Hidupku hancur, setelah pernikahan keduaku diketahui oleh istriku, aku sengaja melakukan hal itu, karena aku masih mencintainya. Harta yang selama ini kukumpulkan selama 10 tahun. Lanhsunh diambil oleh istriku tanpa tersisa satu pun. Lebih parahnya lagi, aku dilarang menafkahi istri siri dan juga anak tiriku menggunakan harta bersama. Akibatnya, aku kembali hidup miskin setelah mendapatkan karma bertubi-tubi. Kini aku selalu hidup dengan semua kehancuran karena ulahku sendiri, andai waktu bisa ku ulang. Aku tidak pernah melakukan kesalahan yang fatal untuk pernikahanku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minami Itsuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2 PERDEBATAN
“Mah, kemarin aku lihat Ayah di Mall,” ujar sang anak bernama Angga
“Kapan kamu lihat Ayah di mall?” Masalahnya, suaminya itu selalu berada di resto karena alasan sibuk jadi sangat mustahil sekali jika suaminya pergi keluar apalagi ke mall seorang diri.
“Sebenarnya kejadiannya sudah cukup lama, Mah. Angga lihat ayah di mall sama seorang perempuan dan juga anak kecil, Angga enggak sengaja lihat ayah pas Angga diajak sama teman-teman pergi ke mall.”
“Kamu yakin lihat ayah kamu di mall? Kamu enggak salah lihat kan, bukannya kamu pergi ke mall itu sudah satu bulan yang lalu ya, waktu itu kamu minta izin sama mamah, karena diajak pergi ke mall sama teman-teman.”
“Iya, Mah. Aku yakin kok, kalau itu ayah, cuman yang bikin aku heran kenapa ayah bisa jalan sama perempuan lain, bahkan ayah menggendong seorang anak kecil.” Siska langsung memeluk buah hatinya, mendengar akan hal itu membuat dada Siska sedikit bergemuruh. Bagaimana bisa suaminya pergi ke mall, sedangkan dirinya selalu menolak untuk pulang ke rumah. Ingin tidak percaya, tapi anaknya tidak pernah bohong.
“Kok bisa ya, ayah pergi ke mall tanpa mengajak kita berdua? Biasanya setiap Minggu, ayah selalu ajak kita berdua jalan-jalan, tapi kenapa ayah malah pergi dengan orang lain.” Terlihat raut wajah kecewa anaknya membuat hati Siska sakit, jika memang benar suaminya jalan dengan perempuan lain, itu artinya suaminya telah melakukan penghianatan di belakang dirinya.
"Untuk masalah ini, kamu tidak perlu ngomong sama ayah, biar mamah yang cari tahu. Siapa tahu kamu memang salah lihat." Siska sengaja berkata seperti itu, karena tidak mau mental anaknya terganggu.
Semenjak anaknya bercerita tentang suaminya yang pergi dengan orang lain. Diam-diam Siska mencari bukti perselingkuhan suaminya, ia tidak mungkin menanyakan langsung, karena yakin suaminya pasti akan mengelak. Siska juga takut akan terjadi masalah jika dugaan dia salah.
Tepat saat suaminya pulang ke rumah, Siska langsung memeriksa ponsel yang biasa dipakai oleh suaminya, tapi saat diperiksa tidak ada yang aneh ataupun mencurigakan, semuanya bersih tanpa ada yang disembunyikan bahkan ponselnya pun tidak diberikan kode sama sekali sesuai kesepakatan sebelum menikah tidak ada privasi di antara mereka berdua.
Berhari-hari Siska mencari informasi tentang suaminya tapi hasilnya nihil, suaminya selalu bersikap seperti biasa saja hanya saja lebih dingin dan cuek, akibatnya hubungan suami dan anaknya menjadi renggang.
Bahkan anaknya sudah tidak merengek lagi untuk meminta jalan-jalan kepada ayahnya, atau membeli keperluan sekolah seperti biasanya, anaknya juga mulai menolak ketika ayahnya ingin mengajaknya berbicara. Atau mengajaknya jalan-jalan.
“Mah, anak kita Kenapa ya? Kok akhir-akhir ini dia cuek banget sama aku, setiap kali aku ajak jalan-jalan dia selalu menolaknya dengan alasan sibuk dengan urusan sekolah, padahal kan setiap hari libur dia paling senang kalau diajak jalan-jalan biar otaknya tidak Stres mikirin sekolah,” tanyaku saat baru kembali dari restoran selama seminggu menginap di sana.
“Mungkin anak kita sudah muak sama kamu, Mas. Apalagi kamu selalu cuek dan tidak memperhatikan dia lagi,” jawaban Siska begitu ketus terhadap diriku. Tidak biasanya ia seperti ini?
“Kok nada bicaramu seperti itu sih! Memang salahku apa sampai Angga memperlakukan ayahnya seperti itu?”
“Coba tanyakan diri kamu sendiri kenapa anak kita bisa bersikap seperti itu sama kamu. Pasti ada sebabnya.”
“Aku rasa tidak ada yang salah dengan diriku. Aku masih sama seperti yang dulu.”
“Kamu yakin? Coba ingat-ingat lagi, kapan terakhir kali kamu mengajak anak kita jalan-jalan keluar rumah?” Aku sempat terdiam dan berpikir sejenak. Aku lupa Kapan terakhir kali mengajak anakku untuk jalan-jalan. Kemarin saja saat libur sekolah, anakku tidak mau ikut denganku. “Gimana? Kamu ingat enggak kapan terakhir kamu ajak Angga jalan-jalan? Wajar kan jika sikap anak kamu seperti itu, toh kamu juga seperti itu terhadap anak sendiri. Jadi jangan salahkan sikap anakmu!”
“Seharusnya kamu jangan mendidik anak seperti itu, ajarkan dia untuk sopan santun terhadap orang tuanya, masa ayahnya sendiri diperlakukan seperti itu sangat tidak sopan!” Siska langsung menatap tajamku. Tubuhku spontan mundur ke belakang. Wajah cantiknya cukup membuatku takut. Sepertinya ada kata-kataku yang membuat dia marah.
“Jangan sembarangan bicara ya! Aku enggak suka anakku dilebeli seperti itu oleh ayahnya sendiri. Harusnya kamu intropeksi diri. Kenapa sikap Angga seperti itu sama kamu, selama ini kan kamu selalu cuek bahkan terlihat Abai terhadap dirinya, apa kamu lupa. Hampir setiap minggu anak kita selalu meminta bahkan sampai merengek kepadamu untuk pergi jalan-jalan. Tapi kamu selalu mengatakan sibuk mengurus restoran dan yang lebih parahnya lagi kamu malah memarahi Angga, karena terlalu mengganggu!” Aku begitu terperangah dengan sikap istriku, baru kali ini aku mendengar suaranya yang cukup tinggi. Ia seperti meluapkan amarah.
“Sejak kapan suara kamu menjadi keras di depanku?” Jujur saja aku begitu tidak suka melihat cara bicara dia. Apalagi meninggikan suara di depanku.
“Kenapa? Kamu enggak suka cara bicaraku, hah! Kamu mau ribut? Iya!" Lebih baik aku mengalah saja, saat ini aku tidak mau ada keributan.
“Sudah,lah Aku rasa Angga terlalu berlebihan. Masa begitu saja dia baper, padahal dia tahu sendiri kan kalau Ayahnya memang sibuk di restoran sampai menginap segala loh. Cobalah kamu kasih pengertian lagi ke Angga, kalau ayahnya sibuk cari uang untuk masa depan dia.”
"Entah kenapa mendengar ucapan kamu membuat hati kecilku sedikit tidak percaya. Aku merasa seperti ada sesuatu yang disembunyikan olehmu, Mas. Dan untuk anak kita, kenapa kamu harus menuntutku untuk memberikan pengertian terhadap Angga? Seharusnya kamu sebagai ayahnya ikut andil dong.”
“Kamu ini ngomong apa sih! Apa maksud kamu bicara seperti itu. Mengatakan aku menyembunyikan sesuatu. Dan satu lagi, kamu kan, ibunya. Angga juga dekat kok sama kamu. Kenapa harus aku juga yang turun tangan?”
“Dengar ya, Mas. Aku hanya memperingatkan satu hal sama kamu. Jangan sampai membuat anak kita kecewa atas sikap kamu, cepat atau lambat suatu saat kamu akan menyesal. “
“Jangan bicara macam-macam, ya! Aku enggak suka cara bicaramu, kamu seperti mengancam sesuatu. “
“Aku bukannya mengancam , aku hanya memperingatkan, jangan sampai Angga membenci dirimu hanya karena kamu menyembunyikan sesuatu.” Mendengar kata sembunyi dari mulut istriku, membuat wajahku sedikit tegang, walau pun aku sempat tegang seperkian detik. Aku bisa mengendalikannya. Aku tidak mau Siska curiga terhadapku. Atau menimbulkan kesalah pahaman.
“Dengar, ya. Saat ini aku tidak mau ada keributan. Aku ingin mendapatkan ketenangan di rumah ini. Aku sudah cukup lelah dengan semua pekerjaan yang selalu saja menumpuk setiap hari. Lagi pula aku tidak menyembunyikan apa pun darimu." Terlihat Siska mencibirkan bibirnya, sepertinya ucapanku barusan dianggap angin lalu.
“Ya siapa tahu saja ada sesuatu yang kamu sembunyikan sampai-sampai lupa sama anak dan istri sendiri atau mungkin kamu sudah mulai bosan ya hidup dengan kita berdua?”
“Omonganmu semakin lama semakin ngaco! Padahal kita sedang membicarakan Angga, tapi kenapa jadi merembet ke mana-mana.”
“Kamu kok kayak sewot begitu sih, Mas? Kalau memang kamu tidak menyembunyikan sesuatu dariku dan juga Angga, seharusnya kamu bisa bersikap tenang.”
“Intinya aku enggak menyembunyikan sesuatu. Aku harap kamu jangan memulai pertengkaran di rumah tangga kita. Aku ingin hidup tenang. Tolong jangan cari-cari masalah.”
Dobel up, Thoor /Pray//Pray/