Aisha berjalan perlahan mendekati suaminya yang terlihat sedang menelepon di balkon, pakaian syar'i yang sehari-hari menjadi penutup tubuhnya telah dia lepaskan, kini hanya dengan memakai baju tidur yang tipis menerawang Aisha memberanikan diri terus berjalan mendekati sang suami yang kini sudah ada di depannya.
"Aku tidak akan menyentuhnya, tidak akan pernah karena aku hanya mencintaimu.."
Aisha langsung menghentikan langkahnya.
Dia lalu mundur perlahan dengan air mata yang berderai di pipinya, hingga ia kembali masuk ke dalam kamar mandi, Alvin tidak tahu jika Aisha mendengar percakapan antara dirinya dengan seseorang di ujung telepon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cantik
Merasa terus ditatap Aisha menjadi sangat risih.
"Maaf dok. Saya tidak memakai baju," ucap Aisha pelan.
Wanita itu tersenyum, sambil kemudian mendekati Aisha.
"Tidak apa-apa. Biar aku lihat lukamu dulu," ucapnya dengan ramah.
Mereka berdua duduk di atas tempat tidur. Aisha duduk membelakangi Anita
"Anita. Panggil saja Anita. Jangan dokter," ucap Anita sambil mengamati punggung Aisha yang kemerahan.
Aisha hanya mengangguk kecil.
"Untung saja lukanya sepertinya tidak parah," ucap Anita lagi yang langsung membuat Aisha lega.
"Aku akan mengolesinya dengan salep."
Aisha mengangguk.
Dengan sangat hati-hati, Anita mengobati luka Aisha dengan salep yang sudah dia bawa.
"Sedang apa kamu malam-malam di dapur?" tanya Anita sambil terus mengoleskan salep pada punggung Aisha.
"Memasak."
"Memasak? Jam segini?"
"Memasak untuk sahur," jawab Aisha pelan.
"Oh ..." jawab Anita mengerti.
Sembari terus mengobati lukanya, Anita terus menerus mengagumi kulit Aisha yang putih bercahaya, padahal dirinya tahu pasti jika Aisha pasti tidak pernah melakukan perawatan tubuh.
"Sudah. Sementara jangan dulu memakai baju, biarkan salepnya meresap dulu."
Aisha mengangguk, dia sedikit merasa lebih baik sekarang, salep yang dioleskan pada lukanya membuat sedikit rasa terbakar itu hilang.
"Terima kasih," ucap Aisha membalikkan tubuhnya.
Anita mengangguk sambil tersenyum ramah.
"Maaf pasti sudah mengganggu anda malam-malam begini."
Anita langsung menggelengkan kepalanya.
"Tidak apa-apa, kami dokter sudah biasa."
Anita terus menatap lekat wajah Aisha dan mengaguminya karena tanpa polesan make up sedikitpun, Aisha sudah sangat cantik menurutnya.
Dan Jujur saja, itu membuatnya sedikit iri, sekaligus ketakutan.
"Kenapa kamu tidak mau diobati oleh suamimu sendiri? Dia juga seorang dokter."
Aisha tampak kaget dengan pertanyaan Anita, dia tampak gelagapan untuk menjawabnya karena tidak mungkin baginya menceritakan masalah rumah tangganya pada orang asing yang baru dikenalnya.
Anita mengerti jika pertanyaannya membuat Aisha tidak nyaman.
"Maafkan aku, bertanya hal pribadi padamu."
"Tidak apa-apa," jawab Aisha berusaha tersenyum.
"Oh iya. Maukah kamu berteman denganku?" tanya Anita dengan bersemangat
Aisha langsung melihat Anita lalu mengangguk sambil tersenyum.
"Baiklah. Mulai sekarang kita akan berteman baik." Anita terlihat senang.
Tiba-tiba terdengar ketukan pintu.
"Bagaimana?" tanya Alvian yang rupanya menunggu kabar sedari tadi luar kamar.
"Lukanya tidak parah, aku sudah mengolesinya dengan salep," jawab Anita dengan suara sedikit keras.
Tak ada jawaban dari luar, rupanya Alvian yang kini merasa lega berjalan mendekati sofa dan duduk terkulai lemas disana.
Alvian melihat jam dinding, sudah pukul 04.24.
Dirinya tahu jika tadi Aisha memasak untuk makan sahur, karena dia juga tahu istrinya itu rajin berpuasa, hampir sering dia mendengar Aisha memasak pada dini hari seperti ini.
Namun bagaimana bisa istrinya itu tersiram air panas masih menjadi pertanyaannya.
Lalu dia menduga-duga jika mungkin kerudung panjangnya tersangkut pada panci.
Alvian menjadi merasa jengkel melihat tingkah Aisha, seharusnya pada dini hari seperti itu, disaat dirinya pasti sedang tertidur lelap, tak masalah bagi Aisha keluar dan memasak tanpa menggunakan jilbabnya. Toh siapa yang akan melihatnya.
Tadi, bukan hanya dengan jilbab panjangnya, dirinya melihat Aisha tadi bahkan lengkap dengan cadarnya.
Alvian menggeleng-gelengkan kepalanya.
Dia lalu mengingat kembali ucapan Aisha, alasannya tak ingin memperlihatkan wajahnya adalah takut jika dirinya tergoda.
"Hah. Tergoda? Percaya diri sekali dia takut aku tergoda jika melihat wajahnya." gumam Alvian sambil tersenyum sinis.
"Kamu pasti akan tergoda," ucap Anita yang datang tiba-tiba mengagetkan Alvian. Rupanya gumaman Alvian terdengar olehnya.
Alvian langsung terlihat salah tingkah.
Anita duduk di sampingnya.
Tubuhnya dia rebahkan pada sandaran sofa, melihat lampu di atasnya dengan tatapan kosong.
"Dia cantik," ucap Anita pelan.
Alvian kaget, melirik Anita disampingnya.
"Sangat cantik, wajar kalau dia bicara kalau kamu akan tergoda jika melihat wajahnya," ucap Anita lagi juga sambil melihat Alvian disampingnya.
"Kamu tahu, aku iri padanya. Kecantikannya terjaga. Hanya orang beruntung yang bisa melihat wajahnya. Tidak sembarang orang terutama laki-laki. Kamu itu beruntung Al."
Alvian mengerutkan keningnya.
"Apa yang kamu bicarakan?" tanya Alvian
"Secantik apapun dia, aku tidak mencintainya." Alvian memegang tangan Anita.
"Belum." Anita menatap Alvian lekat.
"Jangan katakan tidak karena kamu tidak tahu kedepannya," lanjut Anita.
Alvian tertegun.
***
Aisha mencoba kembali mengenakan bajunya karena sudah merasa lebih baik.
Setelah melaksanakan shalat subuh dan mengaji dia berniat ke dapur untuk membuat teh.
Keluar kamar dia merasa kaget melihat suaminya Alvian tidur di sofa.
Namun dia memilih untuk tak menghiraukannya, terus menuju ke dapur.
Tiba-tiba dia dikagetkan oleh suara pintu kamar Alvian yang terbuka, melihat Dokter Anita keluar dari sana lebih membuatnya kaget.
"Saya pikir anda sudah pulang," ucap Aisha.
Anita yang sepertinya baru bangun tidur menggelengkan kepala sambil menguap.
"Tadi aku ngantuk sekali, jadi tidur sebentar disini," ucap Anita sambil duduk di atas meja makan.
"Saya akan buatkan teh."
Anita mengangguk, dia lalu melihat Aisha yang sibuk membuat teh di depannya.
Aisha. Wanita di hadapannya terlihat anggun dengan pakaian syar'i lengkap dengan cadar yang dikenakannya. Tak akan ada orang yang tahu jika dibalik penampilannya yang tertutup, ada karunia Tuhan yang sangat indah di baliknya.
Anita lalu melihat Alvian yang tidur di atas sofa, berpikir jika sebenarnya kekasihnya itu beruntung mendapatkan Aisha, selain karena dia yakin jika Aisha berhati baik, Alvian tidak tahu jika Aisha sangatlah cantik.
Cantik. Kata-kata itu yang selalu dia sebut semenjak bertemu dengan Aisha, walaupun dirinya juga perempuan yang juga menurut beberapa orang juga cantik, namun melihat Aisha entah mengapa seakan membuatnya rendah diri. Seolah-olah tahu jika mereka disandingkan sudah pasti Aisha yang jadi pemenangnya.
Dia kini merasa takut. Perasaan itu menggerayangi hatinya.
"Ini tehnya," ucap Aisha sambil menyodorkan teh membuat Anita yang melamun kaget.
"Makasih." Anita segera mengambil cangkir teh dan menyeruputnya pelan.
Dia lalu melihat jam di tangannya.
"Aku harus pergi sekarang," ucap Anita sambil berdiri.
"Terima kasih sekali lagi," ucap Aisha.
"Iya," jawab Anita sambil tersenyum.
"Nanti aku akan kesini lagi untuk melihat lukamu."
Aisha mengangguk.
"Oh iya, setengah jam lagi tolong bangunkan dia, ada jadwal operasi pagi ini," ucap Anita sambil menunjuk Alvian dan pergi dengan terburu-buru.
Aisha terdiam. Dia tak mengiyakan hingga Anita pergi.
Aisha melihat Alvian yang tertidur pulas.
"Bagaimana caraku membangunkannya?" gumam Aisha.
Setengah jam kemudian
"Bangun." Aisha berkata dengan sedikit keras.
Alvian tetap tidur dengan tidur pulas.
"Bangun, ini sudah pagi," ucap Aisha dengan sedikit lebih keras lagi.
Tetap. Itu tak membangunkan suaminya.
Aisha menghampirinya lebih dekat, ragu-ragu melihat tangannya, dengan ragu-ragu juga menggoyangkan perlahan tubuh suaminya dengan ujung telunjuknya.
"Bangun, ini sudah pagi. Katanya ada operasi hari ini."
Akhirnya suaminya terbangun, tubuhnya menggeliat.
"Iya sayang. Aku akan bangun. Apa kamu sudah siap? Kita berangkat ke rumah sakit sekarang, aku mandi disana saja." Alvian beranjak bangun untuk duduk sambil mengucek matanya, tanpa melihat Aisha di depannya.
"Pacar anda sudah berangkat duluan, dia memintaku untuk membangunkan anda."
Alvian tersentak langsung berdiri melihat Aisha di hadapannya.
kayaknya Andre yg bakal jadi jodoh kak Siti...