"Devina, tolong goda suami Saya."
Kalimat permintaan yang keluar dari mulut istri bosnya membuat Devina speechless. Pada umumnya, para istri akan membasmi pelakor. Namun berbeda dengan istri bosnya. Dia bahkan rela membayar Devina untuk menjadi pelakor dalam rumah tangganya.
Apakah Devina menerima permintaan tersebut?
Jika iya, berhasilkah dia jadi pelakor?
Yuk simak kisah Devina dalam novel, Diminta Jadi Pelakor
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 Bicara
"Langit, Bumi, Ayah dan bunda ingin bicara," ucap ayah Dewa, setelah mereka makan malam.
"Ayah mau bicara apa?" tanya Bumi.
"Bicara saja Yah," ucap Langit menimpali pertanyaan saudara kembarnya.
Ayah Dewa menarik napas panjang. Sebenarnya berat untuk menyampaikan masalah ini. Tapi dia tidak bisa terus menyembunyikan sebuah kebenaran dari Langit dan Bumi. Mereka harus tahu siapa mereka sebenarnya. Apalagi ayah Dewa sudah menemukan pria yang wajahnya sama seperti pria yang ada di foto.
"Ada apa Yah?" tanya Langit.
"Sepertinya Ayah berat sekali mau bicara," timpal Bumi.
"Sebelum Ayah ceritakan semuanya, tolong jangan salah paham pada Ayah dan bunda."
"Kenapa Langit jadi takut mendengar apa yang akan Ayah sampaikan," ujar Langit. Ada firasat tidak enak yang dia rasakan.
"Kalian sudah SMA sekarang. Jadi Ayah anggap kalian sudah dewasa dan bisa mengerti apa yang akan Ayah sampaikan," ucap ayah Dewa agar kedua anak kembar itu bisa menyimak apa yang dia sampaikan.
"Baiklah, kami akan dengar kan dengan baik," balas Bumi.
Ayah Dewa tersenyum. "Dengarkan baik-baik. Karena kalian harus tahu yang sebenarnya."
"Harus tahu tentang apa Yah?" sahut Bumi tidak sabar.
"Dengarkan dulu ayah bicara Bumi." Devina menegur adiknya itu. Jika terus begini kapan ayah mereka bisa menjelaskan.
Setelah semua diam, Ayah Dewa mulai menceritakan kejadian lima belas tahun yang lalu pada Langit dan Bumi.
Tanpa perlu ayah Dewa perjelas, siapa nama kedua anak kembar tersebut. Langit dan Bumi bisa langsung mengerti. Yang diceritakan ayah Dewa adalah mereka.
"Jadi kami bukan anak Ayah dan Bunda?" ujar Langit.
"Ayah jangan bercanda, Yah." Bumi tidak bisa menerima kenyataan ini. Matanya berkaca-kaca. Sejak kecil hingga detik ini yang dia tahu, orang tuanya adalah sepasang suami istri yang ada dihadapannya saat ini.
"Apa kami bisa melihat wajah bunda yang melahirkan kami?" tanya Langit.
Ayah Dewa menggeleng. "Maafkan Ayah. Ayah tidak punya foto ibu kalian. Tapi ayah menemukan foto seorang pria di tas pakaian yang diberikan ibu kalian," jawab ayah Dewa.
Devina memperlihatkan foto yang dimaksud ayah Dewa pada kedua adik kembarnya.
Langit dan Bumi saling tatap melihat foto tuan Aksa yang masih muda. Wajahnya tidak terlalu jauh berbeda dengan tuan Aksa yang sekarang ini. Pria paruh baya itu awet muda. Sehingga Devina dan ayah Dewa bisa langsung mengenali wajahnya yang mirip dengan pria yang mereka yakin adalah ayah Langit dan Bumi.
"Ini bukankah ayahnya bos Kakak?" Ucap Bumi setelah dia merasa pernah bertemu dengan pria yang ada di foto tesebut.
"Benar, ini ayah mas Gilang yang kemarin datang. Iya kan, Kak?" Langit bertanya pada Devina untuk memastikan.
Devina mengangguk dengan mengiyakan. Dia sedih, andai saja keduanya benar-benar adiknya. Hal ini tidak perlu terjadi.
"Apa dia ayah kandung kami?" Langit kembali bertanya.
"Ayah tidak bisa menjawabnya saat ini. Mungkin iya, mungkin saja tidak."
"Ikutlah bersama Ayah, besok kita bertemu tuan Aksa dan kalian bisa tahu jawabannya."
Raut wajah ayah Dewa memancarkan kesedihan. Baginya, Langit dan Bumi adalah anak-anaknya. Tapi mereka harus tahu yang sebenarnya. Tadinya ayah Dewa akan memberitahu mereka setelah mereka usia tujuh belas tahun. Tapi apa daya, ayah Dewa justru sudah lebih dulu bertemu dengan orang tua kandung mereka.
"Bolehkah kami tetap menjadi anak Ayah dan Bunda saja?" Ucap Langit.
Ayah Dewa tidak dapat menahan air matanya. Dia langsung memeluk Langit dan Bumi bersamaan. Devina dan bunda Helen pun ikut menangis. Pasti akan ada yang berubah setelah ini.
"Selamanya kalian berdua adalah anak Ayah. Tapi Ayah tidak bisa egois, dengan menyembunyikan yang sebenarnya dari kalian."
"Ayah, kami hanya ingin mengenalnya saja. Tapi, Ayah, Bunda dan Kak Devi adalah keluarga kami yang sebenarnya." ucap Bumi.
"Kalau pun kami jadi keluarga Cakrawala, itu karena kak Devi menikah dengan mas Gilang," ucap Langit menambahkan.
Devina melamun mengingat percakapan keluarganya malam itu. Ucapan terakhir Langit menjadi beban bagi Devina. Dan malam ini, mereka akan bertemu tuan Aksa. Apa yang terjadi nanti membuat Devina gelisah dan tidak nyaman.
Tapi ada yang menarik untuk dibahas malam ini., selain Langit dan Bumi. Devina berencana akan bertanya langsung pasang tuan Aksa. Apa yang sebenarnya terjadi dengan ibu kandung Langit dan Bumi? Mengapa wanita itu sengaja di tabrak bersama anak-anaknya? Pasti ada masalah yang memicu hal itu terjadi. Devina penasaran dan ingin tahu yang sebenarnya.
"Melamun kan apa Bu Sekretaris?" Goda Salma yang menemani Devina makan siang. Tumben hari ini pak bos tidak membawa kabur sekretarisnya untuk makan siang diluar kantor.
"Mikir tentang kamu," balas Devina.
"CK, aku serius ini. Sejak tadi kamu tuh melamun. Apa kamu masih memikirkan masalah berita kamu yang sekarang semakin ramai diperbincangkan?"
Devina menggeleng. Dia sudah tidak peduli mau berkembang kemana berita pengalihan dirinya yang jadi pelakor. Biar saja Eki yang menyelesaikannya. Yang Devina pikirkan saat ini ucap Langit.
"Lalu masalah apa yang kamu pikirkan?"
"Aku belum bisa bicara sekarang," balas Devina.
"Tidak apa-apa. Aku akan menunggu sampai kamu siap untuk berbagi." Salma menepuk lembut pundak Devina.
"Terima kasih untuk pengertian kamu Ma," balas Devina.
Baru saja Salma akan memeluk sahabatnya. Tiba-tiba ada seseorang mengguyur Devina dengan air dingin berwarna merah. Salma langsung berdiri dan menahan perempuan itu yang hendak melarikan diri.
"Siapa kamu? Berani-beraninya bertindak arogan seperti ini." Salma bicara sambil mengambil alih gelas yang digunakan perempuan itu untuk mengguyur Devina.
"Perempuan murahan seperti dia pantas dipermalukan seperti ini," balas perempuan yang mengguyur Devina.
"Apa? Perempuan murahan katamu?" Ulang Salma kesal.
"Kalau bukan murahan, tidak mungkin jadi pelakor," balasnya.
"Pelakor?" beo Salma.
"Dia menggoda tunangan saya, agar diterima bekerja di perusahaan milik ---."
"Cukup!" Bentak Devina. "Asal kamu tahu, tunangan kamu itu yang menganggu Saya." Devina berdiri untuk menatap tajam pada wanita yang sudah mempermalukannya di depan banyak orang yang kini memperhatikannya.
"Tidak usah membalikkan fakta. Dasar Pelakor!" Balasan perempuan itu membuat Devina mengepalkan tangannya.
Andai saja tidak ada sanksi dan hukum di negara ini, ingin rasanya Devina melayangkan tinju ke wajah perempuan yang terus meneriakkan kata pelakor tersebut. Sayangnya dia tidak bisa melakukan itu. Terlalu banyak cctv yang mengawasi mereka saat ini. Selain itu, para pengunjung banyak yang mengeluarkan smartphone mereka untuk merekam kejadian ini. Berita kemarin saja belum selesai. Sebentar lagi Devina harus siap dengan berita baru.
"Antarkan aku membersihkan kotoran ini," ucap Devina pada Salma.
Tidak jauh dari tempat Devina duduk, seseorang terus memperhatikan gadis itu sejak dia tiba di cafe. Sementara disudut yang lain, seseorang tersenyum senang dengan keributan yang baru saja terjadi. "Dapat kau," ucapnya.