NovelToon NovelToon
Kucari Kebahagiaan Di Antara Luka

Kucari Kebahagiaan Di Antara Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh / Cinta Terlarang / Cerai / Keluarga / Tukar Pasangan
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Elfira Puspita

Karin, Sabrina, dan Widuri. Tiga perempuan yang berusaha mencari kebahagiaan dalam kisah percintaannya.
Dan tak disangka kisah mereka saling berkaitan dan bersenggolan. Membuat hubungan yang baik menjadi buruk, dan yang buruk menjadi baik.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elfira Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

27. Bunga Mawar

Dari dalam ruangannya Sabrina mengamati Karin yang sedang terburu-buru memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. Lalu Karin bergegas pergi begitu saja tanpa berpamitan pada Sabrina selaku atasan, dan itu membuat Sabrina merasa kesal.

Apalagi dia baru saja memberi Karin peringatan untuk lebih disiplin dalam bekerja, tapi sikap Karin saat ini membuatnya merasa bahwa Karin sedang mengabaikan peringatannya.

Sabrina segera mengikuti Karin ke lorong, lalu memanggilnya. "Karin!"

Karin berhenti, lalu menoleh ke arah Sabrina. Wajahnya terlihat panik, juga matanya berkaca-kaca.

"Kenapa dia terlihat sedih? Apa dia sedih karena aku menegurnya? Atau apakah ibunya kembali sakit?" batin Sabrina merasa penasaran.

Namun, Sabrina berusaha terlihat tak peduli. Apapun alasannya dia bertekad takkan membiarkan Karin berlaku seenaknya di tempat kerja.

"Kamu mau kemana? Ini kan masih jam kerja!" ucap Sabrina tegas.

Karin menghampiri Sabrina, lalu menundukkan kepalanya. "Maaf, Mbak-eh Bu ... saya lupa beritahu ibu karena panik. Tapi sekarang saya mesti pergi Bu, karena saya baru--"

"Enggak bisa!" Sabrina memotong dengan cepat. "Saya enggak mengijinkan kamu pergi sebelum pekerjaan kamu selesai! Kamu tahu kan deadlinenya itu besok!"

"Kalau ibu kamu sakit, suruh adik kamu yang handle dulu!" tambah Sabrina tak memberi Karin kesempatan untuk bicara.

Karin mengangguk, walau wajahnya terlihat sekali tak menerima akan ucapan Sabrina.

"Baiklah saya akan menunda, tapi ijinkan saya menelepon sebentar. Saya hanya ingin memastikan kondisi pacar saya. Dia baik-baik saja atau tidak."

Sabrina sontak mengerenyitkan kening saat dia mendengar ucapan Karin. "Pacar kamu? Maksud kamu Tara?" Bahkan tak sadar menaikkan nada bicaranya, karena seketika dia merasa gelisah dan cemas.

Sabrina panik, lalu mengguncang bahu Karin, kemudian bertanya mengenai kondisi Tara. "Dia kenapa? Dia baik-baik saja kan?"

Karin menatap heran ke arah Sabrina, lalu dia menggeleng. "Saya enggak tahu Bu. Barusan saya dapat pesan, katanya sekarang Mas Tara di rumah sakit, kemarin dia kecelakaan."

Sabrina mematung mendengar informasi tersebut. "Kemarin? Apa jangan-jangan Tara kecelakaan setelah mengantarku?" batinnya mulai merasa bersalah.

"Dia ada di rumah sakit mana?" Sabrina kembali bertanya kepada Karin.

"Ru-mah Sakit Jaya Sejahtera ... tapi kenapa Ibu panik begini? Yang masuk rumah sakit kan pacar saya?" Karin menjawab ragu, serta menatap Sabrina dengan curiga.

Sabrina dengan cepat menggelengkan kepalanya, lalu berusaha menormalkan serta meredam rasa khawatir dan gelisah yang menggebu di hatinya. Memang tak masalah baginya jika Karin mengetahui tentang masa lalunya dengan Tara. Hanya saja sekarang bukanlah waktu yang tepat.

"Saya tidak panik, saya biasa aja kok. Saya hanya memastikan kamu tidak berbohong," ucapnya sambil melipat tangan di depan dada dengan tegas.

"Ya sudah kalau itu alasan kamu, kamu boleh pergi. Jangan sampai kamu kehilangan momen terakhir dengan pacar kamu itu," ucap Sabrina sengaja memancing emosi Karin.

Karin tentu marah mendengarnya. "Ibu Sabrina mendoakan pacar saya meninggal?"

Sabrina hanya mendengus, lalu berlalu kembali masuk ke ruangan tim perencanaan. Sementara Karin yang tak ingin memperpanjang perdebatan juga memilih segera pergi dari tempat ini.

Di dalam ruangannya barulah Sabrina kembali gelisah dan cemas. Dia tak sungguh-sungguh mendoakan Tara mati, dan dia tak mungkin mendoakan Tara mati. Sabrina hanya ingin melihat Karin tersakiti dengan ucapannya.

"Jaya hospital, aku harus kesana sekarang juga," ucap Sabrina sambil gegas membereskan meja, serta memasukkan barang penting ke dalam tasnya.

Setelah berkemas, Sabrina melangkah cepat keluar tapi saat dia mau menuju ke lorong Amira memanggilnya.

"Ibu Sabrina mau kemana?" tanya Amira sambil berdiri dari meja kerjanya.

"Sa-saya ada urusan penting."

"Apa suami Ibu kecelakaan juga?" tanya Amira, lalu langsung membekap mulutnya.

"Heh, jangan bicara sembarangan kamu. Pokoknya saya harus pergi karena ada hal mendesak!" ucap Sabrina begitu marah.

"Lalu bagaimana dengan projek kita, bukannya dead--"

"Kamu tuh cerewet sekali Amira!" teriak Sabrina kesal memotong ucapan Amira. Hingga Amira dan dua anggota tim yang lain langsung terdiam.

"Kalian semua boleh pulang! Pekerjaan ini kita tunda untuk sementara!" ucap Sabrina, dan langsung dibalas anggukan dan sorak sorai kecil dari anggota timnya karena mereka masih takut terhadap sikap Sabrina.

Setelah berkata begitu Sabrina kembali melanjutkan langkahnya. Saking tak sabar menunggu lift, dia pun memilih turun melalui tangga. Perempuan berambut sebahu itu sedikit berlari karena dia ingin segera menemui Tara, dan ingin tahu keadaannya.

"Semoga kamu baik-baik aja ... semoga kamu baik-baik aja Tara." Kata-kata itu terus diulang dalam hatinya.

Namun, doa dan langkahnya seketika terhenti saat tiba di depan lobi utama.

"Itu kan Tara!" Sabrina terkejut sekaligus merasa lega melihat laki-laki itu baik-baik saja. Namun, dia juga sedikit kesal melihat Tara sedang merangkul Karin yang terisak di dadanya.

"Karin bilang Tara kecelakaan, tapi nyatanya Tara sehat saja. Apa Karin sedang berusaha menipuku?" Dengan penuh rasa kesal dan penasaran, Sabrina melangkah pelan mendekat ke arah keduanya, lalu bersembunyi di balik tembok.

"Kamu keterlaluan Mas, aku pikir kamu beneran di rumah sakit?" Karin memukuli pelan dada laki-laki yang sedang mendekapnya.

Tara terkekeh. "Hehe, aku kan cuma mau ngetes kamu. Seberapa paniknya kamu kalau dengar aku kecelakaan," jelasnya sambil mencolek hidung Karin.

"Ternyata kamu beneran sepanik ini, itu artinya kamu beneran sayang sama aku ya?" Tara menyunggingkan senyumnya, sedangkan Karin tersipu malu.

"Iya sayanglah, kalau enggak sayang mana mau aku menikah sama kamu Mas." Karin mencebikkan bibirnya.

"Tapi lain kali jangan jahil kayak begini. Mas itu enggak ada kabar dari kemarin, terus sekalinya ada kabar bikin syok jantung aku!"

Tara menangkup pipi Karin, lalu menyeka air mata di sudut mata Karin. "Kan ini suprise buat kamu, buat yang lagi ulang tahun."

Senyum Karin mengembang mendengar ucapan Tara. Dia senang sekali ternyata Tara mengingat hari spesialnya. "Jadi Mas ingat hari ini, hari apa?"

"Iya aku ingat, kamu ulang tahun yang ke 31 sekarang ... dan aku punya hadiah spesial buat kamu." Tara menurunkan sebelah lututnya ke tanah, kemudian mengeluarkan sebuah kotak kecil hitam dari dalam sakunya. Yang sudah bisa ditebak itu apa.

"Mas ih kamu, Mas ...." Karin menggeleng dengan pipi semakin memerah. Dia tak percaya, dan merasa terharu dengan apa yang akan dilakukan Tara.

Tara membuka kotak kecil itu. "Aku belum sempat melamar kamu secara romantis, jadi aku rasa ini waktu yang tepat."

Tara menghela nafasnya sejenak. "Dengan cincin ini aku melamar kamu, Karin Dwina Anggraini sebagai calon istriku ... dan aku tak menerima kata penolakan." Tara menutup ucapannya dengan senyuman manis.

"Kamu mau kan jadi istriku?"

Rekan-rekan satu tim yang kebetulan baru saja turun, lalu melihat adegan lamaran romantis itu pun langsung heboh, kemudian berlari ke dekat Karin.

"Terima! Terima!" Amira suaranya paling keras terdengar, dan dia juga tak lupa merekam momen itu dengan ponselnya.

Karin menatap sekelilingnya, dan tak berhenti tersenyum. Kemudian menatap Tara lalu mengangguk. "Iya aku mau kok Mas, jadi istri kamu."

"Yes diterima!" Tara berdiri lalu bersorak seperti orang yang habis melihat grup kesayangannya menang dalam pertandingan.

"Makasih ya sayang," Tara kemudian memasukkan cincin putih itu ke jarinya Karin, kemudian mencium kening Karin, membuat penonton semakin heboh.

Rekan Karin yang lain ikut merasa senang, tapi berbeda dengan Sabrina yang sedari tadi mengamati semuanya dari balik tembok.

Sabrina memukul tembok di hadapannya dengan penuh kekesalan. "Menyebalkan! Ini enggak adil!"

"Kenapa Karin harus bahagia, di saat aku menderita!" geram Sabrina.

Matanya tak bisa lepas dari kedua pasangan itu, dia terus menatap Karin dengan penuh amarah dan kebencian. Bahkan rasanya dia ingin menghampiri Karin lalu mengatakan bahwa Tara adalah miliknya, tapi dia tak bisa melakukannya karena kenyataannya Tara hanyalah masa lalu yang tak bisa dia lupakan.

Sabrina menghela nafas, rasa kesalnya perlahan berubah menjadi rasa sedih. Dengan perlahan perempuan itu menjatuhkan dirinya sambil bersandar di dinding. "Apa kamu tak ingat kalau hari ini, aku juga ulang tahun?"

"Apa kamu tak ingat Tara?" isak Sabrina sambil menoleh ke arah Tara dan Karin yang mulai pergi meninggakan area depan gedung.

Setelah yakin keduanya, dan juga yang lain pergi. Sabrina pun keluar dari persembunyiannya. Tanpa semangat dia melangkah ke arah mobilnya, lalu saat hendak membuka pintu mobil, tiba-tiba dia menyadari ada sebuket mawar merah tergeletak di atas kap mobilnya.

"Bunga mawar," gumam Sabrina sembari melihatnya lebih dekat. Dia mengambil, lalu mengamati bunga mawar yang indah itu. Dia mencari tahu siapa pengirimnya, tapi tak ada kartu yang terselip di sana.

"Apa jangan-jangan ini bunga dari Tara?"

1
Star Sky
mampir kak
Elfira Puspita
Jangan lupa tinggalkan komentar dan like ya, biar aku semangat updatenya /Determined//Kiss/
Abi Nawa
orang tua penyakitan merepotkan anak aja bagi i ni yg bikin anak ga bs jujur dg keadaan
Elfira Puspita: makasih udah mampir /Smile//Cry/ boleh cek karyaku yang lain ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!