Dalam dunia sepak bola yang penuh persaingan, cinta tak terduga mekar. Caka Alvias, bintang tim Warriors FC yang tampan dan populer terjebak dalam perasaan terlarang untuk Bulan Nameera, asisten pelatih nya, yang terkenal tegas dan tangguh. Namun, konflik masa lalu dan juga tekanan karir mengancam untuk menghancurkan cinta mereka. Apakah cinta mereka bisa bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjelyy_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengampunan
Pagi harinya, Bulan berjalan menuju kamar Andi ingin memberi dokumen. Bulan sudah berulang kali di ketuk namun tidak ada jawaban, alhasil Bulan menerobos masuk saja.
Bulan tidak sengaja mendengar percakapan Andi dan ayahnya di telepon. Percakapan itu adalah jawaban dari banyak pertanyaan di kepala Bulan.
"Yang bener yah!" nada Andi tidak percaya.
"Benar, Ndi. Ayah Caka memberi tahu ayah, bahwa sekarang Caka sudah tahu semuanya."
"Jadi Caka sudah tahu kecelakaan antara Bulan dan mamanya." tanya Andi lagi
"Iya.Makanya ayah minta kamu jaga baik-baik adik kamu. Kita tidak tahu Caka bisa memaafkan Bulan atau tidak."
"Ayah itu kecelakaan!" tegas Andi.
Vas bunga di meja Andi terjatuh akibat Bulan tidak sengaja menyenggolnya. Andi menoleh melihat Bulan yang bergetar. Andi mencoba mendekat namun Bulan melarang.
"Stop! Jangan mendekat!" katanya dengan mata yang mulai memanas.
"Keluarga macam apa yang membiarkan adiknya menderita tanpa tau siapa korban yang selama ini dia cari!" Bulan mulai menangis.
"Lan, dengerin aku dulu. Ini semua demi kebaikan kamu!" Andi mencoba menenangkan Bulan.
"Kebaikan macam apa kalau aku harus merasa bersalah setiap saat." Bulan menatap Andi tajam di sela-sela air mata yang terus mengalir.
"Setengah tahun Ndi. Bayangin hampir selama itu juga aku gak pernah merasa bebas! gak pernah satu malam pun aku bisa tidur dengan nyaman!!."
"Iya, Lan. Tapi..."
Bulan memotong perkataan Andi, "Aku selalu merasa takut, Ndi. Aku takut jika tidak mendapat ampun dari pihak keluarganya."
Andi berjalan mendekati Bulan, dia memeluk adik kecilnya itu dengan penuh kasih sayang.
"Maafin aku gagal jadi abang yang baik,Lan." Bulan menangis tersedu-sedu.
Di luar ternyata Caka menguping pembicaraan mereka. Caka merasa hatinya begitu sakit mendengar pengakuan Bulan. Namun di sisi lain, dia juga masih merasa sakit akibat kehilangan mamanya.
***
Caka kembali ke kamar dengan mata yang merah. Riko sadar hal itu kemudian bertanya, "Ada apa Cak?
Caka menceritakan semua dengan jelas pada Riko. Riko ikut sedih, dia mendekati Caka lalu memeluknya.
"Kamu butuh saran ku?" tanya Riko hati-hati
Caka mengangguk, Caka menarik kursi sedangkan Riko kembali duduk di ranjang.
Riko menoleh ke Caka yang sedang menatap kekosongan.
Riko mulai bicara, "Antara dendam dan cinta kamu harus memilih salah satunya Caka, kamu tidak bisa terus-menerus dengan keegoisan itu."
"Apa yang harus aku lakukan, Riko?"Caka mengangkat kepalanya.
Riko tersenyum "Terima takdirnya, atau lepas Bulan. Jangan biarkan kesakitan itu menghancurkan mu. Kamu masih memiliki kesempatan untuk bahagia."
Caka menatap Riko, matanya berkilat dengan air mata. "Bagaimana caranya?"
"Maafkan Bulan dan dirimu sendiri. Lepaskan beban. Percaya sama aku Bulan juga menderita Caka. Dia juga sakit!"
Caka mengangguk pelan, menandai titik balik dalam hidupnya.
***
Malam hari itu, lapangan yang biasanya sepi kini terlihat lebih sunyi. Bulan dan Caka bertemu di bawah cahaya lampu penerangan yang lemah.
Bulan terlihat gugup, sedangkan Caka bersikap normal seperti tidak terjadi apa-apa.
"Apa yang ingin kamu bicarakan, Bulan?" tanya Caka dengan nada datar.
"Maaf."
"Untuk apa? Aku yang salah udah cuekin kamu."
Bulan menggeleng,"Kamu... tidak marah padaku?"
Caka menggelengkan kepala. "Kenapa aku harus marah?"
Bulan merasa bingung. Apakah Caka benar-benar tidak peduli atau hanya berpura-pura?
Bulan menatap Caka dengan mata penuh pertanyaan. "Berhenti berpura-pura Caka, kamu berhak marah!"
Caka tersenyum tipis. "Aku sudah menerima keadaan, Bulan. Kamu tidak perlu merasa bersalah."
Bulan terkejut. "Tapi... aku penyebab kematian mamamu. Aku tidak pantas untukmu."
Caka mendekati Bulan, suaranya lembut. "Bulan, aku cinta kamu bukan karena siapa kamu atau apa yang kamu lakukan. Aku cinta kamu karena kamu yang aku mau."
Bulan terharu. "Caka, kamu masih bisa mengampuniku?"
Caka mengangguk. "Aku sudah melakukannya, Bulan."