Kisah perjuangan hidup gadis bernama Cahaya yang terpaksa menjalani segala kepahitan hidup seorang diri, setelah ayah dan kakak tercintanya meninggal. Dia juga ditinggalkan begitu saja oleh wanita yang sudah melahirkannya ke dunia ini.
Dia berjuang sendirian melawan rasa sakit, trauma, depresi dan luka yang diberikan oleh orang orang yang di anggapnya bisa menjaganya dan menyayanginya. Namun, apalah daya nasibnya begitu malang. Dia disiksa, dihina dan dibuang begitu saja seperti sampah tak berguna.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Akankah Cahaya menemukan kebahagiaan pada akhirnya, ataukah dia akan terus menjalani kehidupannya yang penuh dengan kepahitan dan kesakitan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35 Menggemaskan
Kania akhirnya pulang juga. Dia tidak perlu berbaring di ranjang rumah sakit lagi.
"Pokoknya kamu tetap di rumah bunda sampai benar benar sembuh dan kamu gak usah kerja."
"Tapi, bunda..."
"Gak ada tapi tapi, Kania."
"Kerjaanku banyak, Bun."
"Kai, adek izin dulu ya untuk beberapa hari kedepan." Azizah langsung minta izin pada Kai CEO di perusahaan tempat Kania bekerja.
"Iya, Bun. Adek bisa istirahat dulu. Soal pekerjaan biar mas yang urus." jawab Kai sambil tersenyum pada Kania.
Kania tidak mampu berucap apa apa lagi saat mas dan bunda kompak memintanya untuk istirahat beberapa hari lagi. Padahal dia merasa sudah cukup baik dan sanggup untuk beraktivitas seperti biasa.
"Bun, aku jawab telepon dulu ya." pamit Kai yang mendapat telepon dari kekasihnya.
"Pacar kamu ya?!" tanya Azizah yang bermaksud menggoda putranya, tapi malah mendapat anggukan dari Kai yang menandakan tebakan Azizah benar.
"Benaran?"
"Iya, bunda."
"Ajak dia makan malam di rumah malam ini, Kai. Sekalian malam mingguan."
"Ide yang bagus tu mas. Sekalian kenalin bunda sama kak Cahaya." Kania ikut menyahut.
Kai pun tersenyum, dia yakin Cahaya mendengar obrolannya dengan bundanya dan Kania barusan, karena panggilan itu sudah dia jawab sejak tadi.
"Ay, kamu dengarkan apa yang bunda bilang barusan?"
"Gak dengar. Memangnya ngomong apa?" Dia berbohong.
"Aya, jangan bohong deh. Aku tahu kamu pasti dengar..."
"Temani aku ke mall." ucap Aya memotong kalimat yang belum selesai Kai lontarkan.
"Sekarang?"
"Hmm."
"Yaudah, tunggu mas jemput ya."
Senyum lebar menghiasi wajah Kai. Betapa dia bahagia saat ini karena Aya memintanya menemani ke mall. Bukankah sama saja dengan kencan. Tentu saja, ini kencan di akhir pekan yang akan berakhir dengan acara makan malam bersama keluarga besar Kai.
Dia terlalu bersemangat hari ini. Sepanjang perjalanan menjemput Aya, senyuman bahkan tidak pernah hilang darinya.
"Silahkan, tuan putri!"
Kai membukakan pintu mobilnya, lalu mempersilahkan Aya masuk. Mereka berangkat dengan perasaan senang.
Bukan tampa alasan Cahaya meminta Kai menemaninya membeli kain bahan untuk pembuatan tugas akhirnya. Dia berencana memberikan hadiah perpisahan pada Kai, karena begitu lulus kuliah, Aya akan segera pergi jauh meninggalkan kota ini.
"Ay, nanti kita makan malam bareng ya."
"Boleh."
Aya setuju karena dia tidak tahu Kai mengajaknya makan malam ke rumah bundanya. Aya hanya berpikir Kai akan mengajaknya makan malam di restoran atau ke tenda ayam penyet kesukaannya.
"Mas Kai sini!" Gamitnya pada Kai yang sejak tadi berdiri di luar toko kain sambil main hp.
"Ada apa, Ay?"
Bukannya menjawab, Aya malah menarik tangan Kai, lalu dia melilitkan kain itu ke pergelangan tangan Kai. Bukan satu warna kain saja, tapi ada beberapa. Dia mencari kain yang cocok untuk kulit Kai yang nantinya kain itu akan dia jahit menjadi baju untuk Kai sebagai hadiah terakhir darinya.
"Warna ini gimana, Mas? Suka gak?"
Kai mengangguk sambil menyentuh kain itu untuk memastikan bahan kain itu bagus atau tidak.
"Warnanya bagus, bahannya juga lembut." Kata Kai.
"Pak, tambah kain ini juga ya."
"Baik, neng."
Pemilik toko itu pun menambahkan kain terakhir yang dipilih Aya, sebelumnya Aya sudah memilih beberapa bahan kain lainnya.
"Mas Kai, aku haus." rengeknya sambil melingkarkan tangannya di tangan kiri Kai.
"Oke, kita beli minum ya. Mau minum apa?"
"Teh hijau."
Aya menjawab Kai dengan ekspresi wajah menggemaskan. Tentu hal itu membuat Kai merasa ingin menyentuh pipi lembut Cahaya sangking gemasnya, tapi ditahannya takut Aya malah gak nyaman.
"Aya, jangan membuat ekspresi seperti itu didepan pria lain." Bisik Kai.
"Kenapa? Jelek ya mas..." jawabnya dengan kembali membuat ekspresi lain yang malah semakin menggemaskan dimata Kai.
"Gak jelek kok, Ay. Pokoknya, hanya aku yang boleh melihat kegemasan ini."
Akhirnya Kai menyentuh pipi itu dengan satu tangannya, sementara tangan lainnya mengelus puncak kepala Aya. Yang diperlakukan seperti itu malah cemberut dan semakin menggemaskan.
Semangat kakak Author, ditunggu kelanjutannya 💪
Author berhasil membuatku menangis 👍
Semangat kakak Author 💪