Di tahun 70-an, kota ini penuh dengan kejahatan yang berkembang seperti lumut di sudut-sudut gedung tua. Di tengah semua kekacauan, ada sebuah perusahaan detektif swasta kecil tapi terkenal, "Red-Eye Detective Agency," yang dipimpin oleh Bagas Pratama — seorang jenius yang jarang bicara, namun sekali bicara, pasti menampar logika orang yang mendengarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairatin Khair, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34
Kembali ke kantor Red-Eye setelah pertemuan di hotel yang nyaris menjadi perangkap maut, Bagas dan tim mencoba menyusun ulang setiap petunjuk yang mereka dapatkan. Mereka tahu Sang Bayang II semakin mendekati langkah mereka, seolah-olah selalu selangkah di depan dan mengetahui setiap gerakan mereka.
Di ruang pertemuan kantor, tim Red-Eye duduk dalam keheningan yang penuh ketegangan. Armand menatap papan tulis yang dipenuhi catatan, peta, dan foto-foto yang mereka kumpulkan selama penyelidikan.
“Pak, kita mungkin berhasil meloloskan diri tadi malam, tapi saya merasa kita selalu diawasi,” kata Armand, menyuarakan ketakutan yang dirasakan oleh semua anggota tim.
Bagas memandangi timnya dengan sorot mata penuh keteguhan. “Itulah yang harus kita cari tahu. Jika mereka bisa memprediksi setiap langkah kita, ada kemungkinan besar bahwa mereka memiliki akses ke informasi kita, mungkin melalui seseorang di dalam jaringan kita.”
Siti menatap Bagas, wajahnya tampak waspada. “Pak, Anda berpikir mungkin ada pengkhianat di pihak kita?”
Bagas mengangguk dengan serius. “Mungkin saja. Sang Bayang II memiliki sumber daya yang sangat besar. Jika benar ada orang dalam di antara kita, ini akan menjadi pertarungan yang jauh lebih sulit daripada yang kita kira.”
---
Menggali Jejak di Balik Layar
Tim Red-Eye segera mengumpulkan semua laporan aktivitas dari minggu-minggu terakhir. Mereka mencoba melacak siapa saja yang memiliki akses ke informasi-informasi penting dan memastikan tidak ada komunikasi yang bocor dari pihak mereka. Mereka mulai meninjau ulang rekaman, log panggilan, dan catatan yang terkait dengan setiap anggota tim dan kontak luar.
Fani, yang bertugas sebagai analis tim, menunjukkan beberapa pola komunikasi mencurigakan yang terjadi pada beberapa malam terakhir. “Pak, saya menemukan beberapa panggilan yang dilakukan dari nomor yang tidak dikenali. Panggilan ini tidak terdaftar di kontak kita, tapi ada di log komunikasi kita.”
Siti memandang Fani dengan serius. “Panggilan ke siapa?”
Fani menghela napas. “Saya belum bisa mengidentifikasi penerimanya, tapi dari waktu dan frekuensinya, panggilan ini dilakukan setiap kali kita membuat kemajuan dalam penyelidikan.”
Bagas mengerutkan kening, merasa bahwa ini mungkin bukti adanya kebocoran informasi di dalam tim mereka. “Kita perlu melacak nomor ini. Ini bisa menjadi petunjuk siapa yang berhubungan dengan Bayangan.”
---
Ancaman dari Dalam
Malam harinya, ketika semua orang mulai pulang, Bagas dan Siti memutuskan untuk tetap di kantor. Mereka menyadari bahwa jika benar ada pengkhianat di antara mereka, maka musuh mungkin akan bertindak lebih agresif untuk menutupi jejaknya.
Bagas menatap keluar jendela kantor yang menghadap jalan yang lengang. “Kita perlu berhati-hati dalam langkah kita selanjutnya. Jika mereka tahu kita sedang menyelidiki pengkhianatan ini, kita bisa berada dalam bahaya besar.”
Siti mengangguk pelan, mencoba memikirkan langkah berikutnya. “Pak, mungkin kita bisa melakukan penyelidikan rahasia terhadap anggota tim satu per satu. Kita perlu memastikan loyalitas mereka tanpa mereka sadari.”
Bagas setuju dengan rencana itu. Mereka berdua sepakat untuk tidak memberi tahu siapa pun, bahkan Armand, demi menjaga keamanan operasi.
---
Mengamati Gerak-Gerik Mencurigakan
Selama beberapa hari berikutnya, Bagas dan Siti mulai memperhatikan gerak-gerik semua anggota tim dengan lebih seksama. Mereka mencatat setiap aktivitas yang tidak biasa dan setiap pergerakan yang mencurigakan, meskipun hanya sekilas.
Suatu hari, Siti menemukan sesuatu yang menarik saat memeriksa data dari komputer kantor. Ia melihat bahwa salah satu anggota tim, Rian, memiliki catatan login yang tidak biasa. Ternyata, Rian sering mengakses berkas-berkas sensitif di luar jam kantor.
Siti langsung memberi tahu Bagas tentang temuan itu. “Pak, saya menemukan bahwa Rian sering membuka berkas investigasi kita di luar jam kerja. Apa mungkin dia adalah pengkhianatnya?”
Bagas menatap data itu dalam-dalam, lalu menggeleng. “Kita tidak bisa langsung menyimpulkan tanpa bukti lebih kuat. Tapi ini cukup untuk kita jadikan alasan untuk menyelidiki lebih jauh.”
Mereka memutuskan untuk memantau Rian lebih dekat dan mencari tahu apakah benar ia terlibat dengan Bayangan atau hanya sekadar tindakan ceroboh.
---
Konfrontasi Tak Terduga
Beberapa hari kemudian, Siti memutuskan untuk menghadapi Rian secara langsung, mencoba untuk mencari tahu lebih lanjut tentang aktivitasnya. Siti berpura-pura tidak tahu apa-apa, mencoba berbincang santai dengan Rian mengenai pekerjaannya di Red-Eye.
“Rian, belakangan ini aku lihat kau cukup sibuk, sering lembur juga. Apa kau menemukan sesuatu yang menarik dalam kasus kita?” tanya Siti dengan nada santai.
Rian tampak canggung, lalu tersenyum kecil. “Ah, hanya melakukan pengecekan ulang saja. Saya hanya ingin memastikan tidak ada yang terlewat, Bu Siti.”
Meski tersenyum, Siti bisa merasakan ada ketegangan dalam jawaban Rian. Setelah pembicaraan itu, Siti segera memberi tahu Bagas bahwa mereka perlu mencari bukti lebih lanjut sebelum mengambil langkah selanjutnya.
---
Mengungkap Kebenaran
Malam itu, Bagas dan Siti menyusun rencana untuk mendapatkan akses ke komputer Rian tanpa sepengetahuannya. Dengan menggunakan jaringan internal kantor, mereka berhasil menemukan jejak digital yang mengarah ke komunikasi rahasia dengan nomor misterius yang terdeteksi sebelumnya.
“Ini buktinya,” kata Bagas dengan nada rendah namun penuh kemenangan. “Rian memang telah menghubungi seseorang yang tampaknya terkait dengan Sang Bayang II.”
Siti merasa lega sekaligus terkejut. “Saya tidak pernah menyangka Rian bisa berkhianat. Tapi setidaknya kita tahu musuh sebenarnya ada di dekat kita.”
Mereka berdua memutuskan untuk menghadapi Rian dan memaksa pengakuan darinya. Keesokan harinya, Bagas dan Siti memanggil Rian ke ruang pertemuan, tempat mereka berdua telah menyiapkan bukti-bukti yang menguatkan kecurigaan mereka.
---
Pengakuan yang Mengejutkan
Di ruang pertemuan, Rian tampak gelisah ketika Bagas menanyainya tentang aktivitas mencurigakannya. Bagas dengan tenang menunjukkan semua bukti yang telah mereka kumpulkan, termasuk log komunikasi dan rekaman panggilan misterius yang mengarah padanya.
Setelah beberapa saat hening, Rian akhirnya mengakui bahwa ia telah menjalin kontak dengan seseorang di jaringan Bayangan, namun ia memiliki alasan tersendiri. “Saya tidak punya pilihan, Pak. Mereka mengancam keluarga saya jika saya tidak bekerja sama dengan mereka,” ujarnya dengan wajah penuh penyesalan.
Bagas dan Siti terdiam, mencoba memahami situasi sulit yang dihadapi Rian. Meski kesal dan kecewa, mereka menyadari bahwa Rian hanyalah korban ancaman Sang Bayang II. Mereka memutuskan untuk memanfaatkan situasi ini sebagai peluang.
“Baiklah, Rian,” kata Bagas. “Jika kau bersedia bekerja sama dengan kami, kita bisa menjatuhkan Bayangan dari dalam. Kami akan memastikan keluargamu tetap aman, tapi kau harus sepenuhnya setia pada kami mulai sekarang.”
Rian mengangguk dengan penuh rasa bersalah, tetapi juga dengan tekad baru. “Saya akan membantu kalian, Pak. Apa pun yang terjadi, saya akan memastikan Bayangan ini tidak lagi mengancam siapa pun.”
---
Semangat.