“Kau akan menjadi pacar eksklusifku selama batas waktu yang tak ditentukan. Rubah penampilan kuno-mu itu. Aku tak suka melihat penampilan burukmu itu. Jika kau menolak perjanjian ini, kau bisa mengundurkan diri dari perusahaanku,” ucap Dimitrei Uvarov—seorang CEO di mana Thalia Brown bekerja. Thalia yang sangat membutuhkan pekerjaan saat ini dan tak punya pilihan jawaban lain, akhirnya mengangguk setuju. “Baiklah, Tuan. Aku menerima dan tak menolak perjanjian ini.” Siapa yang bisa menolak pesona Dimitrei Uvarov— putra angkat dari seorang mafia kawakan yang cukup terkenal di dunia bawah. Namun, alih-alih melanjutkan usaha sang ayah angkat, Dom Petrov, yang terbilang sangat sukses, Dimitrei justru membangun dinasti kejayaannya sendiri meskipun semua modal dibiayai oleh ayah angkatnya. Melihat kehidupan sang ayah angkat yang selalu ditinggalkan wanita dan tak pernah mendapatkan cinta sejati, membuat Dimitrei tak berniat untuk menikah karena baginya itu adalah hal yang sia-sia. Namun, berbeda dengan Dom yang menginginkan Dimitrei membangun rumah tangga dengan wanita yang tepat. Kondisi kesehatan Dom yang memburuk membuat Dimitrei akhirnya menyetujui perintah Dom untuk menjalin hubungan dengan wanita yang akan diseleksi langsung oleh Dom. Dan pilihan itu jatuh pada pegawai culunnya yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata yaitu Thalia Brown.
Follow ig : zarin.violetta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perhatian Dimitrei Yang Besar
“Kondisinya stabil, tapi dia harus banyak beristirahat dan jangan terlalu banyak berjalan dulu sampai bengkak di kakinya berkurang,” kata dokter dengan suara tenangnya.
Dimitrei mengangguk, mengucapkan terima kasih sebelum dokter itu pergi. Pintu kamar tertutup dengan pelan, meninggalkan Dimitrei sendirian bersama Thalia.
Thalia masih terbaring di tempat tidurnya, mencoba menemukan posisi yang nyaman. Tubuhnya lemah dan wajahnya pucat, tetapi mata indahnya yang sendu tetap memancarkan semangat.
Dimitrei bahkan ikut membantu membenarkan posisi tidurnya agar lebih nyaman.
Thalia merasa canggung dengan perhatian besar yang diberikan Dimitrei. Selama ini, Thalia tidak pernah merasakan perhatian sebesar itu dari siapapun, dan kini, kekasih kontraknya itu hadir dengan begitu tulus dan setia di sisinya.
Dan sayangnya hubungan ini hanya sementara saja dan hanyalah sebuah perjanjian semata.
“Bagaimana keadaanmu sekarang?” tanya Dimitrei dengan pelan, dan kemudian duduk pinggir ranjang.
Thalia tersenyum lemah, berusaha mengabaikan rasa sakit yang menggerogoti tubuhnya. “Sedikit lebih baik,” jawabnya, meskipun dalam hatinya dia tahu bahwa itu adalah setengah kebohongan.
Hanya dengan kehadiran Dimitrei di sisinya, Thalia merasa sedikit lebih kuat. 'Seandainya dia benar-benar kekasihku,' batin Thalia.
“Aku senang mendengarnya,” kata Dimitrei, memegang punggung tangan Thalia. Dia menatap mata Thalia, berusaha menyampaikan semangatnya tanpa kata-kata.
“Dimi, kau tidak perlu selalu ada di sini. Aku tidak ingin merepotkanmu. Aku tahu kau sangat sibuk di perusahaan. Aku tak masalah jika hanya bersama pelayan saja,” kata Thalia dengan suara pelan, mencoba menyembunyikan perasaan canggungnya.
'Tidak, sebenarnya aku ingin kau di sini,' batin Thalia mengatakan sebaliknya.
Thalia semakin ingin mendapatkan perhatian yang besar dari Dimitrei karena ini hanyalah sementara dan memiliki jangka waktu yang tak lama.
Selama ini, Thalia terbiasa menjalani semuanya sendirian, tanpa ada yang benar-benar peduli padanya.
Dimitrei menggelengkan kepala. "Aku akan bekerja dari sini. Semua staf akan meeting di mansion ini mulai nanti siang sampai kau sembuh."
Thalia merasa hatinya meleleh mendengar kata-kata Dimitrei meskipun dia masih belum sepenuhnya terbiasa dengan perhatian yang diberikan Dimitrei.
Selama ini, Thalia selalu berpikir bahwa dia harus kuat sendirian, tetapi sekarang, dengan Dimitrei di sisinya, dia merasa beban itu sedikit lebih ringan.
'Seandainya ini bukan hubungan pura-pura, aku akan sangat bahagia, Dimi.' Thalia menggumam dalam hatinya.
Thalia menatap mata Dimitrei, merasa air mata sudah menggenang di pelupuk matanya namun dia menahannya.
Dia merasa begitu dihargai, sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Dalam sekejap, semua perasaan canggung itu hilang, digantikan oleh perasaan hangat dan nyaman yang memenuhi hatinya.
Thalia hanya mengangguk karena jika dia berbicara, maka suaranya akan bergetar karena menahan tangis yang pastinya akan pecah.
"Aku akan membeli kursi roda untukmu. Aku tahu kau akan merasa bosan jika harus berada di kamar." Dimitrei beranjak dari tepi ranjang.
Thalia kembali mengangguk dan tersenyum, berusaha tak mengerjap karena air matanya sudah mengumpul di pelupuk mataya.
'Cepatlah keluar, Dimi. Air mataku akan mengalir setelah ini,' batin Thalia.
"Aku akan keluar dulu, telepon pelayan jika kau membutuhkan bantuan. Aku tak akan menutup pintunya."
Thalia mengangguk saja dan menggigit bibirnya. Lalu tanpa disangka, Dimitrei mengusap kepala Thalia sebelum pria itu berbalik pergi.
Thalia akhirnya mengerjapkan matanya hingga air matanya menetes ketika Dimitrei sudah keluar dari kamarnya.
Wanita itu menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan menangis pelan.
Tak lama kemudian Thalia menutup kepalanya dengan selimut karena dia masih merasa berat jika nanti harus berpisah dari Dimitrei jika pria itu sudah tak membutuhkannya lagi.