Kucari Kebahagiaan Di Antara Luka

Kucari Kebahagiaan Di Antara Luka

1. Menunda Pernikahan

Hujan mengguyur bumi dengan deras, membasahi jalanan dan membuat suasana kota terasa dingin. Di dalam minimarket yang ramai, para pengunjung berteduh dari hujan, mencari kehangatan di antara tumpukan barang dan minuman. Sementara Karin, dan Cakra duduk berdampingan di sebuah meja yang ada di pelataran minimarket, menikmati secup kopi instan yang masih mengepul. Aroma kopi yang menyengat sedikit meredakan rasa dingin yang tengah menyelimuti tubuh keduanya.

"Sepertinya kita harus menunda pernikahan kita, Rin," ujar Cakra tiba-tiba dengan suara yang terdengar berat.

Karin terkejut, tangan yang hendak kembali meraih cup kopi terhenti di tengah jalan. Kopi yang sedari tadi sudah dia minum, kini terasa begitu pahit di tenggorokannya.

"Apa maksudmu, Mas?" tanya Karin dengan nada suara yang mulai gemetar.

Cakra meraih punggung tangan Karin, dan berusaha menenangkan. "Kamu dengar dulu penjelasan Mas, ya. Mas punya alasan kenapa ngomong seperti ini."

Karin menelan ludah, dan degup jantungnya mulai berdebar kencang. "Apa alasannya Mas? Bukannya ibu, dan bapakmu sudah memberi kita restu?"

Cakra menghela napas dengan berat, matanya tampak sendu saat menatap sang kekasih. "Sebenarnya ... Mas sudah ditipu sama teman, Rin. Semua tabungan untuk biaya pernikahan kita raib. Diambil teman Mas yang penipu itu."

Seketika rasa kecewa dan amarah bercampur aduk dalam diri Karin. Mimpi indah yang sudah terukir jelas dalam benak, tiba-tiba terasa rapuh dan tak menentu. Bahkan rencananya hari ini Karin juga akan menemui wedding organizer, dan membayar uang muka rumah. Namun, ternyata semua tak berjalan sesuai dengan harapannya.

"Kok bisa sih Mas?" tanya Karin.

"Kok bisa kamu ditipu? Dan bisa-bisanya kamu kepikiran pakai tabungan kita? Padahal pernikahan kita itu sudah didepan mata!" Karin bertanya lagi dengan nada suara yang lebih tinggi.

Melihat Karin marah, Cakra sontak menyodorkan air mineral miliknya ke hadapan Karin. "Minum dulu, Rin. Kamu tenang dulu ya."

Karin menolak tawaran Cakra dengan kesal. "Kok bisa kamu ditipu? Temanmu itu kan orang yang kamu kenal baik. Kenapa kamu bisa percaya begitu aja, sih?"

Cakra menunduk dengan wajah yang tampak lesu. "Mas minta maaf Rin, tadinya Mas hanya ingin membuat uang kita semakin banyak. Teman Mas bilang bisnisnya itu bisa untung tiga kali lipat dalam sebulan ... makanya Mas tergiur untuk investasi di bisnisnya itu."

Karin tak bisa berkata apa-apa, dan dia tak mengerti jalan pikiran Cakra saat itu. Bisa-bisanya laki-laki 30 tahun itu tergiur penipuan seperti itu. Mana ada bisnis yang menghasilkan keuntungan berkali lipat dalam waktu singkat. Setahunya Cakra bukan orang yang mudah dibodohi.

"Mas minta maaf Rin ... tolong maafin Mas," ucap Cakra lirih.

"Mas tau kan kita ngumpulin uang itu butuh waktu bertahun-tahun. Ibu sama Bapakmu enggak merestui kita, kalau kita enggak bisa menggelar pesta hajatan, dan punya rumah sendiri sebelum menikah," kata Karin, suaranya begitu bergetar menahan emosi.

"Harusnya Mas itu ngomong dulu sama aku sebelum ngambil keputusan bodoh itu!"

Cakra menggeser kursinya lalu merangkul bahu perempuan berambut panjang itu. "Maafin Mas Rin ... Mas udah ceroboh banget, tapi beneran Mas enggak bermaksud bikin kamu kecewa."

Karin menepis tangan Cakra. "Lepas Mas! Enggak usah peluk-peluk aku segala. Kita ini lagi ditempat umum."

Cakra menjauh, dia menunduk lalu tiba-tiba memukuli kepalanya sendiri. "Bodoh! Mas bener-bener bodoh, Rin! Mas bodoh karena tergiur janji penipu itu!"

"Mas berhenti!" Karin merasa tidak nyaman dengan tingkah Cakra.

Cakra mengabaikan perkataan Karin, dan terus saja memukuli kepalanya, serta dadanya. "Biarin Rin! Mas harusnya mati aja. Mas udah bikin kamu kecewa Rin."

Karin menahan tangan Cakra. Perempuan berkemeja maroon itu menghentikan kelakuan Cakra karena orang-orang mulai memandang ke arah mereka. "Mas ini ngapain sih kayak gitu? Malu tau diliatin banyak orang!"

Cakra masih tertunduk. "Mas pantas Mati, Rin. Mas udah bikin kamu kecewa."

Karin melihat air mata di sela pelupuk kekasihnya, dan dia merasa Cakra sungguh menyesali perbuatannya.

"Mas sudahlah ... aku enggak kecewa atau marah kok sama kamu. Aku tahu kamu juga pasti enggak mau semua ini kejadian." Karin mencoba ikhlas, dan berusaha menenangkan Cakra.

"Beneran kamu enggak marah sama Mas?" tanya Cakra, masih dengan nada sedih.

Karin mengangguk. "Iya Mas, aku enggak marah kok. Kamu jangan bilang mati-mati kayak gitu ya. Lagipula setelah kupikir-pikir kita bisa..."

"Kita bisa menunda dulu kan? Kamu setuju kan kalau kita menunda lagi setahun?" Potong Cakra sebelum Karin menuntaskan ucapannya.

Karin terdiam, matanya menatap Cakra penuh selidik. Dia merasa aneh dengan nada bicara Cakra yang tetiba berubah menjadi lebih bersemangat, dan wajahnya juga tampak lebih cerah. Karin bahkan tak sempat mengutarakan idenya tentang menyelenggarakan pernikahan sederhana saja di KUA.

Karin mengangguk pelan, dan tak mampu berkata apapun lagi. Sementara laki-laki yang mengenakan jaket varsity itu mulai menegakkan posisi duduknya. Dia terlihat baik-baik saja kini, dan sesekali tersenyum sendiri, membuat Karin jadi curiga. Namun perempuan itu berusaha menepis kecurigaannya. Dia tak mau berburuk sangka kepada kekasihnya sendiri.

Karin memilih larut dalam kebisuan, hingga tak terasa hujan pun mulai mereda.

"Hujannya sudah reda Rin. Sekarang Mas antar kamu pulang ya. Mas mau jelasin semuanya sama ibu kamu," ujar Cakra.

Karin menggeleng sambil menahan tangan Cakra yang akan menempelkan helm di kepalanya. "Aku pulang sendiri aja Mas, kita jelasin sama ibuku nanti aja."

Karin tak bisa membayangkan bagaimana reaksi ibunya, dan adiknya kalau mendengar penundaan pernikahannya. Ibunya ingin segera menimang cucu. Sementara adiknya ingin Karin segera menikah, agar bisa segera melangsungkan pernikahan dengan kekasihnya.

"Baiklah kalau menurut kamu baiknya begitu," jawab Cakra.

Karin sebenarnya masih ingin mengutarakan idenya tentang menikah sederhana, tapi melihat sikap Cakra membuat Karin ragu untuk mengucapkannya.

"Ya udah Mas duluan ya, takut keburu hujannya turun lagi," pamit Cakra sambil mengelus pucuk kepala Karin.

"Hati-hati dijalan Mas, kalau sudah sampai kabari aku," kata Karin.

"Iya kamu juga," jawab Cakra.

Cakra menaiki motor maticnya lalu meninggalkan Karin, dan Karin pun memutuskan memesan sebuah taksi online karena takut hujan akan turun kembali.

"Taksinya dekat, kayaknya sebentar lagi datang," gumam Karin.

Karin berlari ke pinggir jalan, lalu menunggu taksi online yang dipesannya. Tak lama sebuah mobil berwarna hitam yang bertipe sama dengan yang dia pesan berhenti tepat di hadapannya. Tanpa melihat plat nomornya Karin masuk begitu saja ke dalam mobil tersebut.

"Halo Pak," sapa Karin.

"Eh!" Sang supir tampak terkejut saat melihat Karin masuk. Dia bahkan menatap Karin cukup lama.

"Tujuannya sesuai aplikasi ya Pak," kata Karin sambil berusaha tersenyum pada supir itu.

Supir itu terdiam, lalu menatap Karin dari balik spion. "Tujuannya kemana ya Mbak?"

"Tujuannya kan sudah tertera di aplikasi Pak," jawab Karin.

"Bisa sebutin aja enggak Mbak. Kebetulan aplikasi saya lagi error."

Tak ingin ambil pusing Karin pun menyebutkan alamatnya, lalu supir itu mulai melajukan mobilnya ke arah rumah Karin.

Tak sengaja Karin mengamati penampilan sopir yang mengemudi, dan dia baru sadar kalau penampilannya sedikit berbeda dengan driver yang biasanya dia temui. Penampilannya terlalu rapi untuk seorang supir online. Baru kali ini Karin melihat supir memakai jas dan kemeja. Atau mungkinkah supir ini baru selesai mendatangi pesta pernikahan?

Karin menggelengkan kepala, berhenti memikirkan hal yang menurutnya tak penting itu. Karena saat ini yang lebih penting adalah memikirkan nasib sedih yang tengah menimpanya. Lalu sontak dia teringat kalau dia seharusnya juga memberi tahu pembatalan pernikahan ke pihak wedding organizer.

"Pak kita ubah tujuannya, saya enggak jadi pulang," kata Karin cepat.

Supir itu menghela nafasnya. "Baik, jadi kita mau kemana mbak?"

"Kita ke Valencia Wedding Organizer yang di jalan lumbung," jawab Karin.

Sopir itu mengerenyitkan keningnya mendengar nama tersebut, lalu tak lama mengangguk.

Mobil pun berputar arah ke tempat wedding organizer. Dalam perjalanan hujan kembali turun. Karin terus memandang keluar jendela. Perasaannya terasa semakin galau karena hujan yang turun juga alunan musik patah hati tahun 2000-an dari pemilik mobil.

Karin terus memandang keluar jendela, hingga tak sengaja saat terjebak kemacetan di depan sebuah cafe, dia melihat sesuatu kendaraan yang tak asing terparkir di sana.

"Itu kan motor..." gumam Karin.

Takut salah mengenali, Karin pun mengelap kaca di sampingnya agar pandangannya lebih jelas, dan matanya semakin terbelalak saat melihat ke sebuah meja yang ada di pelataran cafe. Sebuah pemandangan yang tak bisa dia percaya.

"Pak berhenti. Saya mau turun disini!" teriak Karin spontan.

Terpopuler

Comments

Star Sky

Star Sky

mampir kak

2024-12-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!