Kisah seorang gadis pembenci geng motor yang tiba-tiba ditolong oleh ketua geng motor terkenal akibat dikejar para preman.
Tak hanya tentang dunia anak jalanan, si gadis tersebut pun selain terjebak friendzone di masa lalu, kini juga tertimbun hubungan HTS (Hanya Teman Saja).
Katanya sih mereka dijodohkan, tetapi entah bagaimana kelanjutannya. Maka dari itu, ikuti terus kisah mereka. Akankah mereka berjodoh atau akan tetap bertahan pada lingkaran HTRS (Hubungan Tanpa Rasa Suka).
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Prolog
..."Terlihat dari kata 'biasanya' belum tentu sesuai dengan kenyataannya."...
...–Zidan Alvano Putra...
...ΩΩΩΩΩ...
Seorang lelaki turun dari tangga karena dipanggil oleh orang tuanya. Lelaki berumur 15 tahun itu baru menduduki bangku SMA di salah satu kota Jakarta.
"Ada apa, Pah?" tanyanya duduk di sofa ruang keluarga.
Saat ini lelaki bernama Zidan Alvano Putra tersebut akan mengobrol serius dengan kedua orangtuanya. Dan tentu menyangkut tentang diri lelaki itu.
Pria paruh baya yang sudah berpakaian layaknya orang kantoran, duduk di sofa personal sambil menatap putra pertamanya.
"Papah udah berapa kali bilang sama kamu? Jangan jadi anak motor! Jangan suka beli motor sport apa kayak gitu? Kamu pikir itu murah? Papah tau itu uang hasil kamu mengumpulkan uang jajan selama bertahun-tahun, tapi tidak harus untuk membeli itu." tegas sang ayah bernama Reza.
Seorang wanita memakai hijab dengan baju gamisnya berusaha menengahi suami dan anaknya. "Udah, Mas. Gak papa dia beli apa yang dia mau, lagipula Abang kan belinya pakai uangnya sendiri. Lebih bagus dia beli sesuatu yang dia mau dengan usahanya mengumpulkan bertahun-tahun. Diluar sana banyak anak-anak remaja yang mendapatkan apa yang mereka inginkan tapi dari orang tuanya." sahut wanita itu.
Risa Anggraini, wanita yang merupakan ibu dari Zidan itu membela putranya. Reza berdecak kurang suka, "tapi gak harus motor itu, Mah. Papa kan sudah belikan dia dua motor untuk sekolah dan bepergian kemana-mana."
Zidan melihat perdebatan kedua orang tuanya dengan menghela nafas lelah. "Zidan cuma pengen ngebuktiin kalau anak motor gak selalu tentang tawuran atau bikin kerusuhan. Aku cuma mau ngebangun suatu anggota yang dimana kita taat sama peraturan dan gak berkarakter seperti anak motor yang ugal-ugalan. Aku punya visi dan misi sendiri, Pah, Mah."
Seusai mengatakan hal itu, Zidan kembali beranjak ke kamar. Membiarkan kedua orang tuanya yang pasti bergumam tak habis pikir dengan dirinya.
Namun, ia tetaplah Zidan yang akan membuktikan kepada orang tuanya sekaligus orang-orang yang menilai anak motor tidak baik.
Sementara itu ada seorang gadis desa yang akan pindah ke kota untuk bersekolah di bangku SMA. Tepatnya di SMA Putra Bangsa, sesuai dengan kabar dan berita diketahui ada beberapa murid dalam sekolah tersebut yang termasuk anak geng motor.
Hal itu membuat gadis bernama Salshabilla Chalysta Putri kurang setuju dengan keputusan orang tuanya.
"Salsha gak mau sekolah di situ, Pah." ucap gadis itu sambil menonton sebuah drama anak motor di layar televisinya.
Sang ayah bernama Andra itu berlalu ke ruang tamu. "Sekolah itu yang terbaik untuk kamu, lagian kakak kamu juga lulusan SMA Putra Bangsa dua tahun yang lalu. Sekarang dia bisa kuliah di Australia karena prestasinya." ujar Andra.
"Tapi kan Salsha kan sepinter Bang Haikal, mana bisa aku kuliah di luar negri kayak dia. Lagian aku nya juga gak mau kuliah jauh-jauh." sahut Salsha kesal.
Seorang wanita memakai baju potongan lengan panjang baru pulang dari pasar setelah memberi beberapa bahan untuk makan sore dan malam.
"Udah masak nasi belum, Sal? Mama baru beli bahan buat masak sayur nanti." tanya mama nya Salsha.
Gadis itu menyaut cemilan kacang panggang di meja depannya. "Udah, mama beli chikken gak?"
"Beli, oh iya ini ada susu kedelai kamu mau gak?"
Salsha menoleh pada mama yang berdiri di belakangnya. "Mau dong, kok siang-siang gini masih ada susu kedelai? Biasanya kalo lagi pagi doang kan?"
"Tadi gak terlalu ramai, jadi mama borong deh ini ada susu kedelai sama sate ayam."
...ΩΩΩΩΩ...
Suasana di warung kopi Babeh Jaki sedang ramai remaja lelaki yang biasa nongkrong di sana. Ada sekitar sepuluh orang terbagi menjadi dua meja pelanggan.
Satu meja ada yang menjadi tempat favorit tujuh orang lelaki asli anak Jakarta. Sedangkan tiga lelaki lagi yang sama-sama orang sana memiliki tempat khusus di pojok belakang di area warkop tersebut.
Tiga orang itu adalah Zidan dan teman-temannya.
"Kita bentuk tim aja gak sih?" Usul Andi.
Erlangga yang sedang menyeruput kopi susu seketika memukul meja secara tiba-tiba.
"Nah, itu! Setuju gue!"
"Yaudah, lo berdua sebut nama panggilan yang biasa dari orang lain."
Andi dan Erlangga saling menatap satu sama lain. Dua detik kemudian mereka kompak menyebut.
"And,"
"Ar,"
"Gue An,"
Andi terkekeh begitu mendengar nama panggilan mereka masing-masing.
"Jadinya Andaran." sebut Zidan.
Sejak itulah, tempat warung kopi Babeh Jaki menjadi saksi awal mula terbuatnya geng motor Andaran. Awalnya mereka hanya bertiga, namun seiring berjalannya waktu sampai masuk ke SMA, anggota mereka bertambah tiga anggota lagi.
"Oh iya, Zid. Berita tentang lo kasar sama Monica gimana?" tanya Erlangga.
Mendengar itu Zidan mendongak dan terdiam beberapa saat. "Gak tau gue, gue harus tutup semua akun media sosial. Semua berita yang ada cuma hoax, gue gak tau siapa yang rekam saat itu." kata Zidan yang sedang menghadapi isu tidak benar tentang dirinya bersikap kasar terhadap perempuan yang bernama Monica Angelina.
"Gue bakal cari cctv buat bukti kalo lo gak salah." ujar Erlangga.
"Dan gue bakal suruh takedown video gak bener itu, atau gue akan bantu dengan cara serius bawa masalah lo ke bokapnya Erlan."
"Udah gak usah, biar gue urus masalah ini sendiri. Lagian gue sama Monica juga baik-baik aja." Final Zidan.
"Tapi, gue bakal tetap cari bukti buat lo, Zid. Pelakunya harus dapat sesuai dengan apa yang lo rasain."
Erlangga berdecak. "Ck, santai aja lah, Bro. Pasti gue bakal bantu kasus lo ini. Dan yang pasti pelakunya langsung kapok."
Sang ketua dari Andaran itu meraup wajahnya sedikit kasar.
"Udahlah, gak perlu dibahas serius. Nanti juga kelar sendiri. Yang terpenting sekarang kita udah jadi kayak keluarga di sini. Dan gue juga butuh banyak teman lagi buat ikut gabung ke Andaran."
Selang beberapa menit kemudian, tiba-tiba Andi menggebrak meja. Namun, yang terkejut justru si Babeh Jaki pemilik warung kopi.
"Weh! Lo pada ngapain hah gebrakin meja?! Euh ... Lo pikir meja di sini murah? Awas aja lo ya, sekali lagi gebrak-gebrak meja warung gue, gue usir lo dari sini!" ketus Babeh Jaki memarahi Andi.
Yang mendapat peringatan keras malah terkekeh sambil merapatkan kedua tangannya.
"Oh iya, maap, Beh. Andi gak sengaja, Beh, beneran dah. Maap yak, jangan diusir ya, nanti Andi gimana dong."
Rayuan Andi tak mampu mengubah ekspresi Babeh Jaki yang kesal. Sementara Erlangga tak henti-hentinya ingin tertawa ngakak.
Berbeda dengan Zidan, ia terus saja memasang wajah datar bak manusia yang tak dapat diganggu maupun digoda.
"Udah, lo gebrak meja ada apaan, Di." ucap Zidan dingin.
"Gue baru inget soal Haikal, lo serius pernah nongkrong sama anak geng motor itu?" tanya Andi penasaran.
Erlan hanya menyimak. "Ngapain juga gue boong. Biarpun dia anak motor, karakter sama sikapnya ya biasa aja, malah berbanding terbalik sama anak-anak remaja zaman sekarang. Anggotanya kalo nongkrong malah pada belajar, ngerjain tugas bareng di markas."
Kali ini Erlan dan Andi terkejut bukan main.
"Emangnya ada anak motor kerjaannya gitu?!"