Kinara yang baru menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi luar negeri segera pulang ke kampung halamannya untuk segera bertemu dengan kakak kandungnya yang sejak lama tinggal bersama sang nenek.
Namun hal tak terduga terjadi, kakaknya yang ditemukan tak bernyawa di belakang sekolah, menimbulkan berbagai spekulasi.
Mampukah Kinara menyibak rahasia kematian sang kakak ?.
Yuk baca cerita lengkapnya disini, dan jangan lupa like serta dukungannya agar Kinara bisa menyibak rahasia kematian sang kakak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qiana Lail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 31. Pria bertopeng 2
Tak lama datang beberapa pelayan yang menyiapkan hidangan di meja, pria bertopeng itu mempersilahkan Black menikmati hidangan yang disajikan.
Dengan sopan Black menerima niat baik itu meskipun ia tau hal itu dilakukan untuk memikatnya. Seolah-olah memperlakukan tamu dengan sopan padahal ada niat tersembunyi di baliknya.
Black dengan cepat menelan obat penawar yang sudah disiapkan sebelumnya. Setelah beberapa saat ia seolah-olah jatuh kelantai dan tak sadarkan diri.
Dan disaat itulah ia menempelkan sebuah benda yang sangat kecil di sepatu pria bertopeng itu.
"Maaf anak muda, aku tidak bermaksud buruk. Aku hanya tidak ingin jati diri ku terungkap dihadapan orang lain terutama sesama anggota mafia." ucap Pria bertopeng itu sambil tersenyum puas.
Dengan gerakan tangan ia memanggil dua orang kepercayaannya untuk memindahkan tubuh Black ke suatu tempat. Dengan lihai Black menandai lokasi yang mereka lewati.
Begitu juga dengan alat pelacak yang ia tempelkan di sepatu pria bertopeng itu. Secara otomatis semua informasi itu masuk ke sistem informasi yang dimiliki oleh Dom Anggels.
Black dibawa menggunakan mobil menuju ke suatu tempat yang lumayan jauh dari Mansion Abimanya. Setelah lama akhirnya mereka sampai disebuah Vila yang tidak jauh dari pantai karena Black mendengar deburan ombak.
"Tempatkan tamu ini disebuah kamar yang telah dipesan oleh tuan." ucap pria yang membawa Black itu.
Tubuh Black diangkat oleh dua orang dan ia kini ditempatkan disebuah kamar yang ada dilantai dua.
Setelah memastikan bahwa Black tidak menggunakan penutup wajah, pria yang membawa Black mengambil beberapa gambar wajah Black. Setelah itu mereka pergi meninggalkan Black yang masih terpejam.
Black membuka matanya saat ia yakin bahwa tidak ada orang lain yang ada didalam ruangan itu.
Sudut mulutnya menyunggingkan senyuman mengejek. Dengan keahliannya ia merusak cctv yang ada didalam ruangan itu.
Setelah memastikan keadaan aman, Black mulai meretas sistem keamanan di rumah yang ia tempati saat ini.
"Mari kita mulai permainan ini paman, mulai detik ini kau akan menyesal karena telah membawa aku ke tempat ini." seringai terlihat disudut mulut Black.
Sementara Kinara melajukan motornya ke rumah rahasia yang ditempati oleh Kinan selama ini.
Sayangnya ia harus menelan kekecewaan saat sampai ditempat itu. Rumah itu kini sudah rata dengan tanah. Menyisakan puing-puing reruntuhan bangunan.
"Kau akan menanggung semua yang terjadi paman." ucap Kinara dibalik helem yang ia kenakan.
Matanya menyipit mencari cctv yang pernah ia pasang dibeberapa titik tempat itu. Ia melakukan motornya menuju sebuah warung makan di pinggir jalan yang tak jauh dari tempat yang ia tuju.
Kini Kinara sedang menikmati semangkuk bakso dan juga satu gelas es teh. Ia menikmatinya sambil memeriksa rekaman cctv di ponselnya.
Setelah beberapa saat terlihat pria bertopeng memukul Boy dan mendorong tubuh pria lemah itu hingga ia tersungkur di tanah. Darah segar mengalir dari sudut mulutnya.
"Tunjukan dimana rumah yang selama ini ditempati oleh Kinan !." ucap pria bertopeng itu sambil mencengkram dagu Boy.
Boy hanya meringis menahan sakit tanpa mengucapkan sepatah katapun. Namun sayangnya hal itu membuat pria bertopeng itu kehilangan kesabarannya.
Dengan ganas pria bertopeng itu menghajar Boy yang sudah babak belur. Hingga tubuh lemah itu tidak bergerak sedikitpun.
"Periksa semua tempat di sini, aku yakin tempat itu ada disini, karena aku sering melihat Boy berada di lokasi ini." ucap pria bertopeng itu.
Anak buah yang mendengar perintah itu langsung menyebar ke seluruh tempat. Dan setelah menunggu beberapa saat salah satu dari mereka menunjukkan sebuah rumah yang selama ini menjadi tempat persembunyian Kinan.
Pria bertopeng itu langsung menuju rumah kosong yang sudah sangat reot itu dan memeriksa ke seluruh ruangan.
Dan ia hanya menemukan sebuah pintu rahasia yang tidak dapat ia buka. Dengan amarah yang sudah di ubun-ubun, pria bertopeng itu memerintahkan anak buahnya untuk membakar rumah yang hanya terbuat dari anyaman bambu usang itu.
Sayangnya sekeras apapun usaha yang mereka lakukan, rumah yang terlihat reot itu tak mampu dibakar.
Hal itu membuat mereka tercengang termasuk Kinara. Mereka tidak pernah menyangka bahwa rumah yang mereka sangka terbuat dari anyaman bambu itu ternyata adalah rumah yang terbuat dari beton.
"Bawa alat-alat berat kemari dan ratakan bangunan itu dengan tanah !." ucap pria bertopeng itu.
Setelah itu ia pergi meninggalkan lokasi, sementara anak buahnya melakukan apa yang diperintahkan oleh pria bertopeng itu.
Dengan alat-alat yang mereka datangkan rumah yang terlihat reot itu mereka hancurkan hingga rata dengan tanah. Hanya menyisakan puing-puing bangunan saja.
Setelah melihat hal itu, Kinara dengan cepat menghabiskan pesanannya.
"Kasihan Boy, padahal anak itu sangat baik bahkan ia rela menjadi bulan-bulanan keluarga Abimanya hanya untuk melindungi nona Kinan."
"Sayangnya ia harus mengalami hal buruk setelah kepergian nona Kinan. Entah ia masih hidup atau sudah mati saat ini."
"Kau salah, nona Kinan sebenarnya belum meninggal. Ia diselamatkan oleh temannya yang bernama Arin dan juga adiknya itu."
"Bagaimana kau tau ?."
"Ssst jangan keras-keras ! Jangan sampai keluarga Abimanya mendengar ucapan kita. Aku tau kerena aku melihat dengan mata kepalaku sendiri sewaktu Arin menolong Nona Kinan."
"Benarkah ? Kalau begitu suatu saat pasti kota kita akan merasakan kedamaian seperti sebelumnya saat taun besar Abimanya membangun kota ini."
"Semoga saja itu bisa segera terwujud. Tapi kita tidak bisa berbicara banyak, kita do'akan saja, semoga nona Kinan selamat dan bisa merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya."
"Kau benar, kota do'akan saja."
Kinara yang awalnya ingin segera pergi, ia urungkan niat itu saat tanpa sengaja ia mendengar ucapan dari bangku yang agak jauh dari tempat duduknya.
"Maafkan aku Boy, karena keegoisan ku, aku membuatmu sengsara. Seharusnya aku melihat kebaikan mu, bukan silsilah keturunan mu." ucap Kinan dalam hati.
Setelah mengatur suasana hatinya, Kinara segera pergi meninggalkan tempat itu dan ia menuju rumah yang disewa oleh Bram.
Sayangnya lagi-lagi ia harus kecewa, karena rumah itu kini juga sudah tidak ada lagi. Rumah itu sudah hancur dan rata dengan tanah.
Tanpa pikir panjang lagi, Kinara menuju sebuah Vila terakhir yang ia kunjungi bersama dengan Bram.
Villa di tengah-tengah perkebunan Teh, yang juga pertama kali ia melihat sosok yang mempunyai kemiripan dengan wajahnya.
Kinara melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, ia ingin segera sampai di Villa dimana ia terkahir melihat senyuman Bram. Tak terasa air mata membasahi wajah Kinara dibalik helem yang ia kenakan.