NovelToon NovelToon
Sebatas Ibu Pengganti?

Sebatas Ibu Pengganti?

Status: tamat
Genre:Tamat / Selingkuh / Pengganti / Cerai / Penyesalan Suami
Popularitas:7.9M
Nilai: 4.8
Nama Author: D'wie

Hati siapa yang tak bahagia bila bisa menikah dengan laki-laki yang ia cintai? Begitulah yang Tatiana rasakan. Namun sayang, berbeda dengan Samudera. Dia menikahi Tatiana hanya karena perempuan itu begitu dekat dengan putri semata wayangnya. Ibarat kata, Tatiana adalah sosok ibu pengganti bagi sang putri yang memang telah ditinggal ibunya sejak lahir.

Awalnya Tatiana tetap bersabar. Ia pikir, cinta akan tumbuh seiring bergantinya waktu dan banyaknya kebersamaan. Namun, setelah pernikahannya menginjak tahun kedua, Tatiana mulai kehilangan kesabaran. Apalagi setiap menyentuhnya, Samudera selalu saja menyebutkan nama mendiang istrinya.

Hingga suatu hari, saudari kembar mendiang istri Samudera hadir di antara carut-marut hubungan mereka. Obsesi Samudera pada mendiang istrinya membuatnya mereka menjalin hubungan di belakang Tatiana.

"Aku bisa sabar bersaing dengan orang yang telah tiada, tapi tidak dengan perempuan yang jelas ada di hadapanku. Maaf, aku memilih menyerah!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

32. Bertemu?

"Assalamu'alaikum warahmatullah," ucap Samudera menutup shalatnya dengan salam. Setelah itu ia menengadahkan kedua tangannya, berdoa, menyampaikan hajatnya pada yang Maha Kuasa agar diberikan kesempatan untuknya bertemu dan menebus segala salah dan dosanya pada istri yang baru ia sadari ternyata ia cintai itu.

Setetes demi setetes air mata mengalir. Dadanya selalu sesak setiap kali menguntai kata permohonan yang penuh harap. Keinginannya begitu kuat untuk bisa dipertemukan dengan Tatiana. Ada harapan besar. Ada impian besar. Dan ada ketakutan besar pula yang selalu menghantui hari-harinya.

Ketakutan apa yang dialami Triana kembali terulang pada Tatiana. Bagaimana ia bisa tenang. Terlebih Tatiana seorang diri di luar sana. Bagaimana ia bisa tenang, sementara Tatiana tidak memiliki tempat untuk sekedar bergantung dan meminta pertolongan. Bahkan Triana yang selalu ia dampingi pun bisa mengalami hal tak terduga saat ia tak ada di rumah, apalagi Tatiana benar-benar seorang diri. Rasa takut, cemas, khawatir selalu menghantui pikiran Samudera. Bahkan tidur pun ia tak pernah nyenyak semenjak Tatiana pergi meninggalkannya. Bobotnya menurun drastis. Wajahnya tampak tirus. Makan tak teratur. Kalaupun makan, hanya mampu sedikit saja. Samudera kehilangan selera makannya. Bagaimana mungkin ia bisa makan dengan tenang, bila keadaan Tatiana pun tak jelas bagaimana. Dimana tinggalnya? Bagaimana makannya? Bagaimana hari-harinya?

"Ya Tuhan, aku harus apa lagi agar bisa bertemu dengan istriku? Tolong aku, Ya Allah, tolong aku. Tolong pertemukan kami."

Samudera sesenggukan. Bukankah tak ada tempat terbaik meminta melainkan pada sang pencipta. Rabb semesta alam.

"Ya Allah, aku juga memohon, jagalah istri dan calon anakku. Dimanapun mereka berada, hamba mohon jagalah mereka. Lindungilah mereka. Aamiin."

...***...

Pagi menjelang, Samudera pun mulai bersiap untuk pergi bekerja. Selama tinggal di mess, Samudera menyiapkan segala keperluannya seorang diri. Ia juga membersihkan rumah dan mencuci piring sendiri. Untuk makanan, ada catering yang akan mengantarkan makanan sesuai jam yang ditentukan. Lalu untuk pakaian, Samudera memilih menggunakan jasa laundry.

"Mau jogging, Dok?" tanya salah seorang penghuni mess saat melihat penampilan Samudera yang mengenakan outfit celana training berwarna biru tua dan baju kaos oversize berwarna putih. Tak lupa handuk kecil melingkari leher untuk menyeka keringat.

Samudera mengangguk, "iya, mumpung hari ini jadwal agak siang jadi sempat-sempatin olahraga sebentar," jawab Samudera.

Mereka pun berjalan menuju tangga. Kamar Samudera ada di lantai dua. Mess yang Samudera tempati terdiri atas dua lantai dengan tangga sebagai penghubung antara lantai satu dan lantai dua.

Setelah berada di luar, keduanya pun berpisah.

Samudera berlari pagi menuju taman yang jaraknya tidak begitu jauh dari mess. Hari masih jam 6 pagi, namun jalanan sudah sedikit ramai. Kebanyakan mereka adalah para pejuang rupiah dan anak-anak sekolah yang mungkin jarak sekolah mereka cukup jauh.

Sang Surya mulai menerbitkan sinarnya. Tanpa terasa Samudera sudah berkeliling selama hampir satu jam. Meskipun masih cukup pagi, tapi terik mentari sudah mulai terasa. Belum lagi Samudera baru saja berlari keliling taman sebanyak lima putaran sehingga peluhnya pun sudah bercucuran membasahi permukaan baju kaos yang ia kenakan.

Saat Samudera akan pulang, ia memilih jalan memutar melewati jalan raya. Meskipun sedikit jauh, tapi tak masalah. Sudah beberapa bulan ini memang Samudera tak pernah berolahraga. Jadi ia ingin memanfaatkan pagi itu untuk berolahraga.

Karena kehausan, Samudera lantas menghampiri salah seorang penjual minuman keliling yang sedang menjajakan jualannya. Samudera duduk di pinggir trotoar lalu menenggak air mineral sambil memperhatikan jalanan sekitar. Saat sedang minum, tiba-tiba Samudera membelalakkan matanya. Tak jauh dari tempatnya duduk, sebuah sepeda motor melintas. Yang menjadi masalah bukan sepeda motornya, tetapi sang pengemudi yang kebetulan saat itu sedang menaikkan kaca helmnya.

"Tiana," gumamnya mencelos.

Samudera lantas segera berdiri sambil berlari dan meneriakkan nama Tatiana. Ia melakukannya berkali-kali, tapi sayang Tatiana tidak mendengar sama sekali sebab ia berkendara sambil mengenakan earphone yang terhubung dengan pemutar musik di ponselnya.

"Tiana ... "

"Tatiana ... "

"Tiana ... "

Samudera berjongkok dengan nafas tersengal. Ia sudah berlari cukup jauh, tapi Tatiana tidak mendengar panggilannya sama sekali.

"Tiana, itu kau kan? Apa mungkin perempuan itu hanya mirip saja? Tidak, aku yakin, dia Tatiana. Kalau benar, apa artinya ia ada di kota ini? Tapi ... " Samudera sedikit ragu sebab kota ini terlalu asing bagi Tatiana. Dia tidak mengenal siapapun di sini jadi apa mungkin itu tadi benar Tatiana?

Sementara itu, saat sedang berhenti di lampu merah, tiba-tiba ada seorang pengemudi motor berhenti tepat di sampingnya.

"Mbak, mbak," panggil pengemudi yang sepertinya masih remaja SMA itu.

Merasa ada yang menoel lengannya, Tatiana pun segera menoleh dan mematikan pemutar musik.

"Iya," jawab Tatiana dengan dahi berkerut.

"Mbak Namanya Ti-Ti apa tadi ya? Tia- ... Tati- ... "

"Tatiana," sambung Tatiana.

"Nah, iya, nama mbak Tatiana ya?"

"Iya, kok kamu tahu? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"

Remaja perempuan itupun menggeleng, "nggak, Mbak, cuma tadi ada kayak om-om gitu teriak-teriak manggil mbak cuma mbaknya nggak denger," jelasnya.

"Oh ya?" Tatiana bingung, memangnya siapa om-om itu? Tatiana tidak merasa mengenal om-om di sini.

"Iya, mbak. Dia tadi sampai lari cukup jauh buat ngejar mbak, tapi mbak nggak denger. Kasian om-om itu tadi. Om-om nya ganteng banget pula."

Tanpa terasa lampu yang tadinya merah telah berganti hijau. Remaja perempuan tadi pun segera berlalu. Tatiana sebenarnya penasaran dan ingin memutar balik, tapi sayang waktunya sudah tidak memungkinkan sebab kurang dari 20 menit lagi ia harus menemani dokter visit. Tatiana lantas segera meninggalkan tempat itu sambil memperhatikan di belakangnya melalui kaca spion.

"Nggak ada siapa-siapa. Tapi nggak mungkin kan gadis tadi bohong. Apa gunanya coba? Mana dia tahu nama aku lagi. Tapi kalau benar, siapa om-om yang manggil itu?"

Tatiana berdecak. Lalu mengendikkan bahunya, segera berlalu.

...***...

Malam Minggu pun tiba. Tatiana tampak bersiap untuk pergi ke acara anniversary pernikahan pemilik klinik tempatnya bekerja. Tak lama kemudian, ponselnya berdering.

"Halo, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam. Sus Tia, mbak udah di depan kontrakanmu. Keluar gih!"

"Siap, Sus."

Tatiana pun gegas mencangklong tasnya dan keluar dari kontrakan. Kemudian, Tatiana segera menyebrang mendekati mobil yang dikendarai oleh Suster Riska. Setelah Tatiana masuk ke dalam mobil dan mengenakan sabuk pengamannya, mobil pun segera melaju menuju kediaman Anida yang jaraknya hanya 30 menit dari kontrakan Tatiana.

Setibanya di rumah Anida, mereka pun segera berbaur dengan teman-teman sesama pekerja di klinik Anida.

"Tamunya lumayan juga ya."

"Iya, katanya mereka itu rekan kerja suami Bu Anida."

"Wah, kalau begitu, mereka semua dokter dong."

"Kayaknya begitu."

"Emang suami Bu Anida dokter juga ya?" tanya Tatiana.

"Iya. Mereka ini keluarga dokter."

"Wah, hebat ya! Suami istri dokter. Apalagi katanya suami Bu Anida ini dokter spesialis. Gajinya pasti besar."

"Dokter mah maunya sama sesama dokter, biar selevel."

"Ah, nggak gitu juga kali."

"Tapi kan emang kebanyakan gitu," ujar rekan Tatiana. Tatiana hanya diam. Tak ada yang tahu dengan identitas Tatiana sebenarnya. Yang mereka tahu, Tatiana seorang janda dan berasal dari Jakarta. Namun siapa suami Tatiana dan apa pekerjaannya, tak ada yang tahu. Tatiana pun enggan bercerita.

Mereka lantas bercerita sambil menikmati menu-menu yang terhidang.

Sementara itu, di luar tampak seorang laki-laki datang dengan tergesa.

"Bang, happy anniversary ya! Semoga makin langgeng till Jannah," ujar Samudera. "Maaf telat," ucap laki-laki itu pada sang suami pemilik acara.

"Nggak masalah. Makasih sudah menyempatkan hadir. Oh ya Ma, ini teman aku yang aku bilang itu, Samudera. Perkenalkan Sam, dia istri aku, Anida."

"Samudera, Mbak. Biasa dipanggil, Sam." Samudera mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

"Anida," sahut Anida sambil menyambut uluran tangan Samudera. "Wah, suami saya sering bercerita tentang Anda lho. Terima kasih sudah berkenan datang. Ayo, silahkan dinikmati santapannya, dokter Sam. Semoga sesuai selera Anda." Anida tersenyum ramah. Samudera pun mengangguk.

Lalu matanya berkeliaran mencari rekan-rekan yang dikenalnya untuk ikut bergabung.

"Itu mereka," ucapnya sambil melangkah.

Namun tiba-tiba matanya bersirobok dengan sepasang netra yang beberapa bulan ini dirindukannya. Mata itu tampak membulat sama seperti mata Samudera yang tak kalah membulat. Apalagi saat netra Samudera mendapati perut wanita itu yang sudah cukup besar. Samudera pun bergegas mendekati sosok tersebut. Namun wanita itu dengan cepat membalikkan badannya untuk menghindar.

"Sus, Sus Tia, kamu kenapa?" tanya Suster Ara saat melihat ekspresi ketakutan di wajah Tatiana. Tatiana tidak menggubrisnya. Yang ada di pikirannya saat ini hanyalah segera berlari sejauh mungkin dari sosok yang sedang dihidarinya itu.

"Tiana, tunggu sebentar! Tatiana, tunggu, Mas, Na! Tiana ... " panggil Samudera, tapi Tatiana dengan cepat menghilang diantara kerumunan.

...***...

...HAPPY READING ❤️❤️❤️...

1
MommaBear
Luar biasa
Tiur Lina
wanita itu ahli sejarah Thor 😅😅
Tiur Lina
di luar prediksi BMKG wkwkwk
Tiur Lina
mampooss
Tiur Lina
bisa bertahan sampai 2 tahun??
menyiksa diri sendiri.
Juliana Pieter
triani mempengaruhi ponakannya utk merebut ayahnya dari bundanya.
Athifah S Rato
titisan nenek lampir🤣🤣
Athifah S Rato
😭😭😭😭
Athifah S Rato
dasar parasit
Athifah S Rato
suka dgn ceritanya tidak berbelit Belit 👍
Athifah S Rato
aku jadi terharu
Athifah S Rato
emang kalau jodoh ngga bakalan kemana🤭
Athifah S Rato
moga aja di tempat kerja yg baru tatiana jadi susternya Abang samudra🤭🤭
Athifah S Rato
katanya depresi tapi kenapa ngga peka
Athifah S Rato
🤭🤭🤭
Athifah S Rato
mulailah hidup baru dan lupakan masa lalu
Athifah S Rato
semoga kebahagian yg baru sedang menunggumu tatiana🤲
Athifah S Rato
aku begitu nyesek bacanya 😭😭😭😭
Athifah S Rato
meninggalkan adalah jalan terbaik 😭😭😭
Athifah S Rato
di cintai hanya karena merasa bersalah itu menyakitkan🥹🥹
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!