Love You More, Husband

"Apa terjadi sesuatu?" Leon yang mengemudikan mobilnya melirik Rafa yang sejak tadi diam saja. Tak biasanya mereka saling diam seperti sekarang. Rafael dan dirinya pasti terlibat pembicaraan dengan topik yang acak walau kebanyakan menjurus pada bisnis.

"Ini sudah bulan ke dua Lee." Kali ini Leon yang terdiam. Dia tau kemana arah pembicaraan sahabatnya itu. Ini waktu yang dijanjikan Rafael untuk melepaskan Milea jika tak ada tanda-tanda kehamilan pada adiknya. Apa Leon harus bersedih? tentu dialah yang akan paling sedih jika itu semua terjadi. Jika ada kakak yang posesif di dunia ini, mungin dia salah satunya. Leon tak pernah mengijinkan Milea pacaran apalagi menikah dengan sembarang orang. Hanya Rafa...hanya Rafaellah yang dia percaya bisa menjaga Milly, bukan orang lain. Entah bagaimana nasib adiknya kelak jika perpisahan itu benar terjadi. Bisa dikatakan semua adalah salah Milea. Gadis itu masih terjerat pesona Richard yang benar-benar tak peduli padanya selain sebagai seorang kakak ipar saja.

"Apa hubungan kalian tak ada perkembangan berarti?" Rafael menarik ujung bibirnya seolah mencemooh.

"Aku sudah cukup bersabar dalam dua bulan ini Lee. Dan aku tak yakin dady akan bisa lebih sabar dariku." Bagaimanapun Fernandolah penguasanya. Pria paruh baya itu berhak memutuskan dengan siapa, layak atau tidak, juga pantaskah sebuah hubungan dipertahankan pada diri anak-anaknya. Jika Rafa saja tak yakin, artinya Milea benar-benar gagal mengambil hati kedua mertuanya.

"Lalu?"

"Bisa kita ke kafe Rein saja?" Leon segera membelokkan kendaraannya. Rencana main golf musnah sudah karena peralihan lokasi secara tiba-tiba namun dekat dari sana. Kafe Rein adalah salah satu tempat favorit mereka berdua. Kafe dengan basic tempat mancing itu memang lokasi yang nyaman untuk membicarakan hal pribadi karena lokasinya yang amat nyaman.

Dua pria muda itu memasuki kafe hingga bagian belakang dimana kolam pemancingan dengan dangau-dangau tertata rapi disana. Tak terhitung berapa kali mereka menemui para wanita yang berdecak kagum dengan ketampanan diatas rata-rata. Tapi keduanya bersikap acuh seperti biasanya. Rafa segera mengambil dangau ujung dan memesan makanan dan minuman untuk berdua.

"Tak bisakah kalian bertahan? ehm...maksudku...belajar saling mencintai seperti momy dan dadymu saat pertama menikah dulu?" Bukan maksud Leon ikut campur atau mempertahankan posisi adiknya agar berada di zona nyamannya. Tapi sungguh, dia dan Ken adalah orang yang paling berharap hubungan keduanya akan baik-baik saja.

"Momy tak pernah mencintai laki-laki lain saat menikah dengan dady." Leon tau itu. Sofia hutama tak sedang terlibat hubungan atau menaruh hati pada siapapun saat menikah paksa dengan Fernando hutama. Lagi-lagi ini salah Milea!

"Jika Milly melupakan Richard, apa kau mau menerimanya Raf?" Leon bertanya lirih, takut Rafael salah paham padanya.

"Apa ada orang yang berniat bercerai setelah menikah Lee?" tanya balik Rafa. Saat Leon akan menjawabnya, pelayan datang membawakan pesanan mereka. Leon terpaksa menunggu hingga pelayan itu pergi dari sana.

"Maybe. Kalian korban perjodohan." Leon cukup tau diri untuk menjawab hal sebaliknya. Dia cukup tau bagaimana posisi Rafa sekarang. Mereka sama-sama laki-laki. Leon juga tau Rafa bukan tipe pria yang suka memulai hubungan atau sekedar mengejar cinta seseorang. Tak ada itu dalam kamus hidupnya. Rafa terlahir sebagai seorang pewaris yang hanya tau belajar dan bekerja, bukan mengurusi cinta dan saudara-saudaranya.

"Takdir Lee. Semua itu sudah tertulis dalam takdirku juga Milea. Tak ada korban disini. Dijodohkanpun jika takdir tak memihak kami, maka pernikahan ini tak akan terjadi. Jadi jika kau bertanya apa aku mampu bertahan atau tidak maka aku sudah menyerahkannya pada takdir. Pemeriksaan urine Milea sudah keluar. Dia negatif. Tak ada kehamilan. Maka minggu depan aku akan menggugat cerai dia."

"Kau....." wajah Leon seketika menegang. Rafa tak pernah main-main dengan perkataannya. Yang dia katakan, itu yang akan dia lakukan.

"Jangan khawatir Lee. Aku akan tetap memberinya kompensasi. Keluarga kalian tak akan kesulitan lagi. Anggap saja ini permintaan maafku karena sudah memperkosa Milea." Leon terdiam. Wajah tampannya berubah mendung.

"Milly juga kami tak butuh itu Raf. Sesulit apapun kehidupan kami, papa maupun aku tak akan menjual Milea." sahutnya sedih. Jika dia dan Ken disamakan dengan kisah novel dimana seorang anak gadis dinikahkan dengan pria kaya untuk membayar hutang, maka dia tak akan terima. Milea sangat berharga untuk hal itu.

"Kembalikan saja Milea padaku, jangan pada papa karena aku saudara laki-lakinya. Aku yang akan bertanggung jawab pada kehidupannya kelak." Kakak yang amat bertanggung jawab bukan? Leon merasa tidakannya lumayan benar. Ken akan banyak pikiran jika tau Milea berpisah. Kesehatan papanya sedang tak baik saja sekarang.

"Aku tau itu Lee, minumlah. Kita terlalu tegang hari ini." Rafael tersenyum lebar, memamerkan deretan gigi putih nan rapi miliknya. Leon ikut tersenyum sebelum menyeruput jus mangga favoritnya.

"Maafkan aku Raf. Tapi bisakah kita seperti ini jika perpisahan itu terjadi?" Leon tak yakin dengan wacana semua akan baik-baik saja setelah ini. Ada hati yang terluka entah milik siapa.

"Pernikahan ini tak ada hubungannya dengan persahabatan kita Lee. Santai saja." Benar, sebelum ada pernikahan sudah ada persahabatan. Kenapa tiba-tiba Leon jadi naif dan melankolis begitu?

"Jujur aku masih berharap kalian bertahan." Nada rendah namun terdengar menggebu penuh semangat.

"Aku tak suka memaksa."

"Maka akulah yang akan memaksa Milea menerimamu."

"Kau pikir aku menyukai tindakanmu? tidak Lee. Aku hanya akan menerima Milly saat dia sendiri yang berlari secara suka rela padaku, bukan atas paksaanmu." Tekan Rafael dengan kilatan kemarahan. Memaksa Milly saja dia tak pernah, apalagi harus melihat Leon memaksanya. Bisa hancur pria itu jika dia benar-benar melakukannya.

......Klik....

Rafael melirik ponsel Leon yang baru dimatikan sambungannya. Ada foto profil Milea disana. Rafael melotot sesaat, namun kembali tenang dalam hitungan detik saja. Penguasaan emosinya diatas rata-rata.

"Kau sengaja?" Tanpa bertanyapun Rafa tay jika Leon sengaja menyambungkan telepon pada adiknya agar tau pembicaraan mereka. Tapi itu tak apa. Dengan begitu dia tak harus susah-susah memberitau Milea soal gugatan cerainya minggu depan.

"Ya." Rafa tersemyum smirk. Dia cukup tau kelicikan sahabatnya itu.

"Baguslah." hanya kata itu yang keluar dari bibir Rafa sebelum menyantap kentang gorengnya.