Tidak pernah terbersit di pikiran Mia, bahwa Slamet yang sudah menjadi suaminya selama lima tahun akan menikah lagi. Daripada hidup dimadu, Mia memilih untuk bercerai.
"Lalu bagaimana kehidupan Mia setelah menjadi janda? Apakah akan ada pria lain yang mampu menyembuhkan luka hati Mia? Kita ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
The Power Of Mbak Jamu. Bab 28
Saat sedang ribut-ribut mobil mewah berhenti di belakang mobil angkutan. Kaca pun terbuka setengah, kepala pria yang berada di dalam mobil nyembul keluar menatap Mia.
Spontan semua mata menatap ke arah mobil tersebut. Ranti terkejut dia kira bos suaminya itu berhenti karena melihat Slamet.
Begitu juga dengan Slamet, wajahnya seketika pucat pasi. Seharusnya saat ini dia sudah berada di kantor. Slamet pun balik badan pura-pura membuka jok motor agar tidak diketahui Vano.
"Tapi kok bos bukan memperhatikan Mas Slamet" Batin Ranti, mulutnya menganga lebar karena Vano mengulum senyum ke arah Mia. Tidak percaya jika bos besar mengenal Mia.
Beberapa detik kemudian, Slamet menoleh Vano, dan saat ini tatapan mata mereka bertemu "Mati aku" Slamet rasanya ingin sembunyi, tetapi sudah terlanjur ketahuan. Gara-gara dipaksa menjemput Ranti jadi terlambat masuk kerja.
"Mia... sudah selesai belum?" Vano memandangi Mia yang sedang bingung. Padahal sudah Mia katakan jangan dijemput, tetapi Vano rupanya nekat. Mia lalu mendekati mobil Vano.
"Saya sudah pesan angkutan Mase" Mia menolak dengan halus.
Ranti yang berdiri di belakang Mia pun entah sudah berapa kali kaget, dia tidak menyangka bahwa bos suaminya bukan hanya mengenal Mia, tetapi justru akan menjemput. Itu artinya mereka sudah sangat akrab.
"Sudah... ayo naik" Vano membuka pintu.
"Mbak Mia... terus saya bagaimana ini?" Supir kecewa, padahal sudah senang mendapat penumpang, tetapi jika Mia pindah ke mobil mewah itu pasti barang-barang di mobil akan dipindahkan.
"Abang berangkat saja, di rumah banyak orang kok, tapi tolong diantar sampai rumah ya," Mia memberi ongkos yang sudah ditentukan oleh supir, tetapi kembalianya ia suruh ambil.
"Siap Mbak, terimakasih" Supir bersemangat lalu berangkat.
"Slamet... ini kan jam kerja, kenapa kamu disini?" Tanya Vano kesal, padahal akhir-akhir ini dia sering menegur Slamet karena bekerja tidak disiplin.
"Maaf Tuan, pulang mengantar istri, saya segera berangkat," Slamet pun menyalakan motor lalu menoel tangan Ranti yang masih bengong dengan apa yang dia lihat.
"Mas Slamet... kenapa tuh, Mia bisa dekat dengan bos kamu," Ranti berbicara kencang ketika sudah menjauh dari Mia.
"Kenapa memang? Bos itu calon suami Mia" Jawab Slamet, yang tak kalah kencang karena suara mereka bersaing dengan derung mobil.
Lagi-lagi Ranti terperangah mendengarnya, kenapa hidup Mia selalu beruntung. Sepanjang perjalanan Ranti kesal sendiri. Slamet yang menjadi sasaran.
************
Sementara Mia tidak mau mengecewakan Vano, mau tak mau pulang bersama Vano. Mia tahu, Vano orang yang selalu sibuk dan sudah bisa dipastikan meluangkan waktu untuknya, tentu Mia tidak tega.
"Siapa wanita yang marah-marah sama kamu tadi?" Tanya Vano ketika sudah berangkat, dia sempat memperhatikan Ranti ketika sedang marah-marah.
"Oh, orang itu... pokoknya pahit untuk saya ceritakan, Mase. Intinya wanita asing yang tiba-tiba hadir dalam kehidupan saya dan menghancurkan harapan yang sudah saya susun bertahun-tahun" tutur Mia, seketika matanya mengembun.
Vano kaget baru kali ini melihat Mia sedih, sepertinya ada masalah besar dalam hidup Mia, di balik keceriaannya selama ini. Vano tidak mau melanjutkan pertanyaan yang sifatnya pribadi.
"Kamu katanya belanja hanya sedikit, kok sampai satu mobil?" Vano mengalihkan.
"Saya belanja untuk bahan kue besok Mase, sudah pasti banyak lah," Mia sedikit ketus mungkin masih terbawa suasana hatinya yang tiba-tiba ingat rumah tangganya.
"Oh iya, besok kan ulang tahun, kenapa saya lupa," Vano geleng-geleng, saat ini dia sedang banyak pikiran maka sampai lupa hal yang sudah dia susun selama beberapa bulan.
"Hais, bos gitu loh, yang kerja anak buahnya. Makanya sampai lupa" sindir Mia, tetapi memang benar adanya.
"Bukan itu, akhir-akhir ini saya sedang banyak pikiran"
"Mikirin apa sih Mase? Dona ya?" Mia kali ini serius. Andai saja dia tahu bahwa Vano sedang memikirkan dirinya.
"Mikirin kamu. Hup" Lidah Vano menjulur keluar sedikit. Entah mengapa Vano menjadi pengecut untuk mengutarakan isi hatinya. Dia berharap Mia peka terhadapnya, tetapi entahlah. Selama seminggu ini Vano melempar kata yang berkaitan dengan perasaannya tetapi Mia menanggapi tidak serius.
Benar saja, Mia tidak terpengaruh dengan jawaban Vano, karena dia yakin ucapan Vano hanya candaan.
"Mia..." Vano melirik Mia sekilas.
"Apa" Mia pun melirik tetapi Vano sudah kembali menyetir.
"Kapan kamu punya waktu?" Vano ingin mengajak Mia kencan untuk pertama kali.
"Mau apa memang?" Mia melirik Vano.
"Mau mengajak kamu makan malam" Vano berharap Mia mau, tentu Vano ingin mengutarakan perasaannya di tempat romantis dan situasi yang tenang.
"Sepertinya minggu ini saya sibuk Mase," Mia memang benar. Setelah selesai membuat kue untuk acara ulang tahun Sandranu grup, dia mendapat pesanan dari bu Nurul yang akan menikahkan putrinya.
"Ya" hanya itu jawaban Vano, namun begitu dia akan sabar menunggu sampai Mia ada waktu luang. Mia pun sudah sampai di depan rumah kemudian turun.
"Terimakasih Mase" Mia masih menunggu mobil Vano berangkat.
"Sama-sama" Vano hendak menjalankan mobilnya, tetapi pandanganya tertuju pada kertas undangan, kemudian membuka kaca kembali.
"Mia... ini untuk kamu" Vano memberikan undangan tanpa berniat turun. Dia mengatakan ibu sepuh yang mengundang Mia secara khusus. Padahal Vano sendiri yang mempunyai rencana.
"Tapi besok saya repot Mase" Mia pandangi undangan. Sebenarnya dia merasa senang berada di tengah-tengah orang hebat, tetapi besok dia akan sibuk ikut mengantar pesanan.
"Besok tidak usah mengantar kue ke perusahaan" Vano mengatakan akan ada orang bagian konsumsi sendiri yang mengambil.
"Baiklah"
Mia pun melenggang pulang tanpa membawa apa-apa selain tas slempang, karena semua belanjaan sudah dibawa angkutan.
Mia tiba di rumah mengucap salam, saat ini di rumah Mia sudah ramai, karena dia minta bantuan para tetangga yang tidak repot untuk membantunya. Tentu tetangga antusias karena menambah penghasilan mereka.
"Kalau masih capek istirahat dulu, Mia..." ucap Yuli salah satu dari mereka yang membantunya. Karena Mia langsung mengerjakan ini itu.
"Nggak apa-apa Mbak Yuli, sudah biasa kok" Mia menjawab santai.
Malam harinya khusus membuat adonan Mia sendiri yang mengerjakan. Lalu lima orang tetangga bagian menimbang adonan, memberi isian, menggoreng dan mengemas bersama-sama. Mereka kerja lembur karena target jam 5 pagi kue sudah selesai di kemas. Biasanya Mia sendiri yang mengerjakan pun lancar, apa lagi dibantu.
3rb snak box berisi tiga kue dan satu air mineral sudah disusun rapi. Jam 6 pagi dua orang suruhan Vano pun sudah tiba mengambil kue tersebut.
"Terimakasih Mbak Yuli, sudah dibantu" ucap Mia ketika menyerahkan amplop kepada mereka.
"Sama-sama Mia, nanti kalau ada pesanan lagi panggil saya," Yuli cekikikan.
"Tentu" Mia memandangi mereka hingga keluar rumah, kemudian mandi. Ngantuk sudah jelas, tetapi Mia harus lawan. Seharusnya pagi ini tidur untuk mengganti malam tadi, tetapi karena mendapat undangan, Mia tidak mau mengecewakan Vano.
Tok tok tok.
"Sebentar" selesai mandi Mia membuka pintu
"Siapa ya?" Tanya Mia kepada pria yang tidak dia kenal bertamu pagi-pagi sekali.
"Saya mau mengantar paket Nona" pria ramah itu memberikan bungkusan berwarna coklat. Mia menerima paket. Sejenak meneliti benda tersebut, setelah mengucapkan terimakasih Mia membawanya ke kamar.
"Pagi-pagi begini kok ada yang mengirim paket Aneh" gumam Mia lalu membukanya.
...~Bersambung~...