Delia tak pernah membayangkan hidupnya akan merana seperti ini. Di hari pernikahan adiknya, dia terpaksa duduk di pelaminan—bukan sebagai pendamping pengantin, tetapi sebagai pengantin itu sendiri. Adiknya menghilang tanpa jejak, meninggalkan Delia yang harus menikahi Reynan, pria yang diam-diam telah ia cintai selama bertahun-tahun. Pria yang hanya mencintai adiknya.
Demi kehormatan kedua keluarga, Delia mengorbankan hatinya dan memasuki pernikahan yang dibangun di atas kebohongan dan mimpi yang semu. Setiap tatapan dari Reynan adalah pengingat pahit bahwa dirinya bukan wanita yang diinginkan Reynan. Setiap momen bersama adalah siksaan, perjuangan tanpa akhir melawan kenyataan bahwa ia hanyalah peran pengganti dari wanita yang dicintai oleh suaminya.
Ketika Delia mulai mencoba menerima nasibnya, mimpi terburuknya menjadi kenyataan. Adiknya kembali, menghancurkan mimpi rapuh yang telah Delia perjuangkan dengan susah payah. Mampukah Delia terus berpura-pura kuat ketika setiap bagian dari dirinya telah hancur?
"Jika aku bisa memutar kembali waktu, aku takkan meminta kebahagiaan. Aku hanya ingin menghapus. Menghapus hari ketika aku bertemu denganmu, hari ketika aku mencintaimu, dan rasa sakit yang mengikutinya," Delia Permata.
Ini bukan cerita tentang kemenangan atau persaingan. Ini adalah kisah tentang cinta yang tak terbalas, tentang penderitaan yang sunyi, dan tentang luka yang tak pernah sembuh.
Sebagian hati hancur dalam sunyi; sebagian lagi pecah dengan suara yang begitu keras hingga tak mungkin diabaikan. Dan hati Delia telah hancur sejak hari dia berkata, "Aku bersedia."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Ingin Menjadi Penghalang Lagi!
Delia duduk di depan cermin meja rias di dalam kamarnya. Dia sudah siap untuk pergi bekerja, namun masih bermasalah dengan matanya yang terlihat bengkak karena semalaman hanya terus menangis. Sekarang dia merutuki kebodohannya karena tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis. Delia malah jadi bingung sendiri sekarang, bagaimana cara menutupi matanya yang sembab. Sudah mencoba menggunakan make up juga tetap terlihat. Akhirnya Delia menemukan cara jitu, dia mengambil kacamata hitam di dalam laci dan memakainya. Setidaknya ini lebih baik daripada harus terlihat mata sembabnya itu.
"Yaudahlah, hari ini aku pakai kacamata saja" ucapnya pada diri sendiri.
Delia langsung keluar kamar dengan membawa kunci motornya. Sudah lama sekali dia tidak menaiki motor bututnya itu. Ya, mungkin sejak menikah dengan Reynan membuat dia tidak pernah mengendarai motornya itu lagi.
"Del, mau pergi bekerja juga hari ini? Apa tidak ambil cuti saja?" ucap Ibu yang melihat mata anaknya yang bengkak seperti itu, meski Delia masih mencoba tersenyum tapi Ibu jelas melihat bagaimana hancurnya hati anaknya itu.
Delia menarik kursi meja makan, lalu duduk disana dan menympan kacama hitam yang dia bawa di atas meja. "Tidak papa Bu, lebih baik aku bekerja daripada hanya diam di rumah dengan keadaan yang seperti ini. Kalau aku bekerja, setidaknya ada kesibukan yang akan membuat aku lupa dengan apa yang sedang terjadi. Meskipun hanya sejenak"
Ibu mengelus tangan Delia yang tertumpu di atas meja makan. Matanya sudah berkaca-kaca melihat keadaan anaknya yang seperti ini. Sunggh hatinya benar-benar sangat terluka melihat keadaan anaknya.
"Maafkan Ibu ya Nak, karena kesalahan ibu yang selalu lebih memanjakan Diana. Sehingga sampai dewasa pun dia tetap menjadi Diana yang tidak mau mengalah dalam hal apapun" ucap Ibu dengan suara penuh penyesalan.
Delia tersenyum, tangan satunya lagi menepuk punggung tangan Ibu yang menggenggam tangannya. "Tidak papa Bu, yang penting Delia tahu jika Ibu juga menyayangiku. Kan memang sudah seharusnya seorang Kakak melindungi adiknya dan mengalah darinya"
Ibu mengusap ujung matanya yang mulai berair, masih tetap merasa bersalah karena kesalahan dia dalam mendidik anak-anaknya di waktu kecil, sekarang anak pertamanya ini yang harus banyak berkorban demi adiknya. Bahkan kehidupannya harus hancur karena adiknya sendiri.
"Maafkan Ibu Nak" lirih Ibu
Delia merangkul bahu Ibu dan memeluknya, menyandarkan kepalanya di bahu Ibu. "Sudah Bu, Delia tidak papa. Mungkin sekarang masih terasa sakitnya, karena belum terbiasa. Nantinya kalau memang sudah terbiasa, pastinya akan baik-baik saja kok"
Ibu mengusap tangan anaknya yang merangkul bahunya itu. "Yaudah, kalau gitu sekarang makan sarapannya dulu. Kamu harus punya tenaga untuk bekerja dan menjalani hidup ini"
Delia mengangguk, dia mengambil sarapan untuk dirinya sendiri dan mulai memakannya. Mencoba untuk menikmati makanan, meski di lidahnya terasa begitu hambar. Padahal makanan yang di buat Ibu pagi ini semuanya adalah makanan kesukaannya. Tapi entah kenapa, malah terasa hambar di lidahnya. Mungkin lidahnya ikut mati rasa.
Setelah sarapan, Delia berpamitan pada Ibu untuk segera berangkat ke Kantor. Dengan menggunakan motornya, Delia pergi ke Kantor. Di perjalanan dia hanya mencoba untuk fokus mengendarai motor dan memperhatikan sekitarnya. Meski pikirannya tidak benar-benar tertuju pada itu. Delia hanya tidak ingin sampai dirinya juga harus meninggal mengenaskan karena kecelakaan setelah nasib pernikahannya juga harus berakhir dengan mengenaskan.
Tidak papa Delia, kamu pasti bisa untuk melewati semua ini. Setelah cukup lama, kamu akan terbiasa dengan situsi yang seperti ini.
Begitulah cara Delia menyemangati dirinya sendiri atas apa yang tengah terjadi dalam hidupnya ini. Hingga sebuah mobil yang melaju di sampingnya terus membunyikan klakson, membuat Delia sedikit kaget dan hampir saja kehilangan keseimbangannya dalam mengendari motornya ini. Delia menoleh sekilas pada mobil itu, tapi dia tidak terlalu mengamati. Hanya saja mobilnya terasa familiar baginya. Membuat Delia merasa penasaran siapa yang sebenarnya berada di dalam mobil itu.
Delia menghentikan motornya di pinggir jalan, dan mobil itu juga ikut berhenti di depan Delia. Membuat Delia bingung saja, dia membuka helmnya dan mengaitkannya di kaca spion motor. Kacamata hitamnya masih dia pakai, dia tidak mau sampai terlihat begitu menyedihkan dengan mata yang bengkak karena terus menangis.
Deg..
Jantung Delia rasanya langsung berhenti berdetak ketika dia melihat pria yang turun dari mobil dan berjalan menghampirinya. Delia ingin pergi sekarang juga, tapi tubuhnya malah membeku di tempatnya. Membuat dia tidak bisa menghindar kemana pun.
Ya Tuhan, kenapa dia datang kesini. Untuk apa dia datang dan menemuku lagi?
Tangan Delia sudah ingin meraih helmnya, dan ingin segera pergi. Tapi sayang karena Reynan yang sudah keburu sampai di depannya. Bahkan sejak Delia mendapatkan kiriman foto itu dari nomor ponsel Reynan. Bahkan dirinya juga belum bertemu dengan Reynan. Dan pagi ini, mereka bertemu lagi. Sebenarnya Delia sangat ingin pergi, namun seolah tubuhnya sedang mengkhianati hati dan pikirannya. Dia tetap tidak bergerak dari tempatnya.
"Del, izinkan aku untuk bicara sebentar saja" ucap Reynan dengan wajahnya yang memelas.
Delia tidak menggubris ucapannya itu, karena sungguh lidahnya yang terasa begitu kelu sampai tidak mampu untuk mengucapkan apa-apa. Ketika Reynan yang mencoba untuk meraih tangannya, refleks Delia langsung menghindar dan menyembunyikan tangannya di belakang tubuhnya. Traumanya yang semakin terlihat atas luka yang Reynan terapkan padanya.
"Del, aku minta maaf atas semua kesalahan yang aku lakukan padamu. Aku juga tidak ingat apa-apa dengan kejadian malam itu" ucap Reynan pelan
Delia terdiam, dia juga bingung harus melakukan apa saat ini. Ketika dia sangat ingin memaki pria di depannya ini, namun lidahnya yang tiba-tiba kelu dan seolah tidak mampu mengucapkan apapun pada Reynan. Delia memejamkan matanya di balik kacamata hitam yang dia gunakan. Mencoba untuk menetralkan perasaannya agar dia bisa berkata pada suaminya ini.
"Maaf Rey, tapi saat ini aku sudah benar-benar berada di ujung kesabaran yang aku punya saat ini. Aku tahu, jika sejak awal memang aku yang menjadi penghalang diantara kalian untuk bersatu" ucap Delia, akhirnya bisa berucap juga setelah mengumpulkan tenaganya, karena tenaganya sudah habis di pakai untuk menangis semalam.
Reynan memejamkan mata pelan, nyatanya dia sangat terluka mendengar ucapan Delia barusan. Ada apa dengannya?
"Baiklah, jika memang ini yang terbaik untuk aku dan kamu. Dan mungkin ini juga yang kamu inginkan, maka mulai saat ini aku akan lepaskan kamu Del. Aku biarkan kamu terbebas dan ikatan pernikahan ini" ucap Reynan yang langsung pergi dari hadapan Delia.
Nyatanya hati Reynan lebih terasa sakit ketika dia mengucapkan kata-kata itu barusan. Bahkan air matanya tidak terasa menetes begitu saja di pipinya, yang langsung dia usap kasar dengan tangannya.
Tuhan, kenapa sakit sekali.
Reynan masuk ke dalam mobilnya, terdiam dengan kepalanya yang membentur ke arah kemudi. Tidak tahu harus melakukan apa, tapi hatinya benar-benar terluka dengan apa yang dirinya ucapkan barusan.
Sementara Delia juga masih terdiam dengan tubuh yang membeku. Keduanya sama-sama tersakiti dengan cara yang berbeda. Sedikit membuka kacamatanya dan menguap air matanya yang kembali keluar dari matanya yang sudah sembab itu.
*