Ditalak ketika usai melahirkan, sungguh sangat menyakitkan. Apalagi Naura baru menginjak usia 20 tahun, harus kehilangan bayi yang dinyatakan telah meninggal dunia. Bagai jatuh tertimpa tangga dunia Naura saat itu, hingga ia sempat mengalami depresi. Untungnya ibu dan sahabatnya selalu ada di sisinya, hingga Naura kembali bangkit dari keterpurukannya.
Selang empat tahun kemudian, Naura tidak menyangka perusahaan tempat ia bekerja sebagai sekretaris, ternyata anak pemilik perusahaannya adalah Irfan Mahesa, usia 35 tahun, mantan suaminya, yang akan menjadi atasannya langsung. Namun, lagi-lagi Naura harus menerima kenyataan pahit jika mantan suaminya itu sudah memiliki istri yang sangat cantik serta seorang putra yang begitu tampan, berusia 4 tahun.
“Benarkah itu anak Pak Irfan bersama Bu Sofia?” ~ Naura Arashya.
“Ante antik oleh Noah duduk di cebelah cama Ante?” ~ Noah Karahman.
“Noah adalah anakku bersama Sofia! Aku tidak pernah mengenalmu dan juga tidak pernah menikah denganmu!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11. Bertemu Kembali Dengan Noah
Pagi ini Naura sudah disibukkan dengan beberapa tetangganya sebelum ia berangkat ke kantor, wanita itu menitip pesan jika motornya akan dijual, siapa tahu ada yang berminat. Dan, dijual secepatnya jika ada yang berminat, setelah itu barulah ia berangkat ke kantor dengan memesan ojek online agar cepat sampai ke kantor.
Sementara Irfan bersama Noah dan Elin pun juga sudah berangkat menuju Grup Mahesa. Pria itu mulai tega meninggalkan Sofia yang masih kecewa padanya, tapi mau bagaimana lagi ia harus segera berangkat ke kantor tidak bisa menunda karena akan ada serah terima jabatan dengan papanya. Mau tidak mau ia harus segera berangkat dan tidak bisa berlama-lama membujuk Sofia seperti biasanya, untuk tidak lama-lama marah padanya.
Satu jam berlalu, ojek online yang mengantar Naura pun tiba di depan gedung pencakar. “Terima kasih, Mas,” ujar Naura ketika turun dari motor sembari mengembalikan helm yang ia kenakan. Kemudian ia bergegas memasuki area halaman gedung itu, bersamaan itu pula suara klakson mobil berbunyi ketika langkah Naura mau menyeberang ke arah pintu masuk lobby.
Wanita itu terpaksa menarik dirinya mundur agar mobil mewah yang mau masuk ke teras lobby bisa lewat. Setelah itu ia bergerak memutari mobil yang kini sudah berhenti dari belakang tanpa memperhatikan siapa yang keluar dari mobil tersebut.
“Ante!!” Suara anak kecil memanggil, dan sudah tentu para karyawati yang turut masuk ke lobby menolehkan wajahnya ke sumber suara. Sayangnya Naura tidak menolehkan wajahnya karena langkah kakinya begitu cepat memasuki lobby melewati hilir mudik karyawan yang lain.
“Ante!” Bocah tampan itu masih saja berteriak, ketika wanita berseragam nanny membantu bocah itu keluar dari mobil.
“Noah, tidak boleh teriak, nanti papinya bisa marah,” tegur Elin pelan, mengingatkan jika nanti majikannya bisa marah kalau mendengar Noah berteriak kencang. Sementara Irfan tidak menyadarinya karena kedatangannya langsung disambut oleh Deri, sahabat sekaligus asisten pribadinya yang baru bisa bekerja kembali setelah hampir seminggu pulang kampung ke Jogjakarta karena ibunya sakit.
Bibir mungil itu lantas mencebik. “Ulunin Noah Mba, Noah au alan cendili,” pinta Noah tidak mau digendong.
Elin yang semula masih menggendongnya terpaksa menurunkannya. Dan, kaki mungil itu dengan cepatnya langsung menaiki anak tangga, lalu berlarian dengan mengedarkan pandangan awasnya ke target yang ia panggil Ante itu.
“Noah, berhenti ... jangan lari-larian, nanti jatuh!” pinta Elin agak berteriak sembari bergegas mengejar bocah tampan itu. Irfan yang baru menyadari anaknya berlarian, ia menghentikan pembicaraannya dengan Deri dan turut mengejar anaknya yang semakin cepat larinya.
“Noah!" Irfan turut memanggil dengan memandang bocah itu masuk ke dalam coffe shop. Lantas, semakin cepatlah Irfan berlari dan turut masuk ke dalam coffe shop.
“Satu cappucino latte, less sugar, dan satu beef sandwich,“ pesan Naura di depan kasir, kemudian mengeluarkan satu lembar uang merahnya.
“Ante ... Ante antik,” suara bocah kecil terdengar di telinga Naura.
Kening Naura mengeryit, kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan, tapi tidak nampak anak kecil.
“Ante, Noah ada di cini nih,” ujar Noah dengan tangan mungilnya menarik ujung blazer wanita itu. Barulah Naura menundukkan kepalanya, dan tatapannya tampak terkejut melihat bocah itu.
“Hey, ada Dede ganteng. Dede sama siapa ke sini?” tanya Naura, ia sedikit membungkukkan punggungnya, bibirnya pun tersenyum hangat, tangannya menguap lembut pipi chubby milik Noah. Lalu, tak lama di belakang Noah ada Elin yang masih engos-engosan
“Noah cama Papi dan Mba Elin,” tunjuk Noah menolehkan wajahnya ke belakang.
Senyuman hangat itu mendadak suram, teguran Irfan kemarin kembali berputar di ingatannya, lalu ia menegakkan punggungnya, lantas sekilas menatap wanita yang ditunjuk oleh Noah. Kemudian tidak lama hadirlah Irfan di antara mereka bertiga. Tanpa senyuman ramah yang selalu terulas di bibir Naura, wanita itu hanya membungkukkan punggungnya sebagai tanda hormat. Dan dalam waktu bersamaan mendadak aura kegelapan datang menyelimuti mereka berdua, dan akhirnya Naura memilih untuk kembali menatap bagian kasir yang sedang menyiapkan pesanannya.
“Noah!” panggil Irfan sembari mengendong anaknya, lalu ia menjaga jarak dengan Naura.
“Noah, kalau mau ke sini harusnya bilang Papi dulu. Jangan lari-larian, nanti kalau Noah jatuh dan lututnya terluka ... Mami bisa marahin Papi nanti,” ujar Irfan, suaranya sengaja volumenya naik satu oktaf agar terdengar oleh Noah. Namun sayangnya Naura pura-pura tidak mendengarnya, meskipun kalimat barusan cukup mampu membuat hati Naura panas.
Noah menggeleng-geleng. “Papi, Noah ndak atuh kok, agian Ante na di anggil ndak engel ... dadina Noah lali-lali, Papi,” balas Noah jujur atas tindakannya.
Pria itu jelas tidak suka dengan ucapan anaknya, ujung matanya saja sampai melirik tajam ke arah Naura. Sedangkan Naura diam-diam tercenung mendengar tutur bocah itu, lalu hatinya agak menghangat karena Noah.
“Mbak Naura ini pesanannya, cappucino latte less sugar dan beef sandwich,” ujar sang kasir memberikan kedua pesanan tersebut.
Penyelamat bagi Naura agar terbebas dari keadaan yang tidak diinginkannya. “Makasih,” jawab Naura, usai itu ia bergegas ingin menjauh.
“Ante unggu ulu!” seru Noah dengan tangannya terulur. Lagi, Irfan menghela napas beratnya.
Naura yang ingin menoleh dan menjawab, rasanya tidak mampu untuk melakukannya. Lebih baik ia memilih untuk pura-pura tidak mendengarkan dan terus melangkah.
“Elin, tolong pesankan saya coffe latte, ice chocolate, dan beberapa roti untuk Noah. Nanti kamu langsung ke lantai 12. Saya dan Noah pergi duluan,” perintah Irfan.
“Baik Tuan,” jawab Elin.
“Ante ungguin Noah!” Bocah tampan itu kembali berteriak tapi agak kesal karena dicuekkin sama Naura.
Irfan mendesah berat, langkahnya bergegas mengajak Noah keluar dari coffe shop, maksud hati tidak ingin menyusuli Naura, tapi justru langkah kakinya mengikuti langkah wanita itu.
Begitu tiba di depan pintu lift karyawan barulah langkah Naura berhenti, sementara Irfan berhenti di depan pintu lift khusus petinggi.
Noah memiringkan kepalanya, mencari keberadaan Naura yang bergabung dengan karyawan lainnya.
“Ante ... Ante cini cama Noah!” panggil Noah ketika mendapati wanita itu, tangan mungilnya melambai-lambai.
Naura sempat menoleh dan ingin menanggapi bocah itu, namun ia menahan diri. Tapi lihatlah pria itu menggerakkan kepalanya seakan meminta wanita itu mendekat tanpa mengeluarkan suara.
Wanita itu menarik napasnya dalam-dalam, dan sangat terpaksa mendekati bapak dan anak itu. Lagian ia juga tidak bisa beradu debat dengan Irfan di depan karyawan lainnya.
Semakin dekat langkah Naura, Noah tersenyum kegirangan, tangan mungilnya pun sampai bertepuk tangan.
“Papi ulunin Noah. Noah au cama Ante antik,” pinta Noah sembari menggoyangkan tubuhnya sendiri.
Bersambung ... ✍️