Season 2 dari novel yang berjudul Dia Suamiku
Setelah 7 tahun berpisah, Mila kembali bertemu dengan mantan suaminya. Perpisahan mereka yang terpaksa oleh keadaan, membuat cinta dihati mereka tak pernah padam meski Elgar telah berstatus sebagai suami orang.
Akankan mereka kembali memperjuangkan cinta mereka demi sang buah hati?
Cerita itu adalah S2 dari novel yang berjudul DIA SUAMIKU.
Untuk lebih jelasnya, silakan baca S1 nya dulu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DMS 3
Sesampainya dikantor, Mila langsung menyiapkan segala dokumen dan apapun yang dibutuhkan selama di Bandung. Kebetulan Pak Raka, atasannya itu belum datang, jadi dia tak terlalu keburu buru. Tak berselang lama, Pak Raka datang dan lansung menghampiri Mila dimejanya.
"Udah siap?" Tanya Pak Raka.
"Udah Pak."
"Ya udah kita langsung berangkat."
Mila mengemasi barangnya lalu mengikuti Pak Raka turun ke lobi. Dia pikir Adam dan Weni menunggu dilobi, nyatanya tak tampak batang hidung kedua temannya itu.
Pak Raka tak berhenti di lobi, dia berjalan hingga keluar dan sudah ada mobil yang menunggu mereka.
"Gak nunggu Adam dan Weni dulu Pak?" Tanya Mila sesaat sebelum Pak Raka memasuki mobil.
"Sepertinya saya lupa memberitahu kamu. Mereka gak jadi ikut karena mendadak harus ikut Pak Bram meninjau pabrik."
Mila sedikit terkejut mendengarnya. Kenapa dia tak tahu sama sekali soal perubahan ini? Tiba tiba dia teringat ibunya. Teringat tentang ucapannya tadi pagi sebelum berangkat.
"Ayo Mil, udah siang." Ucapan Pak Raka mengagetkan Mila yang tengah melamun.
"I, iya Pak." Dengan langkah berat Mila memasuki mobil. Semoga saja semua ketakutan ibunya tak menjadi kenyataan. Pikirannya benar benar kacau saat ini.
"Kamu kenapa Mil, sakit?" Tanya Pak Raka yang melihat kecemasan diwajah Mila.
"Eng, enggak kok Pak." Mila berusaha untuk tetap tenang dan profesional. Ini bukan pertama kalinya dia pergi berdua dengan Pak Raka, jadi seharusnya dia tak perlu secemas ini. Dibuangnya jauh jauh perasaan was was itu.
Sesampainya di Bandung, mereka langsung bertemu klien. Tak aja kejanggalan sama sekali, bahkan hingga sore hari semuanya berjalan dengan lancar dan normal.
"Capek banget." Ujar Pak Raka begitu mereka kembali memasuki mobil selesai meeting. Pria berusia 45 tahun itu memijit mijit bahunya sebentar lalu menyandarkan punggung disandaran jok.
"Jadwal hari ini sudah selesai. Tinggal nanti malam saja meeting dengan Mister Smith." Terang Mila sambil memperhatikan tab ditangannya.
"Ya udah kalau gitu kita istirahat dulu dihotel. Saya sudah booking kamar dihotel tempat meeting nanti, biar kita gak perlu capek capek lagi." Pak Raka langsung menyuruh sopir menuju hotel angkasa tempat mereka akan menginap.
Mila langsung merebahkan tubuhnya diranjang begitu memasuki kamar. Kamarnya dan Pak Raka bersebelahan. Mila merasakan badannya pegal karena setelah menempuh perjalanan jauh, dia langsung meeting dan lain lain, hingga tak ada waktu untuk istirahat sama sekali.
Sudah jam 4 sore, biasanya Saga sudah bangun dari tidur siangnya. Diambilnya ponsel dan dihubunginya nomor ibunya.
"Hallo mama." Sahutan Saga dari seberang sana membuat lelah Mila seketika lenyap. Mila mengalihkan panggilan telepon ke video call.
"Hallo jagoan, gimana hari ini?" Tanya Mila sambil tersenyum pada Saga.
"Saga kengen mama." Rengek bocah itu.
"Sama sayang, mama juga kangen Saga, kangen banget."
"Mama ada dimana sekarang?"
"Mama lagi dihotel." Mila menunjukkan kamar tempatnya menginap pada Saga.
"Bagus sekali mah. Harusnya Saga ikut mama." Sahut bocah itu sambil mengerucutkan bibir, tanda kalau dia sedang merajuk karena tak diajak.
"Jangan sedih gitu dong. Lagi kali, mama ajak Saga jalan jalan dan menginap dihotel." Bujuk Mila.
"Beneran Ma?" Wajah Saga seketika berseri seri.
"Iya sayang."
"Mah, ada kolam renangnya gak dihotel?"
"Kayaknya sih ada." Mila berjalan menuju balkon untuk memastikan. Dan benar saja, ada kolam renang dibawah. "Tuh lihat." Mila mengarahkan kamera ponselnya pada kolam renang.
"Kolamnya bagus banget mah."
Tak hanya kolam, Mila mulai mengarahkan ponselnya kesekitaran untuk menunjukkan betapa indah hotel tempatnya menginap. Tapi tiba tiba, jantungnya seperti berhenti berdetak. Dia melihat orang yang sangat dia kenal berdiri dibalkon yang berjarak dua kamar dari tempatnya berdiri saat ini.
"Mah, mamah, mah." Panggil Saga karena Mila hanya diam saja. Ponselnya juga tak lagi bergerak, terfokus pada seorang pria yang berdiri dibalkon dengan sekaleng soft drink ditangannya.
Mila masih bergeming, tak menyadari panggilan Saga.
"Mah, siapa om itu?"
"Papa."
"Papa!" Seru Saga mengulangi ucapan Mila.
"Hah." Mila seketika gelagapan menyadari dirinya sudah keceplosan. Buru buru dia masuk kedalam kamar dan memutar kamera ponsel untuk memperlihatkan wajahnya.
"Papah ma? Itu tadi papanya Saga? Mama lagi sama sama papa? Papa udah pulang ya ma?" Saga langsung memberondongnya dengan banyak pertanyaan yang semuanya sulit untuk dijawab.
"Mamah, kenapa mamah diam aja. Mana papa, Saga mau ngomong saja papa. Saga mau bilang Saga kengen. Cepetan mah, kasih teleponnya kepapa." Rengek Saga yang tidak sabar. Bagaimana tidak, bocah kecil itu belum pernah melihat wajah papanya sama sekali.
"Sa, Saga salah dengar. Mama tadi bilang Pak Pram, bukan papa." Elak Mila.
"Enggak, mama tadi bilang papa. Om tadi papanya Saga kan mah?"
Mila mengarahkan kamera ponsel kearah lain. Dia tak mau Saga melihatnya menangis. Anaknya itu sangat merindukan sosok papa. Saga ingin sekali bertemu papanya, dia sangat tahu itu.
"Mama, mama."
Mila cepat cepat menyeka air mata lalu kembali mengarahkan kamera kewajahnya.
"Om tadi teman kerjanya mama. Namanya Pak Pram. Saga salah dengar sayang." Mila terpaksa berbohong.
Saga tampak kecewa, membuat Mila tak tega melihatnya. "Sayang, mama dipanggil bos, udah dulu ya, bye." Mila langsung menutup sambungan telepon bahkan sebelum Saga membalas salamnya. Tangisnya pecah, dadanya sesak seperti terhimpit sesuatu yang besar. Kasihan sekali Saganya, bocah kecil tak tahu apa apa yang ikut merasakan dampak dari perpisahannya dengan Elgar.
Mila terduduk lemas dirajang. Setelah 7 tahun yang berat, dia kembali bertemu dengan pria itu. Elgar, mantan suaminya.
Mila meletakkan ponselnya diatas ranjang. Dengan langkah berat, dia kembali menuju balkon. Dia ingin memastikan apakah benar Elgar yang baru saja dilihatnya tadi.
Jantung Mila berdentum dengan sangat kuat saat kakinya menginjak balkon. Diatariknya nafas dalam dalam lalu membuangnya perlahan sebelum menoleh kearah tempat Elgar berdiri tadi. Dan saat dia menoleh, ternyata pria tadi sudah tak ada ditempatnya.
Kaki Mila terasa lemas, dia menarik kursi yang ada dibalkon lalu duduk disana.
"Apakah aku hanya berhalusinasi? Pria tadi, kenapa mirip sekali dengan Elgar?" Mila bermonolog. Meski tak setampan dulu dan terlihat lebih tua serta tampak tak terurus, Mila masih sangat bisa mengenali Elgar.
Sudah tujuh tahun, tapi kenapa rasa itu tak berkurang sedikitpun. Tujuh tahun dia berjuang melawan rindu yang begitu menyiksa. Tujuh tahun terberat dalam hidupnya yang dia lalui dengan air mata yang tak pernah kering.
Mila pikir akan bisa melupakan Elgar seiring berjalannya waktu. Tapi takdir justru membuatnya tak bisa melupakan Elgar. Wajah Saga yang begitu mirip dengan Elgar membuatnya makin merindukan mantan suaminya itu.
Air mata Mila meleleh jika ingat pagi itu. Selepas sholat subuh berjamaan.
Ayo kita berpisah. Karmila kenanga, hari ini, aku jatuhkan talakku padamu.
Ucapan itu masih selalu Mila ingat. Bahkan seperti apa raut wajah Elgar saat mengatakannya, dia masih ingat betul.
Mila menyentuh kalung yang dipakainya. Kalung pemberian Elgar yang tak pernah sekalipun dia lepas. Sebelah tangannya bergerak untuk menyalakan ponsel. Ditatapnya foto Saga yang menjadi wallpaper diponselnya. Kasihan sekali anak itu, sejak lahir tak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah.
Elgar sudah milik orang lain, sudah punya kehidupan sendiri. Bahkan mungkin, dia juga sudah memiliki anak dengan Salsa. Dia tak mau mengacaukan kehidupan Elgar. Saga, biar dia sendiri yang mengasuh dan menghidupi putranya itu. Toh sekarang dia sudah mapan. Berkat uang 2M dari Pak Dirga, dia bisa lanjut kuliah dan sekarang memiliki pekerjaan yang bagus. Dia juga sudah menjual apartemen dari Elgar lalu membeli rumah yang sekarang dia tinggali bersama ibunya dan Saga.
kek penyakit kali dengar jnda
Lo selingkuh sama laki-laki yang mencintai Lo.
di bisa memberi Lo kebahagian yang tidak Lo dapat dari Elgard
tidak tau siapa aja yang kerja di perusahaan ya El