Mahen menatap langit yang terlihat mendung dari balik jendela apartemennya.
"Lalu apa hubungannya dengan perlakuan kasar yang Kayla terima dari keluarga kalian?" Tanya Amel. Mahen mengalihkan pandangannya menghadap Amel dengan tatapan sendu.
"Kami semua menyalahkan Keyla atas meninggalnya mama." Ucap Mahen sambil tersenyum miris.
"Kenapa?"
"Waktu itu hujan lebat disertai dengan badai. Keyla menangis ingin bertemu dengan papa dan memaksa mama untuk mengantarnya ke perusahaan. Kami semua sudah berusaha untuk membujuknya untuk menunggu hujan reda terlebih dahulu tapi dia tidak mau dan kekeh ingin pergi saat itu juga. Belum ada 1 jam mereka pergi kami langsung mendapatkan telepon dari kepolisian yang mengabarkan bahwa mereka berdua mengalami kecelakaan tunggal."
Amel terdiam mendengarkan cerita dari Mahen. Ia menatap Mahen. "Aku masih tidak mengerti.."
"Papa dan kak Malvin mendoktrin kami terus menerus. Mereka mengatakan jika mama meninggal karena kesalahan Keyla. Keyla lah penyebab kami harus tumbuh besar tanpa sosok seorang ibu." Ucap Mahen.
"Lalu kamu percaya?" Tanya Amel. "Bukankah itu takdir?"
"Oh ayolah Mel. Saat itu aku masih kecil bahkan usiaku saat itu belum genap 7 tahun."
"Jika usiamu belum genap 7 tahun lalu kak Malvin? Bukan kah usianya sudah lebih dari 10 tahun? Lalu kenapa ia mengatakan perkataan yang tidak masuk akal. Bagaimana mungkin anak usia 3 tahun bisa menjadi penyebab kecelakaan yang menewaskan tante." Ucap Mahen.
"Aku nggak tahu Mel. Yang aku tahu saat itu bahwa aku sudah kehilangan sosok ibuku."
"Lalu tante Sofi?" Tanya Amel."
"Papa dan mama menikah setelah 1 tahun mama meninggal. Sebenarnya mama dulu adalah sekertaris papa. Papa menikahinya untuk bertanggung jawab karena papa tidak sengaja tidur dengannya dan membuat mama hamil. Dan kejadian itu terjadi saat mama kandungku masih hidup."
"Lalu apa Tante Sofi juga memperlakukan Keyla dengan kasar?" Tanya Amel masih dengan rasa penasarannya. Mahen menganggukkan kepalanya. "Jangan bilang jika seluruh keluargamu... "