banyak mengandung ***, tolong yang dibawah umur bijaklah dalam membaca setiap novel.
karya ini adalah karya saya di platform sebelah. terpaksa saya pindahkan disini sebab novel ini sudah hilang di platform sebelah. saya sudah menunggu beberapa bulan kembali nya novel ini tapi nyatanya tidak kembali lagi.
mengandung *** bijaklah dalam membaca
Zahra harus rela di nikahi oleh calon suami kakaknya, intan. sebab intan kabur di hari H pernikahannya. tak ada pilihan lain akhirnya Zahra menuruti keinginan orang tua angkatnya. ingin rasanya wanita itu menolaknya tapi hal itu menyangkut nama baik keluarga mereka.
William menyalahkan Zahra atas hilangnya calon istri saat menjelang pernikahan, pria itu mengira jika Zahra dalang dibalik semua ini karena iri dengan intan.
seakan buta mata dan hati, William terus saja menyiksa Zahra setelah menjadi istrinya. hari-hari dijalani Zahra penuh dengan penyiksaan, hinaan dan cacian sudah menjadi makanan sehari-hari nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Kini Zahra masih terbaring lemah diatas tempat tidur ditemani oleh Natasha sejak tadi. Ingin rasanya Natasha membawa Zahra ke rumah sakit tapi dengan keras William melarang takut orang tuanya mengetahui yang sebenarnya.
"Kalian pulanglah, sebentar lagi perempuan itu pasti akan sadar. Dia hanya bersandiwara, kalian tak perlu mencemaskan nya". Ucap William membuat Natasha menatap tajam kearah nya.
"Aku akan menunggu sampai Zahra sadar. Jika kamu tidak mau menunggunya keluar saja dari kamar ini". Kata Natasha begitu geram.
Arnan dengan sigap menyuruh William keluar agar tak mengganggu istirahat Zahra "keluarlah Will, biarlah Zahra istirahat dengan baik agar cepat siuman. kamu juga melarang Kami membawa Zahra ke rumah sakit, jadi biarlah Natasha menunggunya sampai Zahra baik-baik saja".
Tanpa banyak bicara akhirnya William keluar dari kamar Zahra diikuti oleh Arnan karena tak ada lagi urusan disana.
"A..air". Kata Zahra terbata ketika mulai sadar.
Natasha yang melihat itu dengan sigap mengambilkan air diatas meja kemudian membantu Zahra untuk meminumnya.
"Berbaringlah dulu aku akan memeriksa mu kembali". Kata Natasha langsung memeriksa Zahra.
Zahra hanya menatap Natasha dengan intens membuat sang empu merasa agak gugup.
"Na..Natasha". Kata Zahra mengenali temannya.
Natasha hanya terdiam karena masih fokus memerika Zahra. Itulah yang lebih penting baginya.
"Apakah masih sakit Ra ?" Tanya Natasha menggoyangkan dagu Zahra.
Zahra hanya menggeleng kepala, sebenarnya masih begitu sakit tapi Zahra tak mau merepotkan orang lain apalagi dirinya melihat teman lamanya waktu duduk di bangku SMA.
"Kamu jangan bohong, aku tahu kamu nggak enakan. katakan saja jika masih sakit agar aku tahu".
Yah Zahra terkenal dengan sosok bak lembut dan tak enakan terhadap orang. Makanya setiap ada yang meminta bantuan maka dirinya pasti lakukan walaupun harus mengorbankan impiannya seperti yang dilakukannya saat ini dinikahi pria yang begitu arogan.
Hiks
Hiks
Zahra tiba-tiba menangis pilu ketika mengingat semua perlakuan William yang begitu k*jam bahkan sekarang hampir membuat nyawanya melayang.
Natasha langsung memeluk teman lamanya itu dan menepuk punggung nya agar bisa tenang.
"Menangis lah Ra, aku tahu pasti hidup mu sekarang begitu berat". Kata Natasha dengan suara seraknya.
Zahra menangis hampir tiga puluh menit lamanya , dirinya meluapkan kesedihannya dengan menangis dipelukan Natasha.
Setelah dirasanya puas, Zahra mulai tenang dan merasa begitu lega. Ditatapnya Natasha kembali dengan saksama.
"Kapan kamu kembali sha, dan kenapa kamu bisa ada disini ? Tanya Zahra menatap Natasha yang juga menatapnya.
"Sudah lama aku kembali Ra, sekarang kini aku sudah menikah. Aku kesini bersama suamiku karena kebetulan dia adalah saudara sepupu dari suami mu". Zahra memalingkan muka ketika Natasha menyebut kata 'suami'.
"Aku sudah mengetahui kisahmu dari suami ku Ra, kenapa kamu menerima pernikahan s*alan ini Ra ?".
Zahra terdiam beberapa saat hanya helaan nafas terdengan disana. "Aku tak punya pilihan lain sha, kamu tahu kan orang tua angkat ku bagaimana sifatnya. Bahkan mereka beranggapan bahwa ini balas budiku kepada mereka karena telah mengangkat ku jadi anaknya".
Natasha memang begitu tahu bagaimana orang tua angkat Zahra selama ini, Zahra diperlakukan sebagai pembantu dirumah besar itu.
"Aku akan membantu mu berpisah dengan William, agar kamu bebas dari siksaannya selama ini". Kata Natasha menggenggam tangan Zahra.
Lagi-lagi Zahra hanya menghela nafas "bagaimana caranya sha, kamu tahukan bagiamana watak William. Dia tak akan melepaskan jika tidak mencapai tujuannya. Sedangkan aku juga tidak tahu dimana keberadaan mbak intan".
"Kamu tenang saja, aku akan menyuruh kakak ku membantumu". Ucapnya dengan pasti.
Zahra hanya tersenyum mendengar ucapan Natasha, apakah bisa dirinya bebas dari sini.
Setelah mengobrol lama akhirnya Natasha dan Arnan berpamitan karena harus kembali kerumah sakit.
Setelah kepergian mereka berdua, kini William beralih menatap Zahra yang hanya menatap lurus kedepan.
"Apa yang kamu rencanakan bersama Natasha, apa kamu berencana ingin balas dendam mencelakai ku ?" Tanyanya mengintimidasi.
"Itu bukan urusan anda, silahkan keluar karena saya ingin beristirahat". Jawab Zahra tanpa menatap William yang masih berdiri didepan pintu kamarnya.
"Dan buang pikiran buruk anda jauh-jauh mengenai saya. Saya bukan seperti anda yang selalu berpikiran buruk, Saya bukan orang jahat yang membalas perbuatan orang lain dengan kejahatan, karena itu bukan tipe saya sama sekali". Tegas Zahra menatap tajam William.
"Cih, dasar ular. Pandai sekali kamu bersilat lidah, jangan harap kamu bisa balas dendam kepadaku kalau sampai itu terjadi maka aku tak segan-segan akan memb*nuh mu". Ancam William.
"Ancaman anda begitu basi".
"Kam_
"Kenapa ? Mau memb*nuh saya sekarang ? Bahkan ketika anda mencengkram saya hingga hampir mati tapi sedikitpun saya tidak pernah menyerah bukan ? Jadi b*nuh lah saya sesuai apa yang anda katakan setiap kali mengancam". Ucap Zahra cepat meotong ucapan William.
"Kamu semakin berani ternyata, aku pikir setelah semua siksaan yang kamu terima membuat mu takut tapi ternyata aku salah. Kamu bahkan semakin sering melawan".
William tampak menatap Zahra yang juga menatapnya tanpa mengedipkan mata. Perempuan yang ada dihadapannya ini ternyata bukan perempuan lemah.
"Kalau sudah tak ada yang ingin anda katakan silahkan keluar". Kata Zahra yang mulai berdiri dengan lutut bergetar.
"Ck, apa kamu tak sadar diri mengusirku bahkan aku pemilik rumah ini dan kamu hanya perempuan s*alan yang menumpang hidup disini, kamu itu ku anggap bukan istriku jadi jangan berlagak ratu di rumah ku ini dan satu lagi yang paling penting aku tidak akan menafkahi mu". Tegas William.
"Anda tenang saja tuan, sepeserpun saya takkan pernah Sudi meminta uang anda. Saya sadar diri siapa diriku dan siapa anda".
"Bagus jika kamu mengerti akan perkataan ku jadi tak perlu aku menjelaskan panjang lebar". Ucap William meninggalkan Zahra yang masih berdiri.
"Huuuufhhh, entah sampai kapan aku hidup di dunia ini". gumam Zahra kembali berbaring karena memang masih butuh istirahat.
***
Sedangkan dikediaman Arnan dan juga Natasha disana mereka tampak duduk saling diam tenggelam dalam pikiran masing-masing.
"Mas". Kata Natasha memanggil suaminya.
"Iya sayang". Ucap Arnan merapat duduknya didekat Natasha.
"Apa sebaiknya kita bantu Zahra untuk lepas dari William ?".
"Apa Zahra mau dibantu sayang ?".
"Entahlah mas, Zahra hanya bilang jika sulit lepas dari William sebelum mencapai tujuannya yaitu menemukan calon istrinya. Kata Zahra sepupu mu itu menuduh Zahra jika terlibat dalam hilangnya intan. Aneh sekali William itu". Ucap Natasha panjang lebar.
"Entahlah sayang, William itu begitu keras dan juga cukup berkuasa".
Mereka kembali terdiam larut dalam pikiran mereka.
"Aku akan meminta bantuan pada kak Nalen. Mungkin saja dia bisa membantu". Usul Natasha yang diangguki oleh suaminya. Karena sejatinya Arnan juga merasa kasihan kepada Zahra.
"Aku akan menelpon nya dulu kapan balik ke Indonesia". Ucap Natasha sambil mengotak-atik handphone nya.
Tut
Tut
Tut
"Iya dek". Jawab Nalen diseberang telepon dengan lembut.
"Kakak kapang pulang ke Indonesia ?". tanya Natasha memastikan.
"Sekitaran satu mingguan, kenapa memangnya ?".
"Aku ingin meminta bantuan kakak". Natasha melirik suaminya yang setia duduk disampingnya.
"Bantuan apasih ? Katakan saja kakak akan selalu siap membantu".
"Nanti saja aku mengatakannya soalnya ceritanya panjang tak baik rasanya berbicara lewat telepon".
"Seperti nya serius. Baiklah secepatnya kakak akan menyelesaikan pekerjaan disini". Natasha mengiyakan ucapan kakaknya kemudian sambungan telepon di matikan.
Bersambung...