NovelToon NovelToon
Beginning And End : Dynasty Han.

Beginning And End : Dynasty Han.

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Time Travel / Mengubah Takdir / Perperangan / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:429
Nilai: 5
Nama Author: raffa zahran dio

cerita sampingan "Beginning and End", cerita dimulai dengan Kei dan Reina, pasangan berusia 19 tahun, yang menghabiskan waktu bersama di taman Grenery. Taman ini dipenuhi dengan pepohonan hijau dan bunga-bunga berwarna cerah, menciptakan suasana yang tenang namun penuh harapan. Momen ini sangat berarti bagi Kei, karena Reina baru saja menerima kabar bahwa dia akan pindah ke Osaka, jauh dari tempat mereka tinggal.

Saat mereka duduk di bangku taman, menikmati keindahan alam dan mengingat kenangan-kenangan indah yang telah mereka bagi, suasana tiba-tiba berubah. Pandangan mereka menjadi gelap, dan mereka dikelilingi oleh cahaya misterius berwarna ungu dan emas. Cahaya ini tampak hidup dan berbicara, membawa pesan yang tidak hanya akan mengubah hidup Kei dan Reina, tetapi juga menguji ikatan persahabatan mereka.

Pesan dari cahaya tersebut mungkin berkisar pada tema perubahan, perpisahan, dan harapan...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raffa zahran dio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21 : Penjelasan.

Malam rusuh memperlihatkan kota Louyang yang terbakar, asap hitam membumbung tinggi, menari-nari di atas reruntuhan istana dan rumah-rumah warga. Bau hangus menyengat hidung, bercampur aroma tanah dan debu yang beterbangan ditiup angin. Di tengah kekacauan itu, Kei, Reina, Lu Bu, Lu Lingqi, Zhang Liao, dan Chen Gong menerjang debu, menunggangi kuda-kuda gagah mereka. Derap kaki kuda thud-thud-thud, menggema di antara puing-puing bangunan yang runtuh. Di kejauhan, terlihat bayangan pasukan Sun Jian yang mengejar, debu yang mereka timbulkan seperti ular raksasa yang meliuk-liuk di jalanan. Kei, dengan tatapan dinginnya yang menusuk, mengamati pasukan Sun Jian. Rambutnya yang hitam berkibar ditiup angin, menampakkan wajahnya yang serius. "Lu Bu... kita tidak bisa berlama-lama di sini... ayok kita jemput Diao Chan..." suaranya tegas, bercampur sedikit kekhawatiran.

Lu Bu, impulsif seperti biasanya, langsung bereaksi. "Jemput Diao Chan?! Brengsek! Sun Jian dan pasukannya masih mengejar kita! Kau pikir aku bisa begitu saja meninggalkan mereka?!" Ia menghentakkan kaki, Red Hare meringkik keras. Amarahnya meledak sebentar, namun ia segera mengendalikan diri. "Tapi... Diao Chan..." gumamnya, suaranya sedikit lebih pelan, kecemasan mulai menggantikan amarahnya. "Baiklah," katanya akhirnya, suaranya masih berat, "Kita ke Chang'an. Tapi begitu sampai, aku akan membantai Sun Jian!" Ia menambahkan kalimat terakhir dengan geraman, menunjukkan bahwa niatnya untuk membalas dendam masih membara.

Reina, dengan lembutnya, menenangkan Lu Bu yang sedang berombang-ambing antara amarah dan kekhawatiran. Suaranya, seperti aliran sungai yang tenang di tengah badai, "Lu Bu, dengarkan aku. Kita tidak bisa melawan Sun Jian sekarang. Menyelamatkan Diao Chan adalah prioritas utama. Kita bisa menghadapi Sun Jian nanti."

Chen Gong, penasihat yang bijaksana, menambahkan dengan suara pelan, "Nona Reina benar, Tuan Lu Bu. Menghadapi Sun Jian sekarang hanya akan membahayakan kita semua. Lebih baik kita menyelamatkan Nona Diao Chan terlebih dahulu."

Lu Bu menggertakkan giginya, kecewaan dan amarahnya bercampur aduk. Ia mengepalkan tangan, urat-urat di tangannya menegang. "Sialan! Aku ingin sekali menghancurkan pasukan Sun Jian itu! Tapi... Diao Chan..." Ia menghela napas panjang, suaranya terdengar lesu. Ia mengangguk setuju, namun amarahnya masih menyala di dalam hati. "Baiklah... ke Chang'an..."

Reina turun dari Angel Horse-nya, kudanya yang putih bersih kontras dengan latar belakang yang kelam. Ia berjalan ke arah Dark Demon Horse Kei, kudanya yang hitam legam bak malam tanpa bintang. "Zhang Liao... pakai kuda bidadariku ini... aku akan bersama pacarku menaiki kudanya..." Suaranya riang, namun ada sedikit getar kecemasan yang tersembunyi di balik kata-katanya.

Zhang Liao mengangguk hormat, "Baiklah, nona." Ia bertukar kuda dengan Reina, Chen Gong ikut menunggangi Angel Horse di belakangnya.

Reina, menaiki Dark Demon Horse Kei, berdendang kecil, suaranya nyaring namun lembut, memecah kesunyian yang mencekam. Ia memeluk Kei dari belakang, bisikannya lembut namun penuh gairah, "Aku ingin merasakan kehangatan tubuhmu, Kei..."

Kei, yang biasanya dingin dan tenang, hanya menjawab dengan datar, "Baiklah... kamu pasti capek..." Tatapannya tetap tertuju ke arah jalan menuju Chang'an, tekadnya bulat.

Lu Bu, yang memperhatikan interaksi Kei dan Reina, menunjukkan ekspresi yang rumit. Ada sedikit rasa iri, namun ia segera mengusirnya. Ia fokus pada perjalanan ke Chang'an, mencoba untuk mengendalikan emosinya yang mudah berubah-ubah. Namun, sesekali ia masih menggeram kesal mengingat pasukan Sun Jian yang masih mengejar mereka. Lu Lingqi, yang duduk di belakang Lu Bu, bertanya dengan suara polos, "Ayah... mereka berdua siapa?"

Lu Bu, dengan suara berat namun sedikit lebih lembut karena kehadiran putrinya, menjawab, "Mereka berdua... kuat. Sangat kuat. Mereka mengalahkan ayah di pertempuran barusan. Tapi mereka membantu kita sekarang. Kita akan tahu alasannya nanti di Chang'an." Ia menatap ke depan, menunjukkan sisi ayahnya yang penuh kasih sayang kepada putrinya, meskipun amarah masih bersemayam di dalam hatinya.

Lima menit kemudian, kelelahan mulai tampak di wajah Reina. "Kei... aku ngantuk... boleh kita beristirahat di sana?" tanyanya, menunjuk ke arah sebuah rumah kayu kosong yang terlihat di kejauhan.

Kei mengangguk tenang, "Baiklah..." Ia menyusul Lu Bu.

Sesampainya di depan rumah kayu, Kei menyapa Lu Bu, "Lu Bu..."

Lu Bu hanya berdeham, "Huh..." Ia masih terlihat tegang dan waspada.

Kei menjelaskan, "Kita akan beristirahat di depan rumah kayu ini... dan kami berdua akan memberitahumu mengapa aku dan Reina ingin menyelamatkan kalian..." Suaranya datar, namun tatapannya menunjukkan ketulusan.

Lu Bu mengangguk pelan, "Baik... itu yang akan kutunggu." Ia kemudian berteriak kepada Zhang Liao dan Chen Gong, "Zhang Liao, Chen Gong. Kita akan beristirahat di depan sana..." Ia masih menyimpan amarah yang belum tersalurkan, namun untuk saat ini, ia memilih untuk mengendalikan diri.

Chen Gong menjawab dengan hormat, "Baiklah... master Lu Bu..." Angin malam berhembus sepoi-sepoi, membawa aroma tanah yang basah dan sedikit bau asap.

Mereka pun sampai di depan rumah kayu yang agak rapuh dan kosong. Lu Bu, yang biasanya impulsif dan penuh semangat, mengambil beberapa kayu untuk dibakar dengan antusias. Namun, saat ia menyusun kayu tersebut, ketidaksabarannya mulai muncul. "Harus cepat! Kita tidak punya banyak waktu!" teriaknya, dengan nada yang memancarkan kemarahan dan kegelisahan.

Reina, melihat intensitas Lu Bu, membacakan mantra dengan pelan. Cahaya panas memancar dari tangannya, membuat kayu terbakar dengan sangat cepat. Lu Lingqi, yang menyaksikan kemampuan Reina, merasakan campuran ketakutan dan kekaguman. "Apa lagi ini? Kenapa semuanya terasa begitu aneh?" pikirnya, hatinya berdebar, sementara matanya tak lepas dari Reina.

Setelah api menyala, mereka pun duduk di dalam ruangan rumah kayu yang lumayan luas, dengan api unggun di tengahnya memberikan kehangatan di malam yang dingin. Suara crackling dari api menggema di sekeliling mereka, menambah suasana misterius.

"Baiklah..." Reina berdiri dan memulai pembicaraan, suaranya lembut namun tegas. "Aku akan menjelaskan semuanya..." Ia melihat ke arah teman-temannya dengan tatapan serius. "Kei... kamu berdiri juga dong... masak aku saja yang berdiri..." ucap Reina, sedikit merajuk. Kei, yang biasanya tenang, merasa sedikit canggung namun berdiri di samping Reina, merasakan tekanan untuk mendukungnya.

Sementara itu, Chen Gong, yang selalu bijaksana, merasa sedikit terbebani. "Sikapnya sangat lucu, tapi kekuatannya tidak lucu..." bisiknya kepada Zhang Liao, yang tertawa kecil. Namun, di dalam hatinya, Chen Gong merasakan ketidakpastian. "Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah ini semua nyata?"

"Perkenalkan... nama ku Hasane Reina, dan dia adalah Hikari Kei." Reina memperkenalkan diri dengan percaya diri, namun ada sedikit keraguan yang mengintip di matanya. Lu Lingqi mengernyit, merasa aneh dengan nama-nama tersebut. "Apa ini lelucon?" pikirnya, namun rasa ingin tahunya lebih kuat.

"Kami berdua menyelamatkan kalian karena ingin menciptakan sejarah baru yang telah terukir. Sebenarnya... kami berdua bukan berasal dari kota ini, maupun tahun ini. Kami tinggal di Jepang dan kami hidup pada tahun 2025," ucap Reina tegas, suaranya terisi keyakinan, meski hati kecilnya bergetar.

Lu Bu, Lu Lingqi, Zhang Liao, dan Chen Gong terkejut, sedikit tidak percaya. "Ha... apa maksudnya itu..." ucap Lu Lingqi, nada suaranya tegas meski di dalam hatinya, kebingungan mulai membanjiri. Lu Bu, yang merasa terancam, mengerutkan keningnya. "Dengar dulu penjelasan mereka berdua..." Lu Bu memegang pundak Lu Lingqi, berusaha menenangkan putrinya, meskipun kemarahannya masih membara.

"Tapi... bagaimana kalian berdua bisa berada di sini?" tanya Zhang Liao dengan nada serius, wajahnya berusaha menunjukkan ketenangan, namun dalam hatinya, ada rasa cemas yang menggelayuti.

"Di awal... kami di masa depan ingin pergi jalan-jalan di pertemuan terakhir kami, karena kami berdua akan berpisah. Namun, sesampainya di taman itu, hujan sangat deras yang membuat kami terpaksa berteduh di bawah pondok misterius..." ucap Reina sambil memandang api unggun, mengingat kembali peristiwa yang membawa mereka ke sini. Dalam hatinya, ia merasakan kesedihan akan perpisahan yang mereka hadapi.

"Dari awal kami sudah tahu bahwa di taman tersebut tidak ada pondok kayu yang terletak di sekitar. Lalu saat kami masuk, Kei melihat ukiran tulisan Tiongkok kuno dan mencium aroma darah... membuat kami pingsan di dalam pondok tersebut," ucap Reina dengan nada pelan dan lembut. Semakin ia bercerita, semakin kuat rasa nostalgia dan ketegangan yang menyelimuti mereka.

"Lalu... apa selanjutnya dan kapan kalian berdua turun di dunia ini?" tanya Lu Bu, suaranya berat dan tatapannya serius, seorang pemimpin yang berusaha menahan emosinya. Dalam hatinya, ia merasakan keraguan, mencemaskan nasib mereka di tengah kekacauan ini.

"Aku dan Reina bangun di dalam kastil megah dan kami tidak tahu itu di mana..." ucap Kei dengan suara datar, namun di dalam hatinya, ia merasakan sejumput rasa takut akan hal-hal yang tidak diketahui.

"Kami bertemu dua sosok dewa yang bersembahyang di dalam kastil tersebut, yaitu Ashura dan Ashinamaru. Mereka berdua menyuruh kami untuk turun di medan peperangan dalam pemberontakan serban kuning di tahun 184 sebelum masehi," lanjut Kei dengan suara datar, namun tatapannya penuh tekad.

"Tujuan mereka adalah ingin menciptakan Tiongkok menjadi negara yang indah pada masa hancurnya dinasti Han dan menaklukkan dua kerajaan besar yaitu Wei yang dipimpin oleh Cao Cao dan Sun Quan, anaknya Sun Jian, yang memimpin negeri Wu. Dan kami disuruh untuk berkerjasama dengan negeri Shu yang dipimpin oleh Liu Bei untuk menciptakan dinasti baru," ucap Kei, suaranya tetap datar, namun semangatnya mulai bersinar.

Lu Bu, yang mendengar semua ini, merasakan kemarahan dan ketidakpercayaan. "Tapi... aku masih tidak percaya dengan dewa yang kalian bicarakan..." ucapnya, suaranya berat dengan nada menuduh.

Reina dan Kei, merasakan ketegangan di dalam ruangan, memutuskan untuk mengizinkan Ashura dan Ashinamaru berbicara. Kei berubah menjadi mode Ashura, dengan tanduk dan sayap iblis yang muncul. Sementara Reina mengaktifkan mode Ashinamaru, mengenakan pakaian bidadari, sayap bidadari menyebar indah dari punggungnya.

Lu Bu, Lu Lingqi, Zhang Liao, dan Chen Gong terkejut melihat perubahan ini. Emosi mereka berfluktuasi antara ketakutan, kekaguman, dan ketidakpercayaan.

"Semua ini... aku adalah Dewa perang Ashura yang bersembahyang di dalam tubuh Kei," ucap Ashura dengan suara berat, aura kekuatan memancar dari tubuh Kei.

"Hei semuanya... Aku adalah Dewi perang Ashinamaru... bersembahyang di dalam tubuh Reina... aku sangat senang sekali bertemu dengan kalian semua..." ucap Ashinamaru dengan suara lembut dan menenangkan, membuat suasana tegang sedikit lebih hangat.

Lu Lingqi, yang masih bingung, berbicara dengan nada serius. "Jadi... mengapa kalian berdua menyelamatkan kami berempat? Apa rencana kalian?" tanya Lu Lingqi dengan ekspresi datar, berusaha mengendalikan emosinya meski hatinya berdebar.

"Kami ingin merubah sejarah dan mempertahankan orang-orang kuat yang bisa berbuat baik... kami para dewa juga turut berduka atas meninggalnya ayahmu di kota Xia Pi," ucap Ashinamaru dengan nada lembut, menatap Lu Lingqi penuh empati.

Lu Bu, yang mendengar ini, tak bisa menahan kemarahannya. "Hah... apa maksudmu... aku tidak terkalahkan... aku tidak akan mati di tangan orang lemah!" ucap Lu Bu, mengepalkan tangannya dan memukul lantai dengan tangan kanan, debu berhamburan, mengekspresikan kemarahan dan ketidakpercayaannya. Di dalam hatinya, rasa takut mulai merayap, meski ia berusaha keras untuk tidak menunjukkannya.

"Aku tidak suka bertele-tele... langsung ke inti saja..." ucap Ashura, dan tiba-tiba aura kegelapan melesat cepat ke arah Lu Bu, Lu Lingqi, Zhang Liao, dan Chen Gong. Mereka merasakan kekuatan yang luar biasa, seolah-olah melihat masa depan dalam pikiran mereka.

Di dalam pikiran Lu Bu, kilasan masa depan yang mengerikan terbentang. Ia melihat dirinya memohon-mohon kepada Cao Cao, namun permohonan itu sia-sia. Bayangan Chen Gong yang terbujur kaku, tubuhnya dingin dan tak bernyawa, memenuhi penglihatannya. Zhang Liao, sahabatnya, berdiri di sampingnya, juga menunggu hukuman mati. Lu Bu merasakan keputusasaan yang dalam, sesak di dadanya. Ia menyaksikan kembali kematian tragisnya di kota Xia Pi, dieksekusi oleh Cao Cao. Kegagalannya, kehilangannya, semuanya berputar-putar dalam kepalanya. "Tidak... tidak... tidak... tidak!!" teriakan putus asa tertahan di tenggorokannya, suara yang hanya ia dengar sendiri. Ia terbangun dari bayangan mengerikan itu, pelukan hangat dari Lu Lingqi membawanya kembali ke kenyataan.

Air mata Lu Lingqi membasahi bajunya. "Ayah... maafkan aku... aku tidak bisa menyelamatkan kalian bertiga di sana..." Tangisannya pecah, menunjukkan penyesalan yang mendalam. Lu Bu merasakan gelombang emosi yang kuat. Amarah, kesedihan, dan rasa bersalah bercampur aduk. Ia membalas pelukan putrinya, mencoba menenangkannya. "Tidak apa-apa nak... kamu telah berusaha sekeras mungkin untuk menyelamatkan kami bertiga," bisiknya, suaranya terdengar serak menahan tangis. Sentuhan lembut Lu Lingqi menjadi satu-satunya hal yang membuatnya merasa sedikit tenang di tengah badai emosi yang menerjang.

Zhang Liao dan Chen Gong juga terdiam, wajah mereka menunjukkan kekecewaan yang mendalam. Mereka telah menyaksikan masa depan yang suram, dan beban itu terasa berat di pundak mereka. Chen Gong, dengan tatapan kosong, menyesali kegagalannya untuk mengubah takdir. Zhang Liao, dengan raut wajah yang tegang, bertekad untuk melindungi Lu Bu dan Lu Lingqi.

Lu Bu, dengan emosi yang masih bercampur aduk, berdiri dan menatap Kei dan Reina dengan hormat. "Nak Kei... Nak Reina... sekali lagi terimakasih telah menyelamatkan kami... aku tidak tahu membalasnya dengan cara bagaimana..." Ucapannya tulus, memperlihatkan rasa syukur yang dalam. Ia, sang panglima perang yang gagah berani, kini menunjukkan sisi kelemahannya, mengungkapkan rasa terima kasih yang tak terhingga.

Reina, yang awalnya sedikit canggung, merasa tersentuh oleh ucapan Lu Bu. Wajahnya memerah. "Ih Lu Bu... jangan gitu... aku tidak terbiasa melihat sikapmu yang seperti ini... sebenarnya di masa depan... aku penggemar beratmu loh di novel sejarah kalian... jadi aku tahu bagaimana sikap dan watak semua tokoh para pejuang Tiongkok..." Suaranya sedikit gemetar, menunjukkan rasa terkejutnya. Ia tak menyangka bahwa ia, seorang gadis dari masa depan, akan dihormati oleh seorang tokoh legendaris seperti Lu Bu.

Kei, dengan ekspresi yang tetap datar, menunjukkan sedikit senyuman tipis di sudut bibirnya. "Aku juga sama... aku tahu kau karena aku memainkan game tentang perperangan Tiongkok. Dan kau adalah karakter yang paling kuat di dalamnya..." Suaranya datar, namun ada sedikit kehangatan yang tersirat.

Lu Bu tertawa senang, suaranya menggema di ruangan kecil itu. "Hahahahaha.... ternyata di masa depan aku diingat oleh para manusia, aku sangat senang sekali..." Ia merasa bangga dan terhormat, emosi yang sebelumnya terpendam kini meledak dalam bentuk tawa bahagia. Lu Lingqi tersenyum bangga melihat ayahnya yang terkenal, merasa lega bahwa ayahnya tidak lagi dihantui bayangan kematian.

Tiba-tiba, Ashura memotong pembicaraan mereka. "Ada dua pahlawan lagi yang akan diturunkan sekarang... dan bawahan ku dan Ashinamaru sedang berbicara dengan mereka berdua..." Suaranya berat dan penuh wibawa, menciptakan suasana tegang kembali.

Reina, yang semangatnya kembali menyala, menunjukkan rasa ingin tahunya. "Iya kah... siapa itu...?"

"Mereka adalah teman dekat kalian. Akasi Hanna dan Masachika Kenzi..." Ashinamaru menjawab dengan suara lembut namun tajam, menciptakan kejutan yang luar biasa.

Kei dan Reina terkejut, jantung mereka berdetak kencang. Bayangan Akasi Hanna dan Masachika Kenzi, teman-teman mereka dari masa depan, muncul dalam benak mereka. Lu Bu, Lu Lingqi, Zhang Liao, dan Chen Gong juga heran dan cemas melihat ekspresi Kei dan Reina. Suasana penuh antisipasi, menunggu kedatangan dua pahlawan baru yang akan mengubah jalannya sejarah. Apakah kedatangan mereka akan membawa perubahan yang lebih baik, atau justru menambah kekacauan? Masa depan masih belum terungkap.

1
MomoCancer🦀
awal yang bagus 👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!