🏆 Juara 3 YAAW 2024 Periode 2🏆
"Permisi Mas, kalau lagi nggak sibuk, mau jadi pacarku?"
———
Daliya Chandana sudah lama memendam rasa pada sahabatnya, Kevin, selama sepuluh tahun. Sayangnya, Kevin tak menyadari itu dan malah berpacaran dengan Silvi, teman semasa kuliah yang juga musuh bebuyutan Daliya. Silvi yang tidak menyukai kedekatan Daliya dengan Kevin mengajaknya taruhan. Jika Daliya bisa membawa pacarnya saat reuni, ia akan mencium kaki Daliya. Sementara kalau tidak bisa, Daliya harus jadian dengan Rio, mantan pacar Silvi yang masih mengejarnya sampai sekarang. Daliya yang merasa harga dirinya tertantang akhirnya setuju, dan secara random meminta seorang laki-laki tampan menjadi pacarnya. Tak disangka, lelaki yang ia pilih ternyata seorang Direktur baru di perusahaan tempatnya bekerja, Narendra Admaja. Bagaimana kelanjutan kisah mereka?Akankah Daliya berhasil memenangkan taruhan dengan Silvi? Atau malah terjebak dalam cinta segitiga yang lebih rumit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Cantik!
"Mulai sekarang, aku akan terang-terangan mengejar kamu,"
Suara Ren yang lembut namun tegas kembali terngiang di kepala Daliya. Astaga, gara-gara lelaki itu, malam ini dirinya tidak bisa tidur nyenyak!
"Astaga..bagaimana ini...," Daliya menutupi wajahnya dengan telapak tangan.
Kalau boleh jujur, sebenarnya Daliya bukannya tidak tertarik sama sekali pada Ren. Realistis saja, siapa sih wanita yang tidak terpesona melihat wajah setampan itu? Ren adalah laki-laki paling tampan yang pernah Daliya lihat seumur hidupnya, bahkan jauh lebih tampan ketimbang Kevin. Wajah itu juga alasan kenapa Daliya mendekatinya duluan untuk dijadikan pacar pura-pura.
Tapi, Daliya memilih untuk tidak langsung terbuai begitu saja. Dia pernah jatuh cinta sedalam-dalamnya pada satu lelaki, selama hampir sepuluh tahun, dan kisah itu berakhir tragis. Daliya tidak mau hatinya yang belum sembuh itu akan terluka untuk kedua kalinya. Apalagi, seperti yang pernah ia katakan pada Ren, Ia tak yakin apakah Ren benar-benar menyukainya atau hanya penasaran saja. Kalau ternyata lelaki itu hanya penasaran, maka yang selanjutnya terjadi adalah dirinya akan ditinggalkan dan kembali jatuh sendirian. Daliya tak mau mengambil resiko yang bisa merugikan dirinya sendiri.
"Sebenarnya, apa yang dia lihat dariku?" Daliya bangkit dari kasur, kemudian bercermin pada kaca besar yang berada di sudut kamar. Ia cermati wajahnya di depan cermin, mencoba mencari kelebihannya di sana.
"Tidak ada yang istimewa," Daliya mendengus. "Aku benci mengakuinya. Tapi Silvi bahkan jauh lebih cantik dariku," keluhnya lagi. Daliya kemudian turun perlahan memandang bentuk tubuhnya, barangkali ada yang istimewa di sana.
"Apa ini? Kenapa depan dan belakangku rata seperti papan?" Daliya menghela napas jengkel, kemudian ia tutupi cermin itu dengan handuk sehingga pantulan dirinya tidak lagi terlihat. "Tuh, kan? Mana mungkin dia menyukai aku yang seperti ini?"
Daliya akhirnya kembali merebahkan tubuhnya ke atas kasur. "Sudahlah, tidak usah dipikirkan. Anggap saja angin lalu,"
Begitulah yang dikatakan Daliya malam itu. Tapi, esok paginya, Daliya sudah sibuk berdiri di depan cermin besar itu lagi, kali ini sambil mencocokkan beberapa pakaian.
"Kayanya warna yang ini lebih cocok deh. Warna kulitku jadi kelihatan lebih cerah," Daliya mematut dirinya di depan cermin. "Ah, jangan deh, kelihatan berlebihan banget!" ucapnya sedetik kemudian.
Urusan memilih pakaian selesai setelah hampir dua jam. Setelah itu Daliya sibuk memakai make-up, menata rambut, dan memilih sepatu. Kali ini ia menjatuhkan pilihannya pada sepatu berhak tinggi. Sebuah pilihan yang langka karena biasanya Daliya hanya memakai sepatu kets.
Tak, tak, tak, begitu sepatu Daliya berbunyi setiap kali kakinya melangkah.
"Selamat pagi Mbak Daliya. Buset, hari ini cantik bener, mbak?" puji Pak Satpam saat melihat kedatangan Daliya. Daliya memamerkan senyumnya yang paling manis.
"Memang biasanya nggak cantik, Pak?" goda Daliya berkelakar.
"Ya tetep cantik sih Mbak. Tapi kok hari ini kelihatannya cuantik banget. Ada acara apa toh?"
"Nggak ada acara apa-apa loh, Pak. Cuma pengen ganti suasana aja," kilah Daliya sebelum ia melangkah masuk ke dalam lift. Yah, mana mungkin dia bilang melakukan semua ini demi Ren, kan?
Memang, meskipun Daliya masih menyangkal tentang perasaan Ren padanya, tetap saja Daliya ingin tampil cantik di depan lelaki itu. Bagaimanapun, itu adalah insting wanita untuk menarik perhatian laki-laki yang menyukainya. Apalagi Ren sudah bicara terang-terangan akan mengejarnya, tentu saja mulai sekarang Daliya harus mulai menunjukkan pesonanya.
Daliya langsung berbelok ke ruang meeting untuk menyiapkan segala sesuatu. Hari ini adalah jadwal meeting ulang antara Direktur dengan tim marketing. Alasannya tentu karena laporan mereka kemarin ditolak mentah-mentah oleh Ren.
Saat membuka pintu ruangan itu, tampak sudah ada Hani dan beberapa anggota timnya berada di sana.
"Astaga, Lo bikin Gue kaget aja deh," sembur Hani sambil mengelus daddanya sendiri. "Gue pikir yang datang Pak Direktur,"
"Takut, ya?" goda Daliya. "Lagian kok kamu bisa kecolongan, sih?"
"Gue lagi sibuk sama proyek yang lain, makanya Gue alihin ke Andin. Tapi ternyata Andin malah ngasih tugasnya ke anak magang," Hani menjelaskan sambil memijit keningnya. Beberapa saat kemudian, ia menatap Daliya dari ujung kepala sampai kaki. "Lo kesambet apaan?"
"Hah? Memangnya kenapa?"
"Iya loh, kok kamu cantik banget sih hari ini?" Zafran menghampiri mereka berdua. "Mana pakai heels segala,"
"Aneh, ya?" Daliya tiba-tiba menjadi tidak percaya diri karena sekarang semua orang di ruangan itu sedang menatap ke arahnya.
"Nggak kok, cantik banget!" seru seorang karyawan laki-laki. "Nah, begini terus dong dandannya, bikin mata seger!" ucapnya lagi yang membuat Daliya langsung tersipu malu.
"Kalau mau seger, mata Lo masukin ke freezer!" Hani menyahut galak, yang membuat semua orang tertawa terbahak-bahak.
"Ekhem!" suara berat dari Ren sontak membuat suasana menjadi hening. Hani dan anggota timnya segera duduk di kursi masing-masing, sementara Daliya mempersilahkan Ren untuk berjalan lebih dulu. Daliya tersenyum malu-malu dan melirik ke arah Ren yang...tidak menatapnya sama sekali.
Hah? Kenapa rasanya kecewa ya?
"Oke, laporan kemarin sudah diperbaiki?" Ren bertanya pada Hani, dengan suaranya yang berat dan tegas seperti biasa.
"Sudah Pak," Hani segera memberikan berkas laporannya pada Ren.
Ren tampak membolak-balikkan halaman berkas, membaca isinya dengan cermat. Lalu ia menganggukkan kepalanya. "Bagus, ini yang saya mau,"
Setelah itu, rapat pun berlangsung dengan kondusif. Tanpa Ren yang marah-marah sambil membanting berkas lagi.
"Daliya," Ren memanggil saat mereka berdua keluar dari ruang meeting. Daliya sontak mendongak sambil tersenyum. Apa sekarang Ren mau memuji penampilannya?
"Setelah ini jadwalnya apa?"
Senyum Daliya langsung luntur begitu saja. Ternyata mau membahas pekerjaan toh.
"Belum ada jadwal apapun sampai makan siang Pak," Jawabnya singkat. "Bapak bisa istirahat dulu sambil cari sarapan,"
"Kalau kamu?"
"Ya?"
"Setelah ini kamu mau kemana?"
"Mungkin...beli kopi di bawah?" jawab Daliya setelah berpikir sejenak.
"Ya sudah, ikut saya saja,"
"Hah? Kemana?"
Ren menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Daliya. Membuat gadis itu kewalahan mengikuti dan hampir menabrak Ren yang ada di depannya. Beruntung Ren dengan sigap menangkap pinggangnya.
"Makan bareng aku. Sayang banget kamu udah dandan cantik-cantik gini masa dianggurin," ucapnya sambil menggamit dagu Daliya.
tulisannya juga rapi dan enak dibaca..
semangat terus dlm berkarya, ya! 😘
ujian menjelang pernikahan itu..
jadi, gausah geer ya anda, Pak Direktur..
tanpa gula tambahan, tanpa pemanis buatan..