Agnes tak pernah menyangka, sebuah foto yang disalahartikan memaksanya menikah dengan Fajar—dosen pembimbing terkenal galak dan tak kenal kompromi. Pernikahan dadakan itu menjadi mimpi buruk bagi Agnes yang masih muda dan tak siap menghadapi label "ibu rumah tangga."
Berbekal rasa takut dan ketidaksukaan, Agnes sengaja mencari masalah demi mendengar kata "talak" dari suaminya. Namun, rencananya tak berjalan mulus. Fajar, yang ia kira akan keras, justru perlahan menunjukkan sisi lembut dan penuh perhatian.
Bagaimana kelanjutan hubungan mereka? Apakah cinta bisa tumbuh di tengah pernikahan yang diawali paksaan? Temukan jawabannya di cerita ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji170, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Agnes langsung melemparkan tubuhnya ke ranjang yang sudah hampir satu bulan ini tak ia tiduri. Perasaan kecewa membebani hatinya. Perkataan Fajar yang membahas alasan di balik pernikahan mereka membuatnya tersinggung, terbawa emosi, hingga akhirnya ia meminta untuk pulang ke rumah orang tuanya.
Terlihat kekanak-kanakan, memang. Hanya masalah kecil, tapi baginya terasa besar. Apa boleh buat? Ia kecewa. Sekali lagi, kecewa. Kamu tahu kan, rasa kecewa itu seperti apa? Ibaratnya, kamu hampir mencapai pucuk, tapi tiba-tiba ada yang mematahkan ujung rantingnya.
"Nes, kamu kenapa, Sayang?" tanya Fatwa yang baru saja masuk ke kamar sang anak dan melihatnya murung, ia juga menyadari Fajar tak ada di sisi anaknya.
"Ibu... Nenes sedih. Boleh nangis gak sih?" tanya Agnes dengan suara bergetar, seperti anak kecil.
"Nes, mau ibu ambilin obat mata? Biar air matanya keluar lebih deras," sahut Fatwa, mencoba mencairkan suasana.
"Ibu, kok ikut ngeselin sih! Anaknya lagi sedih ini!" keluh Agnes sambil mengerucutkan bibirnya.
Fatwa tersenyum tipis, lalu memeluk Agnes erat. Meski belum tahu apa yang sebenarnya terjadi, ia berkata lembut, "Dalam pernikahan, pasti ada masalah, Nak. Kalau menangis bisa membuatmu merasa lebih lega, menangislah. Jangan ditahan."
Dan saat itu juga, tangis Agnes pecah. Ia terisak-isak, meluapkan semua beban yang selama ini mengendap di hatinya. Fatwa hanya diam, menemani putrinya yang larut dalam kesedihan.
Setelah tangisnya mereda, Fatwa dengan lembut berkata, "Sekarang, ceritakan pada Ibu apa yang sebenarnya terjadi."
Agnes menghirup udara sebanyak-banyaknya lalu menceritakan masalah yang dihadapi.
***
Di sisi lain, Fajar tetap pergi ke perusahaan Rega. Perasaannya kacau setelah memberitahu penyebab pernikahan antara dirinya dan Agnes. Tapi keputusan itu telah ia ambil. Fajar tidak ingin dalam pernikahan itu ada sebuah fakta kebohongan besar sebagai landasannya.
Ia ingat betul apa yang ia katakan pada Agnes beberapa saat yang lalu sebelum mengantarkan Agnes ke rumah orang tuanya sesuai keinginan sang istri.
"Sebenarnya, pernikahan kita itu karena aku memberikan foto kita di dalam mobil pada Pak RT."
Kali ini, Fajar yang sudah berada di ruangan Rega termenung duduk di sofa, membayangkan bagaimana jika Agnes lagi dan lagi meminta kata talak darinya. Terlebih, apa yang ia lakukan bisa saja digunakan Agnes untuk menggugatnya di pengadilan.
"Ja... Jadi bukan kamu yang dijebak dalam pernikahan ini, Ar? Tapi kamu yang menjebak Agnes menikah denganmu? Dan sekarang kalian terjebak dalam pernikahan ini?" Kalimat itu meluncur begitu saja dari Rega, dengan nada geli yang jelas terdengar.
Bagaimana tidak? Fajar Alaska, seorang lelaki yang begitu sempurna, disukai banyak wanita di sekelilingnya, melakukan hal yang bisa dibilang tercela demi mendapatkan seorang wanita. Apa ini tanda bahwa lelaki perfeksionis akan segera punah?
"Kamu bisa diam? Aku masih mampu memindahkan perusahaan ini ke Afrika!" sahut Fajar terselip nada sebuah ancaman.
Bukannya takut, Rega malah tambah ngakak. Dia memegangi perutnya sambil melirik Fajar dengan tatapan geli.
"Astaga, Ar. Kamu itu sempurna di mata semua orang. Idola para wanita. Eh, ternyata nyimpen sisi gelap kayak gini. Dijebak, ngejebak, terus sekarang terjebak? Ini kayak cerita telenovela, sumpah. Lucu banget, sumpah!"
Fajar menatapnya tajam, tapi Rega tetap santai. Kalau orang lain mungkin udah panik diancam sama Fajar, Rega malah tambah nyerocos.
"Kamu tahu gak, Ar? Kalau cerita ini sampai bocor, mungkin kamu bakal viral di TikTok. Judulnya, 'Fajar Alaska, Pria Tampan yang Ngejebak Nikah mahasiswanya.' Gila, trending nomor satu gak tuh."
Fajar menghela napas panjang, mencoba mengabaikan Rega. Tapi sahabatnya itu memang gak tahu batas.
"Serius, Ar, aku gak heran sih kalau Agnes sampai minta pulang ke rumah orang tuanya. Coba bayangin pas dia syok karena tahu kamu—Fajar Alaska—ternyata pelakunya. Dia pasti mikir, 'Ternyata aku nikah sama tukang jebak.' Hahaha!"
"Rega..." Fajar menatapnya tajam, kali ini benar-benar serius. "Kamu mau aku tambahin 'tukang gusur' di CV-ku?"
Rega akhirnya terdiam, tapi hanya beberapa detik. Setelah itu dia menahan tawa lagi, kini ia berubah serius, "Jadi kasih tau aku kenapa kamu bisa melakukan hal ini?"
Fajar menarik napas panjang, sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman samar. Pikirannya langsung kembali ke masa lalu, ke awal pertemuannya dengan Agnes. Saat itu, dia baru saja menjadi dosen pengganti. Di tengah keramaian mahasiswi yang antusias menyambutnya—dengan senyum dan lirikan penuh harap—hanya ada satu orang yang bersikap cuek. Agnes. Gadis itu bahkan tidak terlihat tertarik sedikit pun padanya.
Awalnya, hal itu hanya membuat Fajar penasaran. Tapi, semakin lama ia mengamati, ia menyadari ada sesuatu yang berbeda pada Agnes. Gadis itu selalu terlihat ceria, membawa energi positif ke mana pun ia pergi. Ia lucu, spontan, dan begitu apa adanya. Tanpa ia sadari, Fajar mulai menunggu-nunggu momen ketika Agnes muncul di kelasnya.
Namun, harapannya untuk mendekat justru runtuh ketika ia mendengar Agnes mengajukan pergantian dosen pembimbing. Itu seperti tamparan keras di tengah kenyataan bahwa banyak mahasiswi lain berebut untuk menjadi bimbingannya. Entah kenapa, rasa gengsi dan emosinya mengambil alih. Bukannya introspeksi, Fajar malah memilih bersikap dingin, tegas, bahkan galak setiap kali berinteraksi dengan Agnes.
Ia masih mengingat jelas momen ketika ia dengan sengaja menolak judul skripsi Agnes. Di sanalah semuanya berubah. Awalnya ia hanya ingin menjaga jarak, tapi kejadian demi kejadian mempertemukan mereka—dari insiden kecil di perpustakaan hingga pertemuan dengan Nenek Grace.
Fajar tersenyum getir saat mengingat sang nenek, wanita tua bijaksana yang dengan senang hati mendukungnya. Ia pikir dukungan sang nenek adalah jalan terang yang akan membawa Agnes ke sisinya. Namun, entah ide gila apa yang muncul di kepalanya saat itu. Dalam kebodohannya, ia nekat mengirimkan foto dirinya bersama Agnes di dalam mobil ke Pak RT, yang pada akhirnya membuat mereka terikat dalam sebuah pernikahan.
Fajar menghela napas panjang. Ada kelegaan sekaligus penyesalan yang terasa mengganjal di dadanya. Tanpa sadar, ia sudah menceritakan semua itu pada Rega. Sahabatnya yang sejak tadi mendengarkan kini menatapnya dengan ekspresi tak percaya, mulutnya sedikit terbuka.
"Jadi... sahabatku yang selalu sok sempurna ini benar-benar jatuh cinta?" ujar Rega dengan nada datar, tapi ada senyum kecil di ujung kalimatnya.
"Kamu gak usah ngomong kalau hanya mau menertawakanku!"
Rega menepuk pundak Fajar, "Oke, lalu kenapa kamu masih di sini, Ar?"
"Ya, karena aku gak tahu apa yang harus aku lakukan."
"Jadi karena itu kamu melakukan hal bodoh dengan membiarkan Agnes pulang ke rumah orang tuanya?" sahut Rega menyadarkan Fajar akan kesalahan fatalnya.
"Oh... Sittt!"
eh ini kok malah minta tolong ke fajar buat jd kekasih adiknya sehari.. haduuh itu malah bikin sherly tambah gila lah
licik sekali kamu Serly,,,,,,