"Biarkan sejenak aku bersandar padamu dalam hujan badai dan mati lampu ini. Aku tidak tahu apa yang ada dalam hatiku, aku hanya ingin memelukmu ..."
Kata-kata itu masih terngiang dalam ingatan. Bagaimana bisa, seorang Tuan Muda Arogan dan sombong memberikan hatinya untuk seorang pelayan rendah seperti dirinya? Namun takdirnya adalah melahirkan pewarisnya, meskipun cintanya penuh rintangan dan cobaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susi Ana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Pertarungan Dua Master Terhebat
Berita tentang pertarungan dua Bos Besar Mafia sudah tersebar di lingkungan Benteng Raksasa itu. Semua penghuninya bergegas ke tempat yang akan dijadikan sebagai ajang pertarungan. Bahkan juru masak utama Benteng Raksasa pun berlarian keluar dari dapur utama.
"Hai!! Kalian semua hendak kemana?!" Teriak Bibi Chan lantang karena heran melihat mereka semua pergi terburu-buru sekali.
"Lho? Bibi belum dengar ya? Akan ada pertarungan Akbar hari ini!!"
Jawaban singkat itu begitu sepontan dan kesannya buru-buru sekali. Karena juru masak itu menjawab pertanyaan Bibi Chan sambil berlari. Dia tidak ingin melewatkan kesempatan untuk menonton pertarungan itu sedetikpun. Bibi Chan mengikutinya sambil mengerahkan tenaga dalam guna mengeluarkan ilmu meringankan tubuhnya
"Pertarungan Akbar apa! Jangan berlari! Berhentilah!!"
Teriak Bibi Chan yang mudah mengejarnya. Dan langsung menarik kerah baju juru masak tersebut sehingga mau nggak mau, dia pun menghentikan larinya.
"Aneh! Hanya Bibi seorang yang nggak tahu berita heboh ini? Pertarungan dua Bos Besar Mafia Bibi Chan!! Tuan kita dengan tamunya!!"
Balas juru masak itu dengan dongkol karena lehernya sangat sakit, akibat kerah baju yang ditarik oleh Bibi Chan hampir saja mencekiknya. Tenaga Bibi Chan sangat kuat, ketika menarik kerah bajunya. Dengan wajah bersungut-sungut karena jengkel dan nggak bisa marah langsung pada wanita setengah baya itu, juru masak itu bergegas berpamitan.
"Sudah ya Bi? Aku nggak mau ketinggalan pertarungan ini. Jika Bibi penasaran, ayo ikut denganku!"
Juru masak itu pun kembali melangkahkan kakinya secepat mungkin. Mendengar ucapan yang bernada kesal dan kemarahan yang tersembunyi dari juru masak tersebut, Bibi Chan membiarkannya pergi. Sedangkan dirinya masih termangu di tempatnya.
"Hem... pertarungan Tuan kita dengan tamunya? Astaga!!"
Entah kenapa, pikiran Bibi Chan begitu lemot. Otaknya sudah dikuasai oleh nama Tiger Ba. Sehingga hal lain menghilang semua dari kepalanya. Ketika tahu siapa yang dimaksudkan, dia langsung berjingkat kaget dan melesat menuju tempat pertarungan.
Di sana, sudah begitu banyak para bawahan Sang Penguasa Benteng Raksasa berkumpul. Lapangan yang begitu luas, sudah di kelilingi oleh mereka. Mereka begitu antusias nya menunggu pertarungan itu. Bibi Chan mencari-cari dua orang yang hendak bertarung. Dengan maksud hati ingin sekali mencegah pertarungan itu terjadi.
"Ada apa dengan kalian berdua?" Batin Bibi Chan yang berusaha menemukan keberadaan mereka berdua.
Bibi Chan menyusuri semua tempat, dengan ilmu meringankan tubuhnya. Di lorong yang menghubungkan kamar Elisabeth Eiger terlihat Tuan Vengsier Eiger menatap sejenak sebuah foto keluarga yang terpasang di dinding lorong itu.
"Maafkan aku, Eugenia Rosario. Sampai kau tiada, aku tidak bisa mencintaimu. Dan terima kasih, kau sudah memberiku seorang putri yang sangat cantik. Secantik dirimu....oh Eugenia Rosario....istriku ...maafkan aku. Selama hidupmu, kau hidup dalam kedinginan hatiku...."
Rintihan pelan Tuan Vengsier Eiger masih terdengar oleh Bibi Chan yang bersembunyi di balik dinding lorong. Hati Bibi Chan sedikit marah, saat mendengar rintihan itu. Dia agak cemburu pada wanita cantik yang sudah tiada itu. Karena dia harus merelakan kekasihnya menikahinya. Dan membiarkan putranya tanpa memiliki status seorang ayah.
"Jika wanita itu tidak meninggal, aku tidak sudi tinggal di sisi mu Veng brengsek!! Aku bertahan di sini karena nona ku!! Dan sekarang, aku hidup hanya untuk melihat Tiger Ba!! Jika kau melukai Tiger Ba, lihat saja nanti!! Aku akan menjadi musuh bebuyutan mu!!"
Ucapan lirih dengan nada marah, kesal dan ingin sekali menjambak rambut Tuannya, ditunjukkan oleh Bibi Chan sambil menggertak kan giginya dan meremas-remas jari jemari nya yang diarahkan ke pria seusianya itu. Dari belakang, seseorang tersenyum menyaksikan tingkahnya.
"Sedang apa, adikku? Apa sedang berakting mencakar Harimau atau meremas sayuran?"
Godaan itu membuat Bibi Chan langsung sadar dan dengan refleks membalikkan badannya ke arah datangnya suara. Bibi Chan langsung bisa menebak siapa dia, karena orang itu memanggilnya "adikku" dengan manja.
"Golden Armando? Ada apa dengan kalian berdua? Kenapa harus seheboh ini? Mau berlagak jagoan atau melemaskan otot-otot kalian yang kaku seperti kayu jati?"
Bibi Chan mendekatkan wajahnya ke wajah Golden Armando. Golden Armando ingin mencoba menggoda nya dengan mencuri cium pipinya, tapi dengan gesit Tuan Vengsier Eiger menarik tubuh langsing Bibi Chan. Dan tubuh itu pun jatuh ke dalam pelukannya.
"Veng?!" Gertak Bibi Chan dengan sepontan karena kaget.
"Sudah tua, jangan bertingkah genit Golden Armando!! Tak akan kuijinkan bibirmu mencium Chan Shu!!"
Tuan Vengsier Eiger tidak menggubris ucapan Bibi Chan, namun menatap tajam ke arah sahabatnya itu. Yang ditatap, malah tersenyum lebar. Sedangkan Bibi Chan melongo tak percaya mendengar semua ucapan Tuan Vengsier Eiger. Bibi Chan pun langsung melepaskan diri dari pelukannya.
"Jawab segera!! Untuk apa kalian bertarung!?"
Pertanyaan keras dan tajam pun keluar dari mulut Bibi Chan. Kedua orang besar itu pun saling pandang dan nggak langsung memberi jawaban yang diinginkan oleh wanita cantik yang berada di tengah-tengah mereka.
"Kenapa diam?" Tanya Bibi Chan lagi dengan tidak sabaran. Sementara di lapangan, sorak-sorai mulai terdengar mengelu-elukan nama kedua orang itu.
"Untuk dirimu!"
Tiba-tiba jawaban keduanya bersamaan. Semakin membuat Bibi Chan marah besar, mereka berdua sudah begitu kelewatan menggodanya. Bibi Chan pun langsung memasang kuda-kuda dan hendak menampar keduanya. Tanpa diduga oleh keduanya, gerakan gesit Bibi Chan langsung terarah ke pipi mereka.
"Plak! Plak!!"
Dua tamparan mendarat di pipi kanan Golden Armando dan pipi kiri Tuan Vengsier Eiger. Keduanya langsung nyengir mengusap pipi dan merasa nyeri. Dengan enteng, Bibi Chan melangkah pergi meninggalkan keduanya.
"Wanita besi!!" Gumam Golden Armando sambil meringis.
"Hehehe jika bukan wanita besi, aku nggak mungkin jatuh cinta padanya. Ayo, semua sudah menunggu pertunjukan kita!!"
Balas Tuan Vengsier Eiger sambil melangkah pergi diikuti oleh sahabatnya itu. Ketika semua melihat keduanya muncul, sorak-sorai pun semakin membahana memenuhi lapangan tersebut. Ada kubu yang mendukung tuan rumah, dan ada kubu yang mendukung tuan tamu. Pertarungan pun akan segera dimulai.
"Aku nggak akan main-main melawan mu, Golden Armando!!"
Kata Tuan Vengsier Eiger dengan nada dingin yang tajam. Semua yang mendengar suaranya, langsung bungkam. Hiruk pikuk itu langsung berhenti seketika.
"Akan kulayani, asal jangan ada yang mati."
Jawaban tenang keluar dari bibir Tuan Golden Armando. Mata birunya yang teduh, membuat semua orang begitu menghormati nya. Wibawanya begitu memancar melalui tatapan mata dan suara tenangnya. Semuanya pun menghela nafas lega.
Di lautan lepas nan jauh, jauh dari Pelabuhan Kasat mata. Handrille Versiger berhasil membawa tubuh Tiger Ba yang hampir tenggelam di lautan. Dengan sekuat tenaga, Handrille Versiger membawanya ke geladak kapal. Darah segar membanjiri tubuh pemuda itu. Dia mengalami dua tembakan pada tubuhnya.
Handrille Versiger sudah mempersiapkan semuanya. Seorang Dokter ahli ikut bersamanya ketika menjalankan misi itu. Sehingga Tiger Ba mendapat perawatan secepatnya. Akankah nyawanya bisa diselamatkan? Ataukah kematian menjemputnya sebelum ambisi balas dendam nya tercapai?