Aku adalah Dara, aku pernah menjalin hubungan dengan Bastian semasa sekolah, tapi karena tidak direstui, akhirnya hubungan kami kandas.
Akhirnya aku menikah dengan seseorang laki-laki lain, Lima tahun kemudian aku bertemu dengan Bastian kembali, yang ternyata sudah menikah juga.
Pernikahanku yang mengalami KDRT dan tidak bahagia, membuatku dan Bastian menjalin hubungan terlarang setelah Lima Tahun.
Salahkah, aku Mendua ~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Delapan
Bastian sebenarnya ingin mengantar Dara pulang hingga ke rumah, tapi wanita itu menolak. Dia tak mau nanti akan jadi bahan omongan karena semua juga tahu keduanya telah ada pasangan.
Dara membuka pintu rumahnya. Bau kurang sedap tercium karena sudah tiga hari ditinggalkan tanpa ada udara yang masuk.
Setelah menidurkan Cantika, Dara langsung membuka semua jendela rumah. Menyapu seadanya saja. Menurut kepercayaan, ibu yang habis melahirkan belum boleh bekerja selama empat puluh hari.
Sebenarnya semua itu hanya mitos. Perlu dipahami bahwa setelah melahirkan pun Ibu boleh saja langung mengerjakan pekerjaan rumah, selama pekerjaan tersebut ringan. Misalnya, menyapu rumah, memotong-motong bahan makanan, dan semacamnya, yang tidak memerlukan terlalu banyak mengangkat barang.
Setelah rumah tampak rapi, Dara menutup pintu dan dia lalu ke kamar. Melihat putrinya tidur dengan lelap, membuat hati Dara bahagia.
Mungkin satu-satunya hal yang tak pernah dia sesali dalam pernikahannya dengan Rico adalah kehadiran sang buah hati. Sejak melihat wajah cantiknya, dia makin cinta dengan putrinya itu.
Dara naik ke ranjang dan tidur dengan posisi miring menghadap sang buah hati. Dia meneteskan air mata mengingat nasib sang putri.
"Ibu sangat menyayangimu nak, kamu adalah alasan ibu untuk tetap bahagia dalam keadaan apa pun. Ibu ingin kamu terus bergerak maju, meskipun itu sulit. Ibu ingin kamu paham, bahwa hidup terkadang terasa tak adil. Dan ibu hanya ingin kamu ingat, bahwa ibu akan selalu bersamamu. Mungkin kelak, kehidupan akan membuatmu terpaksa menorehkan senyuman palsu saat kau tidak ingin tersenyum. Lakukanlah, namun jangan pernah menorehkan air mata palsu."
Air mata Dara jatuh membasahi pipinya, mengingat nasib putrinya. Dari dalam kandungan sudah tak diterima sang ayah. Hingga lahir pun tak di dampingi ayahnya.
Teringat saat dia masih kecil, ayah dan ibunya begitu menyayangi dirinya. Tak pernah mereka sekalipun memarahi dirinya.
"Nak, kamu adalah anak terkuat yang ibu miliki. Anak yang begitu banyak mengalami ujian sejak dalam kandungan. Banyak air mata dan perkara yang sangat-sangat menyakitkan hati. Terima kasih, Nak, sudah bertahan dan berjuang bersama Bunda. Maaf apa bila Bunda belum bisa jadi ibu yang baik untukmu. Mengenai takdir yang telah ditetapkan Allah, dan tentang rencana perpisahan kami, kedua orang tuamu, kelak kau pasti akan mengerti dengan sendirinya. Tetaplah tersenyum, Anakku, karena takdir terbaik untukmu sedang menanti di depan sana.
Dara tanpa sadar tertidur di samping putrinya. Dia dan sang bayi tampak terlelap. Hingga terdengar suara ketukan di pintu yang membuat wanita itu terkejut. Dia lalu bangun dari tidurnya menuju pintu utama.
Saat membuka pintu dia makin terkejut melihat siapa yang datang. Rico berdiri dengan tatapan tajam.
"Kemana saja kamu? Hebat sekali pergi tiga hari tanpa pamit. Istri macam apa itu?" tanya Rico dengan suara sedikit tinggi.
Dara tak mau menjawab pertanyaan suaminya itu. Rasanya ingin memukul kepalanya agar sadar dengan apa yg telah dilakukan. Tanpa menjawab pertanyaan sang suami dia langsung masuk ke kamar.
Rico yang merasa tak puas karena pertanyaannya tak di jawab, mengikuti Dara masuk ke kamar. Dia ingin marah tapi diurungkan saat melihat ada bayi di atas tempat tidur.
Dia lalu memandangi perut istrinya yang telah kempes, tak buncit lagi. Barulah Rico sadar jika Dara telah melahirkan bayinya.
"Kamu telah melahirkan?" tanya Rico dengan suara sedikit gugup. Pria itu lalu mendekati ranjang. Melihat bayi cantik itu terlelap.
"Jadi Mas baru sadar jika aku telah melahirkan. Berarti saat aku buka pintu, kamu tak sadar jika perutku telah kempes?" tanya Dara dengan suara sinis.
"Aku tak memperhatikan itu!" seru Rico.
Rico lalu berjalan mendekati ranjang dan duduk ditepinya. Kembali memandangi wajah putrinya.
"Kenapa wajahnya tak mirip denganku?" tanya Rico sambil matanya terus menatap wajah mungil bayi itu.
Mendengar ucapan suaminya itu, tentu Dara sangat syok. Itu sama saja dia menuduhnya selingkuh. Padahal semua juga tahu jika wajah bayi bisa berubah-ubah.
"Kenapa Mas tanyakan itu?" Dara balik bertanya.
"Seharusnya bayi itu wajahnya mirip denganku. Bukankah dia putriku, tapi aku melihat wajahnya lebih mirip Bastian!" seru Rico.
"Jangan mengada-ada, Mas. Dia putrimu! Kenapa kau tega mengatakan hal itu?" tanya Dara.
Dara tak bisa terima dengan ucapan pria itu. Itu sama saja menuduhnya selingkuh dan tak mengakui putrinya.
"Mas harus tau, jika wajah bayi itu akan berubah-ubah hingga usia satu tahun. Teganya Mas mengatakan itu, seakan tak mau menerimanya sebagai putrimu. Jika Mas tak menganggapnya anak, jangan sakiti aku dengan menuduh selingkuh!"
Sejak beberapa hari pertama kelahirannya, wajah bayi akan terus berubah. Bahkan penampilan bayi dapat berubah sangat cepat dari bulan ke bulan. Perubahan paling drastis dapat terjadi dalam satu tahun pertamanya, atau bahkan bisa lebih cepat.
"Aku tak menuduh mu selingkuh! Aku hanya mengatakan jika wajahnya mirip dengan Bastian. Kenapa kau merasa aku menuduh mu? Atau semua itu benar? Dia putrinya Bastian bukan putriku?" tanya Rico dengan suara sinis.
"Kau keterlaluan, Mas. Sejak menikah denganmu saja, aku tak pernah bertemu dengannya. Sekarang aku minta jauhi putriku jika kau tak mau mengakuinya. Mas pasti tau jalan keluarnya!" seru Dara dengan suara lantang.
Dara sadar, seharusnya dia tak boleh terbawa emosi. Ini dapat mempengaruhi produksi ASI nya. Namun, dia tak bisa tinggal diam saat di tuduh selingkuh.
"Kau mengusirku?"
"Terserah apa pendapatmu. Yang pasti jangan dekati putriku!"
Rico lalu berdiri dari duduknya. Memandangi Dara dengan tatapan tajam.
"Semakin ke sini kamu semakin kurang ajar Dara. Apa kamu lupa jika aku ini suamimu! Melawan suami itu dosa besar!" seru Rico.
"Apakah mengabaikan istri hingga melahirkan tak di temani itu bukan dosa besar?" tanya Dara dengan suara gemetar karena menahan tangis.
"Kau yang tak mau menghubungi aku, bahkan saat aku hubungi kau justru memblokir nomorku. Apa itu salahku juga?" tanya Rico.
"Aku sudah menghubungi kamu malam itu. Tapi ponselmu tak aktif. Apa kamu tau, aku harus berjalan kaki menuju klinik karena suami yang seharusnya mendampingiku entah berada di mana!"
Dara tak bisa lagi menahan air matanya. Rasa sesak saat malam itu kembali dia rasakan.
"Sekarang aku minta kamu keluar dari kamar ini, Mas!" seru Dara lagi.
Tanpa kata Rico keluar dari kamar itu dan menuju ruang keluarga. Di sana dia duduk termenung. Entah apa yang ada dalam pikiran pria itu.
Tangis Dara akhirnya pecah ketika pria itu telah menghilang dari pandangannya. Dia tak bisa lagi menahan air mata yang jatuh membasahi pipinya. Jika saja dirinya yang disakiti, mungkin dia bisa menahannya. Namun, saat anaknya tak diakui rasanya sakit sekali.
Sesakit inikah duniaku? Sehina inikah diriku? Seperti inikah orang melukai hatiku? Rasanya sakit, sesak bukan main. Mengingat banyaknya kejadian yang membuat hati dan mental aku hancur. Tiada hentinya untuk mengadu dalam sujud, cuma minta doa yang sama setiap harinya. Dan sekarang sudah sampai pada titik, Ya Allah ... atur saja bagaimana baiknya. Aku percaya ketetapan Mu jauh lebih baik dari apa yang aku rencanakan.
sukses selalu mama reni😍😍😍😍😍
aduh maaf Mak Lom smpt ke cono sibuk..mm🙏🙏🙏ntr saya kejar bap deh mak